Sore itu hujan turun begitu deras dan tidak terkendali. Harusnya aku dan Kak Irham berangkat ke Bali sejak sepuluh menit yang lalu. Tapi seluruh keluarga melarang kami untuk berangkat. Alhasil kami tunda keberangkatannya.
Et, bukan menunda melainkan membatalkan.
Kucoba mengeluarkan kembali seisi barang yang ada di dalam koper, mencoba membuang jauh-jauh harapan untuk pergi ke bali. Jujur saja ini momen langka untukku.
Pergi ke Bali memang sangat aku idam-idamkan. Tapi harapan itu sirna, semesta seakan tak mengijinkan aku untuk pergi ke sana.
"Sepertinya dari tadi ada yang melamun, kenapa?" tanya Kak Irham yang mungkin sedari tadi memang sedang memperhatikan pergerakan ku. Karena memang Kak Irham juga ikut mengeluarkan barang dalam kopernya.
Aku pun menggelengkan kepala, sebelum akhirnya menjawab. "Enggak kenapa-napa, kok."
"Masih pengen pergi yah, De?"
Aku kembali menggelengkan kepala dan menjawab tidak. Karena tidak mungkin juga aku harus berkata jujur kalau aku ingin pergi ke tempat itu dalam kondisi cuaca ekstrem.
"Yakin?" Ka Irham yang kembali bertanya seakan mendesakku untuk jujur.
"Yakin, Kak. Lagian Next time kalau ada kesempatan kita bisa kesana lagi, kan!"
Kak Irham mencoba mengangguk pelan saat menatap ke arahku dengan seksama, dirinya mencoba mencari kebohongan dalam wajahku. Sebelum akhirnya dia kembali berkata. "Gimana kalau kita pergi ke Jogja, De?"
Aku terdiam untuk sesaat. "Bandung aja, gimana?"
"Kenapa bandung? Kenapa kita gak ke Jogja aja, de ....! Serunya dengan nada sarkas.
"Bandung, Kakak! Anisa pengen banget kesana,"
"Jogja lebih enak, De!"
"Bandung juga enak kok, malah lebih enak dari jogja dan banyak tempat wisatanya," jawabku bersikukuh.
"Istri Kakak sok tau nih! Emang adek udah pernah ke Jogya?" tanya nya yang membuat aku terdiam sebelum akhirnya menggelengkan kepala.
Jujur sih, aku memang belum pernah ke Jogya, karena Bunda tidak pernah mengininkan anak gadisnya berlibur dengan geman-teman. Tapi sebenernya, entah kenapa aku malah ingin sekali berlibur ke bandung, atau tidak ke Lombok. Pulau terkenal romantis dan sangat cocok untuk pergi bersama pasangan.
"Istri Kakak lucu banget sih kalau lagi berdebat gini. Jogja juga gak kalah enak kok, de. Malah di sana banyak tempat wisata yang romantis," ucapnya yang membuat aku menaikan sebelah alis.
Entah kenapa aku dan Ka Irham malah memperdebatkan hal kecil layaknya anak bocah yang sedang di beri pilihan oleh orang tuanya. Tapi aku suka, suka akan hal kecil seperti ini.
Aku pun kembali terdiam dan melanjutkan kembali proses rapi-rapinya. Beda halnya dengan Kak Irham, yang seperti sedang berpikir keras.
"Bagaimana kalau kita ke lombok saja?" usul ka Irham yang langsung membuat senyumanku merekah dan aku setujui.
"Anisa baru saja mau bilang itu, Kak. Ekh udah didahului sama Kakak. Akhirnya ada juga pilihan yang sepemikiran," kataku yang membuat kami saling melempar senyuman satu sama lain.
Tak terasa barang yang kami rapikan kini sudah tertata rapi di dalam lemari, begitu juga dengan pakaian suami ku yang disusun rapi di dalamnya.
"Akhirnya selesai juga," ucapku menggumam.
"Ada lagi gak yang bisa Kakak Bantu?" tanya Kak Irham yang kini sedang duduk di tepi kasur sembari menatap ke arah ku.
Aku menggelengkan kepala, sebelum akhirnya menjawab tidak.
"Duduk sini, De!" pintanya seraya mengepuk kasur di sebelahnya.
Kucoba melangkah dengan perlahan dan duduk tepat di sampingnya.
"Kakak boleh nanya gak?" tanya Kak Irham yang membuatku sedikit takut.
Kak Irham mau nanya apa yah? Kenapa aku malah takut begini saat akan ditanyainya.
"Boleh. Emangnya Kakak mau tanya apa?" tanyaku yang membuat dia merubah posisinya dan menghadap ke arahku.
Ka Irham meraih ke dua tanganku dan bertanya. "De bahagia gak sama pernikahan ini?"
Aku terdiam untuk sesaat dengan tatapan hening. Sebelum akhirnya menjawab pertanyaan yang di lontarkan Kak Irham.
"Insya Allah Anisa bahagia, kalau De enggak bahagia, berarti Kakak harus berusaha sekuat tenaga untuk bisa buat aku bahagia." Jawabku tersenyum.
Ka Irham membalas senyumanku dan mengangguk pelan."Kakak Janji sebisa mungkin akan buat De bahagia. Tapi Kakak juga manusia biasa yang terkadang berbuat khilaf. Kalau pun itu terjadi dan Kakak tidak bisa membuat istri Kakak bahagia, tolong ingatkan Kakak."
"Ka Irham jangan bilang begitu, Kita sama-sama belajar buat saling melengkapi satu sama lain," jawabku yang malah sedih saat mendengarnya.
Ka Irham pun mengangguk sebagai tanda mengerti dan mengusap lembut tanganku.
"Kalau seandainya usaha yang Kakak Rintis itu bangkrut, apa De tetap mau bertahan sama, Kakak?"
Pertanyaan macam apa itu. Jelas saja aku akan bertahan di saat suka maupun duka.
"Itu sudah pasti, Kak. Tolong jangan bicara seperti itu. Kita jalani semuanya secara natural. Untuk urusan kedepannya hanya Allah yang tau dengan apa yang terjadi pada kita," jawab ku mencoba meyakinkan Kak Irham.
Tanpa Ragu Kak Irham langsung mendekapku ke dalam pelukannya, menyapu lembut area kepalaku dengan sentuhan tangannya.
Aku kembali merasakan kegelisahan yang teramat dalam lubuk hatiku. Kembali tenggelam dalam imajinasi ku yang entah kemana.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Karena Cinta
Romance"Ukhti Anisa kamila Khiyari. Mau kah engkau menerima khitbah ku?" ucap seorang lelaki yang saat itu jadi motivator di acara seminar. Dirinya secara tiba-tiba mengkhitbah seorang perempuan di depan banyak orang. Dalam sekejap suara bergemuruh dalam r...