“Jangan sampai napas gue terbuang sia sia. Jangan sampai pokoknya,” gerutu Nana sesampainya di kelas. Perasaannya sudah tidak enak melihat bangku bangku itu masih berjajar rapih dan aroma kelasnya pun masih sesejuk embun pagi.
Krik ... krik ... krik.
Satu kesalahan yang tidak Nana sadari sebelum bergegas ke kampus. Dia lupa memeriksa ponselnya yang mungkin saja terdapat pengumuman baru terkait kelas hari ini.
“Kapan sih dosen nggak sesuka hati ngejadwalin ulang mata kuliah? Gue jadi kufur nikmat kan gara gara bangun rusuh dan jadi mahasiswi taat dadakan. Mana temen gue semuanya anak kupu kupu lagi".
Perutnya tiba tiba berbunyi meminta jatah. Karena kesal, Nana menepuk perutnya gemas. “Diem lo nggak usah manja. Tahan lapar bentar, gue lagi misuh misuh. Ngertiin napa,” ucap Nana menunduk pada perutnya. Siapa saja yang melihat adegan itu pasti sudah mengira Nana adalah orang gila glow up.
Untuk mengisi perut yang sudah berdemo minta nafkahnya, akhirnya Nana melangkahkan kaki ke kantin kampus. Tuh kan baru saja membayangkan nasi lengko khas bi Wena, perutnya malah semakin melunjak. Tidak disangka, di tengah perjalanan Nana bertemu Roy yang sudah menggandeng perempuan lain.
“Bi, nasi lengko campur bakso satu, ya?!” Nana mengeluarkan ponsel lantas membaca percakapan group. Setidaknya untuk menyibukan diri dari satu hawa bersama mantan, kegiatan ini cukup menguntungkan. Membaca satu per satu guyonan teman segroupnya berhasil membuat Nana tersenyum. Kadang mereka juga rese kalau sudah bercanda di luar batas.
Cukup bosan menunduk fokus ke ponsel, Nana mengerlingkan pandangan ke segala penjuru arah. Kebetulan sekali matanya terpaku pada dua pasangan mesra yang saling bersenda gurau tidak jauh dari jangkauannya. Mereka adalah Roy dan siapa deh perempuan itu? maaf saja, Nana tidak terlalu mengenal anak fakultas lain.
“Roy, Roy, untung lo bukan Roy Kiyoshi yang bisa baca pikiran gue,” batin Nana masih memerhatikan keduanya.
Tangan yang dulu mengusap lembut pipinya sekarang sudah beralih menjadi milik orang. Apalagi senyum manis Roy yang dulu pernah menenangkannya disaat gundah, kini terumbar bebas. Duh mengingat betapa lemahnya ia saat kebucinan Roy, rasanya Nana ingin muntah semen cap tiga roda.
Merasa sedang ditatap, Roy pun menoleh ke arah Nana. Alih alih mengalihkan pandangan, Nana malah menjulurkan jari tengahnya seraya menaik turunkan alis. Sekalinya buaya tetaplah buaya, bukannya mengurus pacar baru, Roy malah meminta pacarnya pergi lantas laki laki itu bangkit menghampirinya.
“Na, gimana kabar lo?” tanya Roy lembut seolah-olah kejadian kemarin cuma sebatas angin lewat.
“Nangis darah gue. Ya lo liat aja gue gimana sekarang?” jawab Nana berusaha untuk tenang dan tidak meluapkan emosi.
Roy mengembuskan napas gusar. Wajahnya seolah menunjukan penyesalan paling dalam. Menarik kursi kosong di samping Nana, Roy ikut duduk seraya menatap gadis itu sayu.
“Maaf, gue bener-bener minta maaf. Gara-gara gue, loe jadi semenderita ini. Tapi, Sekali lagi gue minta maaf. Kita nggak bisa balik kayak dulu lagi, gue udah punya pac-“ Pernyataan Roy membuat alis Nana berkerut dan membuatnya jijik di waktu bersamaan.
“gila lo! Ko lo jadi ngelantur gitu?! Dasar aneh! Bisa-bisanya gue dulu pacaran sama loe!” ujar Nana menunjukan ekspresi tidak senang. Ego di atas segalanya lalu menjadikan logika paling benar, Roy menarik lengan Nana paksa hingga berbalik. Dia tidak mungkin salah lihat saat tatapan Nana menjurusnya pilu, seolah menjeritkan perasaan bahwa dirinya dilanda kehampaan setelah keputusan kemarin.
“Benih keturunan gak jelas lo, Roy. Rese!” teriak Nana menarik atensi pengunjung kantin. Angin berembus kencang, kebetulan sekali letak kantin berada di belakang kampus yang memiliki halaman luas berpasir. Otomatis saat angin berembus, pasir pasir itu pun memasuki mata Nana sampai membuatnya berair.
