2 : Senja di pelupuk mata.

7 2 0
                                    


Desa NorthGarden, 1914.

Seorang gadis muda berlarian di tengah ladang gandum, ia menyingkap roknya setinggi mata kaki dan berjalan tanpa alas kaki. Rambut emasnya terurai diterpa angin sore, raut wajahnya tampak cemas, mata birunya berbinar memantulkan cahaya senja.

Terlihat dia menggenggam secarik kertas di tangan kanannya. Ia mengejar seorang pemuda tinggi yang sedang menenteng beliung besi.

"Richard!" Teriak si wanita memanggil pemuda itu.

Pemuda itu menoleh ke belakang, mata hijaunya langsung menyorot gadis manis itu.

"Eh, ada apa?" Ucap si pemuda

"Lihatlah!" Kata si gadis dengan napas terengah sambil menunjukan isi kertas yang iya bawa.

Penerimaan Kadet Valoresia.

"Syukurlah, namaku ada di daftar ini. Oh, lihatlah, nilaiku masuk lima besar!" Ucap si pemuda ketika membaca surat itu.

PLAK!

Si gadis langsung menampar pemuda itu, wajahnya merah, seketika tetesan air keluar dari matanya yang memejam.

"Bodoh!" Ucap gadis itu dengan tangis yang tak terbendung.

Si Pemuda langsung terdiam seketika. Gadis itu menangis sejadi-jadinya.

"Kau sudah hilang akal? Kau mau mati konyol demi orang lain? Yang kau hadapi bukan babi hutan atau musang! Bagaimana jika kau mati?"

Pemuda itu memeluk si Gadis dan mengelus rambut emasnya. Tetesan air mata dan isak tangis si Gadis yang tak kunjung berhenti membasahi kemeja kotornya. Pemuda itu tersenyum tipis lalu berbisik dengan suaranya yang lembut, hangat, dan menenangkan.

"Tenanglah."

"Kau bahkan tidak memberitahuku sebelumnya."

"Jika aku memberitahumu, kau tidak akan membiarkanku pergi"

"Karena aku tahu kau tak akan kembali."

"Aku berjanji akan kembali dengan selamat. Dan saat itu terjadi, akan kubeli tanah di pinggir sungai, membuat kebun bunga atau beternak ayam seperti yang kau minta."

Gandum-gandum emas yang tinggi menari diterpa semilir angin, tubuh mereka bermandikan cahaya senjakala. Kilauan dua pasang mata hijau dan mata biru saling bertemu.
Hari itu matahari terbenam dengan begitu damai, di pelupuk mata.

*
*
*

Distrik BurningHall, 1920.

"Bonnie, ambilkan lebih banyak air minum dan roti gandum kemari." Ucap Richard.

Tempat evakuasi begitu ramai, terlihat puluhan keluarga dari berbagai ras meringkuk, saling berpelukan, dan menggigil ketakutan.
Para pria yang sehat terlihat lalu lalang membawa makanan, selimut, dan perlengkapan medis.
Belasan perawat dan dokter tampak sibuk menangani warga yang terbaring di lantai.
Ada tiga jasad manusia dan satu jasad elf penuh luka bakar sedang diratapi keluarganya.

"Vincent, ikut aku." Kata Richard kepada Viscenzo yang sedang membawa dua kotak perban.

Mereka berdua keluar dari tempat evakuasi, berjalan menjauh belasan meter, lalu berdiri dan menyalakan cerutu.

"Jadi, hanya wilayah dalam pelindunganku yang terbakar." Kata Richard.

"Yah, wilayah timur dan wilayah Don Miguel aman, selain itu mereka hanya membakar perumahan dan pasar, Bukan pabrik di sampingnya. Kantor kita tidak hanya terbakar, senjata di lemari juga diambil "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WAR FELLAS (Kawan Perang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang