Jooheon bergegas menuju ke rumah sakit begitu mendapat kabar bahwa Changkyun sudah sadar.
Rasa lega membanjiri hatinya ketika ia melihat mata yang sudah tertutup selama beberapa hari ini, kini terbuka, menampilkan binar yang amat sangat dirindukannya itu.
"Kyun. Bagaimana perasaanmu hm?"
Changkyun tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja hyung. Hanya terasa sakit di beberapa bagian tapi aku bisa menahannya."
Jooheon pun langsung terlihat cemas. "Apa sesakit itu? Perlu kupanggilkan dokter?"
Changkyun menggeleng pelan. "Hyung. Duduk sini." Ucapnya sambil menepuk sisi ranjangnya yang kosong dan tentu saja dituruti oleh yang lebih tua. "Hyung... Apa sudah bertemu dengan Wonwoo hyung?"
Rahang Jooheon mengeras. "Kenapa?"
Lagi-lagi, Changkyun tersenyum kecil. "Kalau begitu tugasku sudah selesai."
"Apa maksudmu Kyun?" Tanya Jooheon tidak suka.
"Sudah tidak ada lagi yang menghalangi hubungan kalian. Aku tahu kalian masih saling mencintai maka dari itu aku-"
"Bisakah kau berhenti egois dan memikirkan perasaanku juga?"
Changkyun terdiam, menatap raut wajah Jooheon yang tidak terbaca.
"Bukankah sudah kukatakan waktu itu? Aku memilihmu. Kau. Im Changkyun. Apa perkataanku waktu itu kurang jelas?"
"Hyung, aku-"
"Apa kau pikir perasaanku ini hanyalah sebuah mainan? Yang bisa kau serahkan begitu saja seenaknya?" Jooheon menghela nafas gusar kemudian bangkit berdiri. "Kurasa aku harus pergi."
"Hyung-" Changkyun yang lupa akan kondisinya pun langsung duduk dan kemudian mengaduh tanpa suara ketika rasa sakit itu kembali menyerang tubuhnya. Lelaki manis itu hanya bisa menatap sendu ke arah pintu yang baru saja tertutup rapat.
***
Jooheon tidak pergi terlalu jauh, hanya menenangkan diri di taman rumah sakit. Ia tidak bermaksud untuk berkata sedingin itu kepada Changkyun, tapi ia benar-benar tidak bisa menahan emosinya tadi.
Jooheon menarik nafas dalam sebelum menghembuskannya perlahan.
"Hyung?"
Jooheon menoleh dan langsung berdiri untuk menghampiri sosok mungil yang mengenakan baju pasien yang berdiri tidak jauh darinya.
"Kenapa kemari??" Tanya Jooheon yang tidak sadar nadanya sedikit membentak, membuat Changkyun sedikit terkejut dan langsung menundukkan kepalanya.
"H-hyung... Jangan marah." Lirihnya membuat Jooheon tersadar.
"Maaf... Aku... Hanya khawatir." Ucap Jooheon sambil mengusap pipi Changkyun yang sedikit tirus. "Kita kembali ke kamar ya."
Changkyun mengangguk kemudian berbalik, hendak berjalan sambil memegangi perutnya yang masih terasa nyeri dan Jooheon yang melihatnya pun tidak tinggal diam. Yang lebih tua langsung mengangkat tubuh mungil Changkyun dan menggendongnya ala bridal.
"H-hyung..." Cicit Changkyun dengan pipinya yang memerah. "T-turunkan aku. Aku masih bisa berjalan." Ucapnya sambil menghindari tatapan para pengunjung rumah sakit.
"Tidak." Tolak Jooheon tegas dan tetap berjalan biasa tanpa terganggu sedikitpun. Membayangkan tadi Changkyun harus berjalan tertatih untuk menyusulnya ke taman rumah sakit membuat dada Jooheon sesak. "Abaikan saja mereka. Sebentar lagi sampai di kamarmu."
Benar saja, tidak sampai 5 menit, keduanya sudah sampai di kamar rawat Changkyun. Jooheon mendudukkan Changkyun di pinggir kasur -atas permintaan si mungil- kemudian menarik kursi dan duduk di depan Changkyun.
"Maaf." Ucap Jooheon sambil menggenggam kedua tangan Changkyun. "Tidak seharusnya aku membentakmu seperti itu tadi."
"Eumm... Maafkan perkataanku juga hyung." Changkyun menunduk, menatap tangannya yang digenggam oleh Jooheon. "Maaf karena aku egois dan tidak memikirkan perasaanmu hyung."
Jooheon menggeleng pelan. "Apa... Kau sungguh-sungguh dengan ucapanmu tadi?"
Changkyun mengangkat kepalanya dan menatap Jooheon dalam. "Hyung... Aku..."
"Apa kau sungguh-sungguh ingin aku dan Wonwoo kembali bersama?"
Changkyun tidak tahu, tapi tanpa dikomando, matanya terasa panas dan dadanya terasa sesak hingga tanpa sadar, bibir Changkyun sudah meloloskan isakannya membuat Jooheon menghela nafas lega.
"Dasar bodoh."
"Hiks... Hyung..."
"Sudah jangan menangis."
Changkyun berusaha keras untuk menghapus air matanya dengan kepalan tangan mungilnya namun sia-sia karena air matanya tidak bisa berhenti mengalir.
Jooheon tersenyum kecil, menghentikan pergerakan tangan Changkyun kemudian mengecup lembut bibir yang lebih muda, membuat Changkyun terdiam dan menatap Jooheon dengan wajah sembabnya.
"Aku mencintaimu." Ungkap Jooheon sambil tersenyum lembut dan mengusap pipi Changkyun. "Maaf jika memerlukan waktu yang cukup lama bagiku untuk mengatakannya. Aku juga berterima kasih karena kau masih bertahan di sisiku."
Jooheon menundukkan kepalanya. "Maafkan sikap burukku dulu. Sejujurnya... Aku hanya takut kejadian dengan Wonwoo akan terulang lagi denganmu. Kupikir karena kalian saudara, kau juga pasti akan melakukan hal yang sama padaku. Meninggalkanku, di saat aku sudah memantapkan hati dan pilihanku."
"Hyung..." Changkyun bergerak maju kemudian memeluk Jooheon. "Aku... tidak akan meninggalkanmu."
"Hmm... Aku tahu." Gumam Jooheon sambil balas memeluk Changkyun.
Changkyun memundurkan tubuhnya kemudian mengecup pipi Jooheon dengan kilat dan terkekeh dengan wajah sembabnya, membuat Jooheon harus menahan agar tangannya tidak mencubit hidung Changkyun yang memerah.
"Hehe~ sekarang kita impas."
Jooheon menggeleng tidak setuju. "Baru impas jika begini..."
Jooheon menarik tengkuk Changkyun kemudian menempelkan bibirnya pada bibir Changkyun, melumat lembut bibir yang lebih muda tanpa ada nafsu di dalamnya.
Jooheon hanya ingin menunjukkan seberapa besar perasaannya kepada Changkyun, pemuda mungil yang sudah berhasil menggeser posisi Wonwoo di dalam hatinya dalam waktu yang cukup singkat.
Jooheon melepas ciumannya kemudian menempelkan keningnya pada kening Changkyun.
"Aku mencintaimu."
"Eung... Aku juga mencintaimu hyung."
Keduanya tersenyum bahagia dan menghabiskan sisa hari dengan berpelukan di atas kasur atas permintaan Changkyun dan berakhir tertidur dengan Jooheon yang memeluk Changkyun dengan posesif dan Changkyun yang bersandar nyaman di dada Jooheon.