“Apa? Tadi loe bilang apa? Apa yang salah sama omongan gue tadi? Bukannya loe natap gue tadi bareng najma dengan ekspresi sedih ya? Gue dateng ke sini buat nenangin lo, Na. Makanya gue nyuruh Najma pergi. Ah, gue harap, setidaknya kita masih bisa berteman. Sumpah Na, maaf kalau kemarin ada ucapan yang bikin lo sa-“ Belum selesai Roy bicara, Nana pergi begitu saja seraya mengusap matanya yang berair saat nasi lengko dan bakso pedas sudah terbungkus rapih oleh Bi Wena.
“Kalau gue tahu Roy sebenernya gobl*k, nggak bakal gue pacarin dia. Dasar gila!” teriak dewi Nana kesetanan.
Roy mengusap wajah frustrasi karena merasa bersalah sudah membuat Nana menangis. Sungguh dia tidak bermaksud sekasar itu saat memutuskan hubungan. Dia hanya shock mengetahui fakta kalau Nana bisa sekasar itu.
“Lo bener bener masih cinta sama gue ya, Na? Sorry, gue udah ninggalin lo saat lo masih mendem perasaan itu. Maafin gue Na, gue emang brengsek,” ucap Roy sendu masih memerhatikan punggung kecil Nana.
Di sisi lain, Nana misuh misuh mengusap matanya yang kemasukan debu. “Yah, kan mata gue jadi merah. Aish dasar Roy gila! Drama banget hidupnya.”
ponselnya bergetar menandakan pesan masuk. Nana merogoh saku celananya lantas membuka notifikasi.“Selamat pagi, berhubung saya berhalangan hadir sampai dua minggu kedepan. Saya akan melampirkan beberapa tugas individu dan kelompok untuk memenuhi ip kalian di akhir semester nanti. Kosma harap kondisikan siapa saja kelompoknya ya?”
Sekalian sial, Nana membasuh seluruh wajahnya karena lagi lagi ada dosen yang seenak jidat.
“WOOOO~, GUE KESEL BANGET!” teriak Nana tidak tahu malu.***
Nana duduk di kursi taman depan kampus untuk meredakan emosinya sejenak. Gadis itu tidak melakukan apapun kecuali melamun dan menyumpah serapahi Roy dalam hati.
“Cowok cakep juga bisa bego. Cuma gara gara gue liatin dia dari jauh, Roy nganggep gue masih tergila gila? Wah emang paling cocok gue jadi sarjana psikolog, manusia udah mulai gila soalnya,” gumam Nana menggelengkan kepala tidak habis pikir.
Rindang pohon mangga dan bunga bunga bermekaran di taman yang tersapu angin pun seperti membelai lembut kedua matanya. Suasana taman tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa mahasiswa atau mahasiswi lain sedang berdiskusi ringan dan berleha leha seperti dirinya.
Ngantuk. Nana menguap, niat setelah membeli bakso dan nasi lengko akan pulang pun, ia urungkan karena terlalu malas berjalan kaki.
Saat matanya mulai mengedip berat, ada seorang laki laki berperawakan tinggi dan tegap dengan bahu kiri menenteng ransel serta tangan kanan menahan halaman buku yang sepertinya sedang dibaca, berjalan menghampiri kursinya. Nana masih belum sadar karena ngantuk mulai mendominasi.“Gue boleh duduk di sini?” tanya laki laki itu masih berdiri menunggu persetujuan Nana.
“Hmm.” Nana bergumam asal menepuk tempat kosong di sampingnya dengan mata setengah terbuka. Laki laki itu tersenyum simpul lantas duduk tenang kembali membaca buku yang sempat terpending.Sangking ngantuknya, Nana tertidur pulas menyender pada sandaran kursi dan tidak memedulikan orang asing yang duduk di sampingnya. Sedangkan laki laki itu tetap tenang membaca ditemani suara napas Nana yang berderu deru.
Hingga akhirnya beberapa menit berlalu, tiba tiba saja kepala Nana terjatuh menyender pada bahu kokohnya dan menggeliat rusuh mencari kenyamanan. Tidak ada reaksi apapun dari laki laki itu, ia tetap tenang seraya fokus membaca lantas membiarkan Nana tidur di bahunya.
Alleia lubna (Arteta)
Hallo readers...
Sebelumnya aku minta maaf belum sempat menyapa di chapter 1.
Terimakasih banyak untuk semua teman-temanku yang sudah mensuport ceritaku yang baru saja dipublikasikan,
Untuk cast, kalian bisa berimajinasi sesuai tipe kalian sendiri ya ☺️
Vote sama comment ya☺️, bagi yang sudah vote dan comment di chapter sebelumnya sekali lagi terimakasih banyak ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Nice To Meet You 'Arteta'
Romance"Karena kualitas gue di atas rata rata, tutup mulut busuk kalian yang mengkampanyekan girl support girl. Gue nggak butuh." Lubna disukai banyak pria dan dibenci sekelompok kaum hawa. Memiliki deretan mantan pacar yang bisa membentuk tim kesebelasan...