Dua puluh tiga : Decision

910 140 42
                                    

Pada semangat di hari kemerdekaan ini kan ya 🇲🇨

Tap vote dulu lah ya seperti biasanya ❤






•••

Prilly

Semua bunda didunia ini pasti adalah perawat terbaik untuk anak-anakya. Bahkan ternyata dihari kedua menjadi pasien dadakan Bunda pun aku sudah merasa lebih baik. Namun sehubungan dengan surat sakit dari dokter untuk izin tidak bekerja, aku masih memperoleh libur sampai dengan hari esok. Kesempatan yang baik memang tak boleh dilewatkan.

Tentang Ali ....
Dia masih belum kembali menghubungiku, terhitung sampai dengan sore hari ini. Aku ... merasakan kehilangan tentu saja, namun aku tak boleh terus melamun bukan?

Kenapa tidak yang menghubunginya dahulu?
Bagaimana bisa aku menghubunginya lebih dulu, kalau ternyata dihari terakhir kami bertemu aku mengatakan akan memberikannya waktu untuk memikirkan ulang semuanya. Tak ada yang bisa kulakukan menurutku, selain menunggunya.

Kejadian kemarin sebenarnya banyak membuka fikiranku pribadi. Apalagi ditambah istirahat total dirumah seperti saat ini, membuat pemikiranku kini banyak terbuka. Soal banyak hal tentu saja. Salah satunya, menjadikan aku mempunyai pilihan baru atas jalan hidup yang kumiliki. Dan sekarang ini, aku sudah berniat membicarakannya pada Bunda. Kuharap aku mendapatkan dukungan sesuai harapanku. Dan aku tak akan memiliki penyesalan apapun ataa pilihan yang aku ambil.

"Pegawai bunda pada hidup sejahtera, nggak?"

Kami berdua tengah memasak bersama didapur menyiapkan untuk makan malam. Dan fyi, Bunda sebenarnya baru tiba 30 menit yang lalu namun beliau sudah sangat aktif bergerak. Menggoreng, memotong, dan kegiatan memasak lainnya, layaknya seorang ibu rumah tangga pada umumnya. Tak pernah malu mengakuinya, karena memang bagiku beliau selalu keren dimataku.

"Ya harus dong sayang, Bunda nggak pernah telat kasih mereka gaji. Karena mereka juga udah kerja keras, kasih usaha yang terbaik bekerja untuk bunda."

Aku tersenyum saat kedua tanganku juga tengah ikut mengupas kentang. "Kalo gitu, Prilly ikut kerja sama Bunda aja boleh nggak?"

Bunda memandangku dengan tatapan tak mengertinya, "ikut kerja gimana?"

"Ya kerja di bakery bunda, jadi pegawai disana. Boleh bagian apapun deh, dapur, kasir, atau jadi mbak mbak admin bakery juga Prilly bisa kok."

Kulihat bunda meletakkan pisaunya, kemudian mengambilkanku segelas air mineral untuk ku minum. "Kamu ini mending istirahat aja sana, jangan dipaksain beraktivitas capek capek gini. Malah jadi ngelantur kemana mana gini, kan?"

Meskipun aku menuruti perintah bunda untuk meminum segelas air tadi, bukan berarti aku membenarkan perkataan bunda bahwa aku tengah melantur. Orang aku sadar dengan jelas begini. Ini salah satu keputusan yang ingin aku ambil setelah ini.

Berniat resign dari kantor sebagai pegawai pajak, dan berniat bekerja untuk Bunda saja.

"Prilly serius Bunda," pintaku lagi menyender pada lengannya.

"Kenapa sama kerjaan kamu yang sekarang memangnya?"

"Banyak tekanan-so pasti, dan Prilly emang udah punya niat mau berhenti di awal tahun kemarin. Capek ternyata, hrus sering nge-push kemampuan diri bahkan sampai harus mencapai batas maksimalnya." Itu nyata, dan bukan hanya alasan semata.

Sejak tahun pertama aku sudah merasakan bagaimana beratnya tekanan itu, dulunya aku fikir bisa menerimanya karena aku orang baru dan butuh adaptasi. Namun semakin kesini, sepertinya aku sudah tak bisa lagi menahan. Banyak pegawai yang bahkan berusaha saling menyabotase kawan sejawat demi bisa memuluskan niat tak baiknya hanya untuk naik jabatan. Belum lagi perihal deadline laporan, revisi proposal dan tugas lain yang membuatku sampai harus tinggal dekat kantor. Tak banyak orang luar yang tahu karena memang aku tak pernah membagikan bebanku pada orang lain.

We're Engaged [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang