Pengorbanan

1.3K 84 9
                                    

Kalian memilih...

b. Obati dulu, lalu kabur secepat mungkin.


"Tahan Hali, kita sembunyi disini dulu," Solar membopong Halilintar sejauh-jauhnya dari tempat kejadian. Dia mendudukkan Halilintar lalu membuka kantung sakunya yang selalu sedia perban dan alat kesehatan kecil lainnya. Memang pintar sekali pengendali elemen Cahaya ini.

Halilintar tentu saja meringis sakit saat si netra perak menuangkan obat pada lukanya yang terbuka. Memang seharusnya ini dilakukan dengan hati-hati dan perlahan, namun kini mereka tak memiliki waktu lebih untuk itu. 

"Pelan-pelan, sakit tau nggak sih?" bentak Hali yang kesakitan diobati oleh Solar. Solar acuh saja, dia tetap berfokus untuk mengobati luka teman dekatnya itu agar mereka bisa bergegas keluar dari tempat yang sudah tidak waras ini.

Setelah selesai mengobati halilintar, Solar langsung menarik lengan kanannya yang masih baik-baik saja untuk kabur dari tempat itu. Halilintar yang tak siap akan tarikkan itu jadi sedikit terseret olehnya. Sungguh malang lelaki tersebut.

Tentu saja pelarian mereka tak akan berjalan semulus itu. Banyak sekali penjaga yang berdatangan karna waktu yang dibuang oleh Solar untuk mengobati Halilintar. Kekuatan mereka juga memiliki batasan, yang mereka bisa lakukan adalah menghindar sebisa mungkin dari area bawah tanah yang penuh akan penjaga itu.

"Hali ga mungkin sebanyak ini bisa dilewati!" ucap Solar yang bersembunyi di dinding yang bersebrangan dengan Halilintar. Halilintar juga tau benar tentang itu, mau menggunakan kekuatan juga tak bisa. Lalu apa yang harus mereka lakukan sekarang?

"Trobos aja," Solar menatap Halilintar tak percaya. Dirinya langsung membentuk ekspresi menyerngit, tertanda tak setuju, "Lo gila Hali?" tanya Solar yang tak setujuh. 

"Ini udah sama aja kayak hidup atau mati, Sol. Lo diem disini bakal mati, kalo lo berjuang semua ini gak akan keliatan mustahil," ucap Hali tanpa memandang Solar. Hal itu tentu saja membuat Solar marah, kenapa orang di sebelahnya ini keras kepala sekali? Padahal dia ingin melindunginya. 

Halilintar membuat ancang-ancang. Dia juga memandang Solar, "Lo mau ikut gua atau gak itu terserah," ucapnya yang lalu menggunakan sisa kekuatannya untuk menyerang dan melarikan diri dari sana meninggalkan Solar yang masih menimbang-nimbang.

'Lo kan janji lindungin dia, masa biarin dia berjuang sendirian sih, Sol? Gak bener!' Solar menepuk wajahnya menggunakan kedua tangannya dengan kasar. Keputusannya bulat untuk menemani Halilintar berjuang disana, tak peduli bila dia yang akan mati. Objektif dia saat ini adalah Halilintar.

Solar membuat ancang-ancang lalui menghancurkan tembok itu dengan kekuatan miliknya. dia menggunakan seluruh kekuatannya yang tersisa untuk membuat semua penjaga itu tumbang. Setelah dirasa bisa lewat Solar langsung melarikan diri menyusul Halilintar yang sudah duluan meninggalkan dia. 

Menaiki satu persatu tangga yang berpencar disetiap lantai bawah tanah. Solar akhirnya sudah mencapai Lantai paling atas di lab ruang bawah tanah itu. dia melihat Halilintar yang berjalan sempoyongan menuju tangga untuk keluar. Wajahnya pucat, terlalu lelah. Benar sekali, dia akan ambruk disana.

Tapi bukan itu yang solar pikirkan. Dia merasa ada sesuatu yang akan mengarah pada Halilintar. Firasatnya pun membenarkan itu. Tak mengambil banyak waktu, Solar berlari menyusul Halilintar.

Lengan jenjangnya mendorong Halilintar sekuat tenaga kedepan, membuat si empu yang didorong terjatuh dengan kasar dilantai. Halilintar sempat meringis namun berhenti saat dia mencoba bangkit dan duduk di lantai.

Netra merah menyalahnya membulat saat menoleh pada Solar yang jatuh tengkurap di belakangnya. Tanpa mengambil banyak waktu untuk terkaget-kaget Halilintar menghampiri Solar dan mengangkat tubuhnya yang lemas itu. Halilintar membawanya dan melarikan diri dengan sisa kekuatannya. Sungguh keberuntungan mereka para penjaga diluar sana tak sebanyak tadi, membuat Halilintar dapat mudah menyelinap dan meninggalkan tempat tidak waras itu.

Jauh dari tempat mereka terkurung, Halilintar bengambil rehat sejenak. badannya pegal harus membawa Solar yang tidak sadarkan diri menjauh dari sana, "Sol, makasih udah nyelametin gue," ucapnya dengan suara rendah, yang lalu membaringkan Solar dibawah sebuah pohon yang rindang.

Saat sedang mengamati Solar, Halilintar melihat dada bagian kiri Solar yang terluka. darahnya merembes tanpa henti, membuat warna kulit Solar memucat seiring berjalannya waktu. Sudah pasti raut wajah Halilintar sangat syok. Sejak kapan Solar terkena tembakan? Dia berpikir sejenak, namun seketika dia teringat akan kelengahannya terhadap musuh beberapa waktu lalu.

Hal itu tentu saja membuat Halilintar membeku dengan kain yang dia pegang untuk menutup luka Solar. Rasa bersalah yang terus memutari dirinya terus mendorong untuk membayar apa yang telah dilakukan Solar padanya. Tetap saja. Rasa gengsi di dalam dirinya juga masih melawan.

Kali ini Halilintar yang menampar wajahnya sendiri, berpikir kalau pengorbanan Solar padanya bukan main-main. Dia harus membayarnya juga dengan membawa Solar untuk melakukan penanganan pertama. Jika dia gagal itu sama saja dengan Halilintar tak memperdulikan pengorbanannya kan?

"Terus ini di bawa ke mana..." monolog si netra merah sambil memandangi Solar yang sekarat di tangannya sendiri. Hidup Solar ada padanya, netra perak Solar sudah tak dapat dilihat lagi. Wajahnya yang biasa memberikan aura bersinar, sekarang tampak redup dan tenang. sangat menghawatirkan.

"Jujur Sol, gue udah gak tau mau kemana. Kita di pinggir hutan, mau lari kemana lagi?" ucapnya pada Solar yang sudah mengerti dia hanya bermonolog. 


Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Prince of ElementsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang