8. Protokol Salinan

66 24 5
                                    

MISTERI SI GADIS KUCING

Bagian 8
Protokol Salinan

---

Masalah ini seolah menjadi parasit yang menjalar menggerogoti sendi-sendi kehidupanku. Dua hari yang lalu aku masih menjalani kehidupan normal, namun kini aku harus dihadapkan dengan permasalahan yang semakin hari semakin merepotkan. Sejatinya bisa saja aku kabur dari semua ini. Lagipula tidak ada orang yang peduli dengan kasus pembunuhan seorang karyawan toko. Tetapi, entah kenapa aku malah merasa yang paling bertanggungjawab atas semua ini.

Kasihan Mas Bondan. Kematiannya tak dianggap penting oleh orang-orang. Bahkan oleh pihak berwajib yang seharusnya mengupayakan kasus ini dengan usaha lebih. Bukan malah memakai jasa detektif swasta macam Bromo. Dengan tidak mengurangi rasa hormat atas usaha Bromo sejauh ini, sepertinya lebih baik kalau pihak kepolisian juga turut langsung ikut serta. Mereka mempunyai banyak fasilitas penunjang dan juga relasi yang tentu saja mampu memudahkan penyelidikan cepat selesai.

Susah memang kalau apa-apa dinilai berdasar uang. Kemanusiaan pun rela tersisihkan. Lagipula, Mbak Rina sungguh egois. Seharusnya ini adalah masalahnya. Alih-alih turut membantu penyelidikan kasus kematian suaminya, dia malah pergi bersama laki-laki lain.

Kini, Bromo, harapan satu-satunya untuk mengungkap kasus ini telah tumbang. Dia terbaring koma di ranjang Rumah Sakit. Maafkan aku Bromo, aku telah lancang membuka dompetmu. Habis bagaimana lagi? Dengan apa aku harus membayar biaya administrasi rumah sakit? Kalau aku punya, pasti sudah ku pakai dulu uangku. Untungnya orang semacam dia memiliki kartu asuransi premium. Asuransi yang hanya bisa dimiliki oleh para profesional di bidang hukum. Sehingga tak perlu harus ku khawatirkan berapapun biayanya.

Banyak orang merasa heran dengan sebegitu mengenaskannya efek yang dihasilkan oleh serangan kucing liar. Seliar-liarnya kucing, paling parah biasanya hanya luka luar semacam sayatan yang hanya menimbulkan rasa perih. Adapun infeksi jangka panjang yang menyebabkan gejala macam orang keracunan. Tetapi kali ini lain. Kata Dokter, infeksi ini bisa lebih cepat menjalar kemungkinannya karena adanya pengaruh mutasi bakteri dari dalam tubuh kucing liar tersebut. Sehingga efek pusing yang begitu hebat seketika dialami Bromo hingga pingsan.

Tetapi itu juga baru kemungkinan. Dokter tidak berani menyimpulkan kepastian diagnosa terlalu cepat karena untuk menyelidikinya butuh waktu yang tidak sebentar. Apalagi ini termasuk kasus baru di kota ini. Mereka perlu mempelajarinya lebih lanjut.

Pantas saja Mas Bondan dan anak pejabat parlemen bisa sampai mati. Nasib Bromo lebih beruntung karena fisiknya lebih kuat dari mereka semua. Maklum, seorang detektif bersertifikat pasti pernah menempuh pendidikan semi militer. Fisik serta daya tahan tubuh sudah ditempa sedemikian rupa untuk membekalinya dalam menjalankan pekerjaan sebagai orang yang berurusan dengan hukum.

Aku lelah menunggu Bromo yang tak kunjung sadar. Untungnya ruang rawat inap ini termasuk kelas satu. Sehingga aku bisa istirahat dengan tenang merebahkan diri di atas sofa empuk tertiup semilir AC yang sejuk. Kenyamanan yang bahkan tak bisa ku temukan di Rumah Susun milikku.

Senyaman apapun ini, jika pikiran masih liar dengan beribu pertanyaan, tak akan mampu mengantarkan rasa kantuk. Mataku masih terbuka lebar meski sudah ku coba berbagai posisi tidur. Apa-apaan ini? Biasanya aku mudah tidur di mana saja dan kapan saja. Bahkan seringkali aku mampu tidur di tempat kerja.

Karena kesal tak kunjung menemukan kenyamanan, aku pun bangkit kembali duduk. Ku lihat jemari Bromo yang bergerak-gerak. Ku dekati dia yang mulai berusaha bicara, suara lirihnya tersamar oleh selang oksigen. Aku sedikit mengarahkan daun telingaku dua jengkal di dekat mulutnya.

"Ambil handphone," katanya. Dasar orang bebal. Lagi sakit begini masih kepikiran untuk mengecek handphone. Tetapi baiklah aku akan mengambilnya. Barangkali ada yang penting.

Misteri Si Gadis KucingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang