Bab 7. Lebih dari Teman

37 30 14
                                    


Syila masuk ke dalam apartemennya dengan senyum yang mengembang. Hari sudah cukup larut, tapi sepertinya ia tidak merasakan lelah sedikit pun, padahal kegiatannya hari ini cukup padat. Sangat berbeda dengan Syila yang biasanya, pulang kuliah atau kerja muka ditekuk karena rasa lelah yang menumpuk.

Rania yang sedari tadi bosan menunggu Syila di apartemennya hanya bisa menggerutu. Kalau dipikir-pikir ia selalu saja ditinggal sendiri di apartemen oleh Syila. Maklum selain mahasiswa tingkat akhir, kegiatan Syila juga cukup banyak.

“Ya ampun, Syila, lo ngapain senyum-senyum gitu, lo gila, Kerasukan? Kalau ada masalah cerita ke gue.” Rania seketika datang ke arah Syila dengan mukanya yang dibuat sekhawatir mungkin. 

“Enggak, kok, gue gak papa,” jawab Syila masih dengan senyum yang mengembang.

Sepertinya harinya sangat menyenangkan sampai membuatnya tidak bisa berhenti senyum. Bahkan setelah pertanyaan konyol dari Rania, ia tetap tidak merengut sebal. 

“Ah, gue tau nih, lo mesti abis jalan sama Arkan, kan?” tanya Rania sambil menaik-turunkan alisnya.

“Kok lo tau sih?” tanya Syila penasaran.

“Iyalah, si Arkan baru aja posting foto lo pake caption love, cie sweet banget sih,” ucapnya antusias dengan senyum merekah.

Syila yang digoda oleh Rania hanya bisa senyum-senyum sendiri. Ia membayangkan Arkan yang akhir-akhir ini bersikap manis kepadanya. 

Seharian Syila dibantu Arkan untuk mengerjakan tugas akhir, lalu berakhir dengan diberi kejutan kecil dari Arkan di sebuah taman dengan lampu kerlap-kerlip yang begitu indah. 

Bagaimana mungkin perasaannya tidak sesenang itu. Ia masih gadis normal yang berbahagia dengan sikap romantis lawan jenisnya. Meski sering merasa risih dengan banyak lelaki yang mendekatinya, ia tidak bisa membohongi perasaannya mengenai sikap Arkan yang hampir berhasil menembus benteng pertahanannya.

“Jadi gimana?” tanya Rania penuh goda.

“Gimana apanya?”

“Hmm, masa gak tau sih,” ucap Rania masih dengan senyumnya yang menggoda.

Senyuman yang membuat Syila hampir merasa jijik dan ia juga tidak mengerti maksud ucapan sahabatnya itu. Saat Syila hanya diam sambil menunjukkan tatapan penjelasan dari Rania, sahabatnya itu malah senyam-senyum tidak jelas seperti gadis yang sedang bermanja-manjaan dengan kekasihnya.

“Apaan si lo, jijik gue.”

Rania akhirnya cemberut dengan sikap sahabatnya yang sangat tidak peka itu. Bibirnya mengerucut beberapa saat sampai akhirnya mengutarakan maksudnya pada Syila.

“Maksud gue hubungan lo sama Arkan gimana? Udah jadian belum? Gitu aja gak peka,” ucapnya dengan jengkel.

“Oh, itu ....” Syila menimbang jawabannya, “masih belum.”

“Hah, kok belum, sih?”

Syila hanya mengendikkan bahu tanda tak tahu. Sebelum ditanya-tanya lagi oleh Rania, ia memilih kabur untuk mandi.

“Ini giliran udah ada yang sayang malah gak sayang-sayangan, gimana si mereka? Gak ngerti gue sama mereka. Arkan juga jadi cowok sukanya diam di tempat, tolol banget tuh orang,” monolog Rania dengan menahan kesal. Syila yang belum jadian, ia yang kesal.

____

Syila membuka ponselnya kala melihat notifikasi dari Arkan. Akhir-akhir ini Arkan juga jadi sering bertukar kabar melalui chat. Malam ini, ia ditanya apakah sudah makan apa belum. Bahkan Arkan mengingatkannya untuk jangan tidur terlalu malam.

Maaf, Aku Belum Mencintaimu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang