1. Isi Hati (Hanum)

32 4 1
                                    

POV Hanum.

Ditulis oleh; Elda Susanti.

***

Aku menghampiri Abang yang sedang sibuk dengan lembaran kertas di tanggannya. "Bang Rey, nanti Hanum ikut ke gramedia, ya."

Abang menoleh dan bertanya, "Emang mau cari apa kamu, Num?"

"Iiih, Jangan Num dong, Bang. Han, gitu," omelku seraya menarik selembar kertas di tangannya.

"Bagus, Num. Daripada Han, nanti berabe kalau dikira hantu," sahut Abang Rey tanpa menatap ke arahku.

Aku berdecak kesal mendengar jawabannya, kemudian mengalihkan pandangan pada secarik kertas yang kuambil. "Nanti Abang berangkat jam berapa?"

"Masih ngotot mau ikut? Kenapa kerjaan kamu ngintilin Abang mulu, sih? Memang nggak capek apa?" tanya Abang Rey. Pria itu sangat mirip dengan almarhum Papa.

Aku pun mendekat dan berbisik padanya. "Makanya cari pacar, Bang. Biar Hanum nggak ngintilin lagi."

Aku dan Abang memang sangat dekat. Saking dekatnya, setiap kali orang melihat kami, mereka beranggapan bahwa kami sepasang kekasih. Padahal, kami adalah Adik-Kakak.

Sedari kecil, aku selalu ikut ke mana pun dia pergi. Jadi, aku tahu banyak tentang teman-temannya. Salah satu di antara mereka adalah Bang Althaf.

Menurutku, Bang Althaf cukup tampan. Dia berkumis tipis dan berambut gondrong. Orangnya suka bercanda, tetapi kadang bersikap dingin. Dia juga lahir dari keluarga kaya raya. Namun, tidak malu berteman dengan kami yang biasa saja.

Aku dan Abang kuliah di universitas yang sama. Namun, Abang sudah memasuki semester akhir, sedangkan aku baru masuk.

Hari ini, Abang akan pergi ke gramedia untuk mencari bahan referensi skripsinya. Aku ingin ikut karena di sana pasti ada Bang Althaf. Senang rasanya jika melihat dia.

"Hey, ngelamuni apa, sih?" Abang Rey bertanya sambil mencubit pipiku.

Aku terkejut dan ingin membalas dengan menggigit tanganya. Namun, terlambat karena dia sudah beranjak dari hadapanku. "Apa sih, Bang? Siapa yang ngelamun?"

"Lah, itu senyam-senyum sendiri. Udah, siap-siap sana kalau mau ikut, atau Abang tinggal, nih?" sahut Bang Rey seraya melambaikan tangan padaku.

"Eh ... jangan, dong! Sebentar, Hanum siap-siap dulu," jawabku.

Aku berlari menuju kamar dan segera mengganti baju. Baju berwarna salem dipadukan dengan rok lilak dan hijab yang senada tentunya.

"Hanum, buruan! Abang tinggal, nih!" pekik Bang Rey dari luar.

"Iya-iya, Hanum datang!" sahutku sambil berlari.

***

Di dalam gramedia, mataku curi-curi pandang ke arah laki-laki yang tak asing. Saat Bang Rey menghampirinya, buru-buru aku bersembunyi di balik rak buku yang jaraknya dekat dengan mereka. Dari sini, aku bisa melihat sekaligus mendengar jelas percakapan mereka.

Kudengar bang Rey berkata, "Hey, Al! Udah di sini rupanya, sama siapa?"

"Sendiri, kamu sama siapa?" jawab Bang Althaf balik bertanya.

"Ya, siapa lagi yang suka ngintilin aku, Al."

"Hanum? Di mana?" tanya Bang Althaf. Tampak bola matanya bergerak, mencari-cari keberadaanku.

Aku sangat senang karena Bang Althaf menanyakanku. Namun, ketika aku hendak keluar dari tempat persembunyian dan menyapanya, ponselku berdering. Ternyata, itu telepon dari Clara, aku pun segera mengangkatnya.

Love Triangle Between Us (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang