Prolog

25 2 5
                                    

Sunyi, malam ini tak banyak suara yang terdengar. Ditemani hembusan angin, langit malam yang cerah tanpa awan yang menampakkan cahaya keemasan bulan dan kerlip bintang, dua orang beda usia itu duduk di halaman belakang.

"Tsuki wa kirei desu, ne" (bulannya indah ya), kata seorang pria yang duduk di sebelah gadis kecil itu. Pria itu duduk memeluknya dari samping untuk menjaganya tetap hangat.

"Hun, kirei" (iya, indah), balas gadis kecil itu dengan sangat ceria.

"Asami, ayo, masuk dulu. Ini udah malam, di luar makin dingin, nanti kamu masuk angin", panggil seorang wanita yang keluar dari rumah itu. Mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu-Asami-tampak kecewa.

"Ahh, Okaa-san[1]..." Asami memelas, ia masih ingin berada di luar dan memandangi langit malam.

"Sami, besok 'kan kita mau ke rumah ojii-san[2], ayo, udah waktunya tidur", bujuk sang ibu, tapi belum sempat Asami memohon, sang ayah kini turut mendesaknya untuk tidur.

"Sami, ini udah malam, sayang. Besok lagi ya. OK?"

"Janji?" Asami mengacungkan jari kelingking mungilnya dan dibalas oleh sang ayah.

TTT

Belasan tahun berlalu, aku masih memimpikan kejadian itu. Seperti bukan mimpi, aku menjadi Asami kecil yang bahagia melihat bintang-bintang di langit bersama otou-san[3]. Orang-orang bilang, kerinduanku yang membuatku terus memimpikan kejadian itu. aku terus berharap bisa menjadi Asami kecil yang tinggal dengan otou-san dan okaa-san.

Setelah memimpikan kejadian itu, aku pasti akan teringat dengan sambungannya. Imajinasiku yang membuatku berhalusinasi, seolah berada di masa lalu. Duduk di dalam mobil, bersama okaa-san dan otou-san. Melihat asap bermunculan dari sekitar kap mobil. Lalu diiringi dengan munculnya percikan api. Otou-san mengambil tindakan cepat dengan membuka pengaman pada pintu untuk mneyelamatkan kami. Tapi, pintu tiba-tiba saja tidak bisa terbuka dan kami terjebk di sana.

Kemudian, selalu seperti ini. Tubuhku membatu, aku tidak bisa bergerak. Suaraku tercekat, seolah keadaan memaksaku untuk diam tanpa melakukan apapun untuk membantu. Okaa-san memelukku erat, menutup hidung dan mulutku. Otou-san terus memukul kaca depan mobil dengan pemukul bisbol yang ada di bagasi, berharap bisa mengeluarkanku.

Tak butuh waktu lama, semakin banyak asap yang masuk. Pandanganku mulai kabur, samar-samar kulihat orang-orang bekerumun di dekat mobil. Sampai di situ. Hanya itu yang bisa kuingat sambil menitikkan air mata.

[1] Ibu
[2] Kakek
[3] Ayah

Your Touch in My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang