22|Will you marry me

241 10 2
                                    

Sandy memarkirkan mobilnya, dan menyimpan satu buket bunga di belakang kursi. Untuk Vanya.

Suara ketukan sepatu berhak terdengar anggun, ketukannya cepat, tidak seperti preman pasar yang buru-buru lari dari tangkapan Satpol PP. Pramugari itu walaupun jalannya cepet masih terlihat anggun.

Mata Vanya berbinar melihat seseorang diantara penjemput sudah bersiap menjemputnya.

Ia berjalan kearah Sandy, tepat disampingnya  Vanya pun meraih tangan Sandy dan menggenggamnya. Kali ini Vanya membolehkan Sandy membawa kopernya. 

"Vanya, aku ke parkiran ya, kamu tunggu aja disini, mobilnya aku arahin kesini sekalian kita keluar" 

"Iya" Vanya mengangguk.

Sesampai di parkiran mobil, Sandy menyimpan koper di bagasi belakang, dan memindahkan buket bunga ke kursi belakang.

Mesin dinyalakan, Mobil pun melaju. Sesampai di tulisan area penjemputan, Sandy membuka kaca mobil, memberikan kode pada Vanya. Vanya pun berjalan, masuk kedalam mobil.

Jakarta seperti biasanya di sore hari Kamis pasti macet. Jamnya orang pulang kantor. 

"Vanya.." Sandy tersenyum ke arah Vanya dan memberikan buket bunga kepadanya. Vanya tersenyum.

Dilihatnya ada secarik amplop kecil bertuliskan Open me . 

"Ini aku buka?" tanya Vanya kepada Sandy.

"Yes, please.." Sandy mengangkat kedua alisnya, memperlihatkan senyum.

Vanya membuka amplop berwarna merah hati itu, ada surat dan cincin di dalamnya.

"Will you marry me?" Vanya membaca surat. Vanya terkejut.

"Sandy? Hmm.." Kedua mata Vanya berkedip cepat, menandakan ia sedang gugup. Telapak tangannya dingin.

"Vanya..mau kah kamu jadi istriku?" Sandy menata nada suaranya agar tidak terlihat gemetar. 

Vanya tidak menjawab, ia sedang berusaha menenangkan isi kepalanya yang tiba-tiba menerawang, menerka-nerka.

" Kamu serius, Sandy?--"

"Maksud aku.. kamu ngelamar aku dijalan begini? ih kamu kenapa sih! aneh tau!" Vanya tertawa. Sandy pun tertawa. Menertawai caranya tersebut yang terlihat tidak prepare untuk hal yang akan menjadi sejarah dalam hidupnya.

"Kamu cuti, kita ke Jogja ya" Sandy menggenggam  tangangan Vanya. Vanya mengangguk.

Perjalanan sore itu terasa tidak begitu melelahkan, di antara senja langit oranye keemasan menguas langit yang sebentar lagi malam. Mobil-mobil berjejer berusaha keluar dari padatnya lalu lintas. Tapi bagi Sandy sore ini rasanya begitu indah.

Vanya melihat cincin yang masih di pegangnya, memutar-mutar tiap sisinya. 

"Kamu pegang dulu ya cincinnya, aku mau pakein cincin itu di depan mamaku, saat kita ke Jogja." Suara Sandy luruh, Vanya tersenyum mengiyakan.

Sesampainya di rumah Vanya, seperti biasa Sandy menyempatkan mampir untuk bertemu Ibu.

"Kaaa Vanyaaaaa!" Salsa memeluk Vanya di depan pintu yang baru saja datang.

"Ibu gimana kabarnya, Sal?" Vanya sambil menyimpan kopernya di belakang pintu. Ada Suara kaki berjalan menuju ruang tamu. 

"Ibu!" Vanya memeluk Ibu.

"Kangennya Vanya sama Ibu" Vanya mendekap ibu.

"Ibu juga, nak, kangen sekali" Ibu mengecup kening Vanya.

"Sandy, sebelum pulang kita makan bersama dulu, ya, nak. Ibu sudah masak" Ibu mengarahkan Sandy dan Vanya menuju ruang makan.

Vanya melihat kebersamaan ini begitu hangat, ia melihat ada ketulusan dari Sandy dengan caranya berbicara dengan Ibu. Kemana aja kamu Nya.. bukankah dia sesosok laki-laki yang baik? suara batinnya menegur.

Pramugari Undercover.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang