Perlakuan manismu sangatlah aku dambakan. Aku mendambakan segala hal manis dari seorang ibu ... Untuk putrinya.
•~•
🌕️🌕️🌕️
Luna masih menggenggam plastik berisikan nasi uduk itu. Perutnya terus saja berbunyi. Namun, Luna harus menahan rasa lapar ini hingga ia sampai ke rumah. Tidak apa jika Luna harus memakan makanan sisa dari orang rumah. Selagi itu masih layak di makan Luna akan memakannya. Sungguh Luna tidak keberatan. Apalagi jika makanan itu bekas Wito ayahnya. Luna akan membayangkan, jika Wito menyuapi Luna dengan penuh kasih sayang. Luna sangat menantikan momen itu.
"Mana makanan gue?"
Tiba-tiba saja sosok Sakti datang berdiri di depan Luna dengan menamprakan tangan di depan wajah gadis itu.
"Kamu mau ambil nasi uduknya? Pelajaran Sejarah kan belum selesai, kenapa Kamu keluar kelas Sakti?" tanya Luna penasaran.
Sakti mengusak rambutnya kesal. "Gue laper dan gak bisa konsen kalo belajar. Ayo pergi dari sini, temenin gue makan."
Sakti menarik paksa tangan Luna. Mengajak pergi dirinya ke suatu tempat, yang entah kemana Luna pun tidak tau.
Sesampainya di sini Luna memandangi takjub sekeliling tempat ini. Ternyata Sakti membawa Luna ke atas gedung sekolah, dan dari atas sini Luna bisa bebas memandang indahnya seluruh rumah juga jalan raya. Tidak lupa dengan berbagai pepohonan indah yang menjulang tinggi itu.
"Indah," gumam Luna mengukir senyumannya.
Sakti merampas plastik dari tangan Luna. Dia langsung duduk sembarangan di atas permukaan yang terlihat kotor akibat debu-debu yang menempel.
Luna memandang Sakti. Apa boleh ya, dia duduk di samping lelaki itu?
Merasa diperhatikan, Sakti pun menoleh ke arah Luna dengan mulut penuh nasi, juga tangan kotor akibat makan.
"Ngapain bengong? Duduk!" titah Sakti geram.
Luna ragu dan dia malah memandang Sakti penuh rasa takut, "Emang, boleh?"
Sakti berdecak kesal, "Ck, Lo tuh kenapa sih? Selalu aja bikin orang emosi? Kalo ngomong yang bener!"
Luna menggaruk rambut pelan, "Mm... Aku bilang, apa boleh yah aku duduk di sebelah Kamu, di situ? Emang Kamu gak bakal marah?"
Sakti emosi, dia langsung saja menarik paksa tangan Luna agar segera duduk di sebelah dirinya. Tidak kuasa menahan rasa kesal pada gadis polos ini. "Lama! Lo tuh siput apa manusia sih, sebenernya?"
Luna menatap Sakti dengan wajah polosnya. "Aku manusia, Kamu yang suka panggil aku siput kan? Jadi di mata Kamu aku itu siput Sakti, bukan manusia. Benar seperti itukan."
Sakti menghembuskan napas panjang. "Itu ibarat persamaan! Tapi bukan berarti Lo beneran siput di mata gue, dasar culun!"
"Gak papa kok, semua orang bebas berpendapat tentang apa yang mereka lihat bukan?" tanya Luna tersenyum.
"Sekarang gue minta Lo buat tutup mulut. Gue mau pokus makan, jangan ganggu!" sentak Sakti, langsung melanjutkan acara makannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Areva | Selesai✔️
Teen FictionFOLLOW SEBELUM BACA!! REVISI✔️ Jadi bagaimana aku bisa pulang jika rumahku saja sudah dibuat hancur berantakan oleh orang-orang di dalamnya. Rumah yang seperti apalagi yang harus aku percaya? "Kapan aku bahagia... Kapan waktu itu datang... Kapan sem...