2.

216K 20.9K 1.4K
                                    

"AAAAAAAAAA–" terdengar suara teriakan dari dalam kamar mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"AAAAAAAAAA–" terdengar suara teriakan dari dalam kamar mandi.

Irawan, Sarah, dan dokter itu pun berlari menuju ke arah kamar mandi, dan mengetuk pintu kamar mandi. Setelah beberapa kali mereka mengetuk-ngetuk pintu, akhirnya Axelia pun membuka pintunya.

"Om, kok muka saya jadi gini, om?" Tanya Axelia panik.

"Cla, wajah kamu emang gini." Jawab Irawan.

"Ini bukan wajah saya, om. Dokter, saya nggak dioperasi plastik, kan dok?" Tanya Axelia kepada Dokter tersebut.

"Cla, kamu ini kenapa sih? Ini wajah kamu, Cla. Gak ada yang berubah sedikit pun." Ucap Sarah.

"Kalian tenang dulu ya! Ayo Clarissa kita kembali dulu ke ranjang kamu, biar saya periksa terlebih dahulu!" Ucap sang dokter.

Axelia pun menuruti ucapan sang dokter. Ia berjalan menuju ke ranjangnya, tanpa bantuan siapa pun. Dokter pun langsung memeriksa semuanya secara detail.

"Bagaimana semua ini terjadi?" Gumam dokter itu.

"Apanya dok?" Tanya Axelia dengan polosnya.

"Waktu kemarin kamu dibawa ke sini, kamu itu mengalami koma. Bagaimana bisa kamu langsung Sehat seperti ini?" Tanya dokter itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Dan itu, bagaimana kaki dan tangan kamu bisa digerakan dengan bebas, harusnya kaki kamu ini lumpuh dan tangan kamu mengalami patah tulang?"

"Hah, dokter doain saya supaya lumpuh dan patah tulang, gitu?" Cengo Axelia.

"Bukan seperti itu. Saya hanya penasaran kenapa kamu bisa pulih dengan waktu yang secepat ini?"

Ini dokter, gila apa gimana? Jelas-jelas gue kan lagi tidur tadi. Gue gak ngalamin kecelakaan atau apa pun itu njir. Batin Axelia.

"Saya emang gak kenapa-napa, dok."

"Pak bu, sepertinya anak kalian mendapat keajaiban dari Tuhan. Karena sampai saat ini, saya belum pernah melihat kejadian yang seperti ini. Dan anak bapak dan ibu sepertinya mengalami amnesia. Anak kalian sudah diperbolehkan pulang hari ini. Saya permisi dulu ya pak, bu!" Ucap dokter tersebut hendak melangkahkan kakinya untuk pergi dari ruangan tersebut.

"Eeeh tunggu dulu, dok! Ini muka saya gimana, kok jadi gini? Walau pun muka ini cantik banget, tapi ini bukan muka saya, dok."

"Itu wajah kamu kok, dek." Dokter itu pun benar-benar pergi sekarang.

Njir ini gimana ceritanya? Kok gue bisa jadi gini sih njir? Axelia menjambak rambutnya frustasi "AAAAAAAAAAA" Axelia berteriak sekencang-kencangnya.

"Cla, kamu tenang dulu oke!" Ucap Sarah berusaha menenangkan anaknya.

Duh nih ibu-ibu sama bapak-bapak, siapaaa lagi? Nambah beban pikiran aja. Temen-temen gue kemana lagi anjrit iih? Batin Axelia.

"Cla, dengerin kita! Nama kamu itu Clarissa dan kita itu orang tua kamu, Cla. Kamu itu anak mama sama papa, Cla." Ucap Irawan.

Duh gue jawab apa, ya? Gue iyain aja kali, ya biar cepet? Axelia kebingungan harus menjawab apa. Sebenarnya ia ingin mengelak. Namun, melihat raut wajah kedua orang itu dan juga kondisi wajahnya saat ini, Axelia menjadi kasihan kepada Irawan dan Sarah. Jika ia mengelak pun, mereka tidak akan mempercayainya.

"Oke, nama aku Clarissa dan kalian orang tua aku. Tapi, kita ada di mana? Jakarta? Bandung? Depok? Atau di dunia lain?" Tanya Axelia.

"Kita di Bandung, nak. Dari dulu, kita tinggal di Bandung, kota kelahiran kamu." Jawab Sarah yang langsung diangguki oleh Irawan.

Nah loh, di Bandung gak tuh? Mampus gue. Mana gue gak pernah main ke luar kota, lagi. Gimana mau pulang ke Jakarta?

"Yaudah, kita pulang sekarang, ya! Anak papa pinter banget, sembuhnya cepat." Ucap Irawan sembari tertawa manis kepada anaknya.

"Iya dong, siapa dulu mamanya?" Sahut Sarah.

Nih orang udah salah, PD banget lagi bilang 'siapa dulu mamanya'. Cibir Axelia.

Kini mereka sedang berada di perjalanan menuju ke rumah milik Irawan dan Sarah. Di sepanjang perjalanan hanya ada keheningan, tidak ada yang berniat untuk membuka suara. Di sepanjang perjalanan itu pula, Axelia melamun sembari memperhatikan jalanan. Ia masih merasa tidak percaya dengan apa yang terjadi kepada dirinya. Semuanya terasa sangat tidak masuk akal.

Kini mereka telah sampai di rumah Irawan. Axelia langsung diantarkan ke kamarnya oleh kedua orang tuanya. Ia memperhatikan setiap sudut ruangan tersebut.

"Njir nih kamar udah kayak kamar bocil, warnanya pink semua njir. Kamarnya juga luas banget, bisa nih gue ajak satu kelurahan ke kamar. Dari depan gerbang aja udah keliatan sih seberapa gedenya rumah ini." Gumam Axelia.

Axelia pun membaringkan tubuhnya di atas ranjang yang lebih nyaman daripada sebelumnya. Karena Axelia termasuk ke dalam golongan orang-orang pelor, jadi tanpa berlama-lama kini ia sudah pergi ke alam mimpinya.

Kini Axelia sedang berada di sebuah taman yang sangat indah. Ia melihat berbagai macam bunga-bunga yang indah. Di sana tidak ada yang namanya bunga bangkai, semuanya terlihat indah dan juga wangi.

"Hai!" Sapa seorang gadis yang sedang memakai baju berwarna putih.

Axelia pun merasa sangat terkejut ketika melihat seorang gadis berdiri tepat dihadapannya. "Weh astagfirullahaladzim nih orang ngagetin aja, ya." Clarissa mengusap-usap dadanya.

"Hehe maaf. Kaget ya?" Tanya gadis itu.

"Pake nanya lagi, lo. Lo siapa si?" Tanya Axelia.

Gadis itu mengulurkan tangannya untuk mengajak Axelia berjabat tangan. "Kenalin, gue Clarissa yang asli. Gue pemilik raga yang lo tempatin saat ini."

Axelia pun membalas uluran tangan dari Clarissa. "Bentar! Lo yang punya raga yang gue tempatin? Maksudnya?"

"Entah gimana caranya, tapi tanpa sengaja lo itu bertransmigrasi ke dalam raga gue." Jelas Clarissa.

"Enggak mungkinlah. Mana ada transmigrasi-transmigrasi kayak gitu. Itu tuh cuma ada di dongeng doang, bro." Axelia tidak mempercayai perkataan Clarissa.

"Terserah lo mau percaya atau enggak. Tapi, emang itu kenyataannya."

Axelia terdiam sejenak. "Lah terus kalo raga lo gue tempatin, jiwa lo ada di mana maemunah? Terus tubuh gue gimana?"

"Gue udah meninggal gara-gara kecelakaan kemarin." Clarissa tersenyum getir. "Tubuh lo sekarang koma, karena lo lagi nempatin raga gue. Gue juga belum beristirahat dengan tenang, karena gak ada raga yang bisa gue tempatin. Kalo lo izinin, gue mau ambil raga lo dan gue ganti dengan raga gue, lebih simpelnya kita barter."

"Heh jangan ngadi-ngadi lo. Walau pun raga lo cantik, tetep aja gue gak mau. Gue pengen balik ke raga gue yang asli lah, bego. Lo tau kan caranya? Gue gak betah di sini, gak ada yang gue kenal juga."

"Gue emang tau cara ngembaliin lo ke raga asli lo. Tapi, ada syaratnya."

"Ah elah, lo udah meninggal juga, masih aja harus pake syarat-syaratan."

"Ini adalah satu-satunya kesempatan buat gue. Jadi, gue mau gunain ini dengan sebaik mungkin."

"Yaudah, buruan syaratnya apa?"

I'm Not Clarissa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang