prelude: Leonard Benedict
"Le, lo kok balik? Gak ikut latihan basket?"
"Enggak guys, sorry ya... mau ada acara dirumah."
"Ok. See you tomorrow, Le."
Leonard Bennedict atau yang kerap di panggil Leo, hari ini tersenyum cerah. Ini adalah hari ulang tahunnya, dan kemarin ayahnya berjanji jika mereka sekeluarga akan merayakannya dirumah. Leo tahu kalau ia tidak boleh terlalu berharap tapi tetap saja ia senang dengan membayangkan kedua orang tuanya makan malam bersama di meja yang sama.
Leo adalah anak satu-satunya, kesayangan keluarga Bennedict. Semua apa yang diinginkan Leo pasti akan segera ia dapatkan, kecuali perhatian orang tuanya. Orang tua Leo itu workaholic, sering melakukan perjalan bisnis ke luar negeri dan menyisakan Leo sendiri dirumah. Sebenarnya banyak ART yang dipekerjakan tapi tetap saja rasanya beda dengan orang tuanya.
Hari ini hari yang special baginya, ia genap memasuki usia 15 tahun. Harapan bisa merayakan ulang tahun bersama keluarga semakin menggebu. Ia berjalan memasuk rumah mewah ber cat putih emas dengan wajah yang ceria. Bi Isem, bibi yang merawatnya sejak kecil sudah menunggu Leo didepan pintu. Leo mencium tangan bi Isem lalu memeluk bi Isem erat. Selain kedua orang tuanya, orang yang ia sayang adalah bibi yang merawatnya sejak kecil ini. Bi Isem namanya.
"Bi, daddy sama mommy belum dateng ya?" Leo melihat kearah tempat parkir dan belum ada mobil kedua orang tuanya. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 tapi kedua orang tuanya belum juga datang. Memang seharusnya ia tidak boleh berekspektasi tinggi soal makan malam bersama di hari ulang tahunnya.
"Bibi udah buat masakan kesukaan Leo, yuk masuk dulu." Leo mengangguk dan berjalan gontai memasuki rumah yang dibilang sangat besar itu. Interior rumah itu didominasi dengan warna putih dan emas, semua barang barangnya juga kebanyakan berwarna emas, itu adalah warna kesukaan ibu dan ayahnya.
Bibi Isem menyuruh Leo untuk duduk di meja makan. Leo menatap ke sudut penjuru rumahnya, menerawang jauh pada masa lalu dimana orang tuanya masih memberi peluk hangat saat ia meniup lilin berangka 07 diatas kue ulang tahun yang dihias begitu megah. Bukan, ini bukan tentang kemegahan pesta di umurnya yang masih sangat muda. Ini tentang, kehangatan keluarganya yang perlahan pudar ditelan masa.. entahlah, rasanya Leo benci tumbuh menjadi dewasa. Rumah yang sudah ia tinggali selama 15 tahun ini bukan rumah lagi baginya, Leo selalu mengatakan itu di pikirannya.
Suara tepuk tangan dan nyanyian membuyarkan lamunan Leo, didepannya kini sudah tersaji beberapa makanan kesukaannya dan juga kue ulang tahun. Padahal ini hari ulang tahunku tapi kenapa rasanya aku gak bahagia?batin Leo.
"Selamat ulang tahun tuan Leo." Satu persatu pelayan Leo mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Leo menangis, ia harusnya bersyukur orang orang disekelilingnya masih menyayanginya walaupun ia tidak bisa merayakan bersama kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Dreams
Teen FictionKatanya, setiap orang pasti memiliki mimpi. Namun tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Ada yang menyerah ditengah jalan, ada yang berhenti bahkan sebelum memulai. Tuntutan keluarga menjadi salah satu alasan yang paling menyebalkan dimasa r...