Langkah Chayra terhenti saat tiba di halaman rumah, matanya tertuju pada sebuah motor yang sangat ia kenal, ya tak salah lagi, itu adalah motor Bapak Erzhan Kepala sekolah tempat Chayra mengajar.
“Ada apakah gerangan yang membawa atasanku ke mari?” batin Chayra yang merasa bahwa ada hal yang janggal
Perlahan, Chayra melanjutkan langkahnya
“Assalaamu’alaikum”
“Wa’alaikumusalaam” terdengar jawaban dari dalam
“Selamat sore, Bu Chayra,”
“Selamat sore, Pak, “ jawab Chayra sedikit malas sambil menatap ke arah ayahnya
Bapak Ismat yang memahami maksud tatapan putrinya, hanya mengangkat kedua bahunya, pertanda bahwa dia pun tidak mengetahui maksud kedatangan atasan putrinya tersebut.
“Bapak sudah sejak tadi, apa ada hal penting yang membawa Bapak sampai ke mari?” Chayra langsung memberondong atasannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sejak tadi mengganjal dalam benaknya
“Iya, Bu kebetulan sedang lewat, lalu saya ingat ibu tinggal di sisni, jadi sekalian saja, lagi pula ada hal yang ingin saya bicarakan,”
“Bukankah kita bisa bicara di sekolah besok, Pak, kenapa Bapak repot-repot datang ke mari, apa ini semacam keadaan darurat, ada kesalahan yang saya lakukan sehingga Bapak tidak bisa menunggu sampai besok?”
Mendengar ucapan Chayra, Bapak Erzhan pun terdiam.
Sambil tergagap Bapak Erzhan menjawab “Masalah yang ingin saya bicarakan ini di luar pekerjaan, Bu, sejujurnya saya sangat bangga memiliki Ibu di Yayasan kami,”
“Lantas, untuk urusan apa Bapak menemui saya sore ini dan itupun di hari libur?”
Chayra adalah tipe gadis yang sangat tegas. Meskipun demikian, dia adalah sosok gadis yang lembut, dan keibuan. Hanya saja dia tidak suka berbasa basi pada hal-hal yang dia rasa tidak pas di hatinya.
“Saya tinggal ke dalam dulu, Pak, ada yang harus saya kerjakan, silahkan lanjutkan berbincangnya!” ucap Pak Ismat sambil melangkah meninggalkan putrinya bersama kepala sekolah di ruang tamu. Pak Ismat tidak ingin ikut campur urusan putrinya, karena dia menganggap putrinya telah cukup mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Beberapa saat hanya ada kesunyian. Baik kepala sekolah maupun Chayra hanya diam menunggu satu sama lain untuk bicara.
“Bapak belum menjawab pertanyaan saya. Apa maksud dan tujuan Bapak sebenarnya?” ketus Chayra karena masih juga belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.
“Begini, Bu, maksud dan tujuan saya datang ke mari ingin membicarakan masalah Ibu dengan Saudara Abdul” ucapan Pak Erzan terhenti saat Chayra dengan tegas berkata
“Masalah apa yang Bapak maksudkan, dan apa hubungannya dengan Bapak?”
“Abdul itukan pemuda yang baik Bu, dia juga memiliki ilmu agama yang cukup luas. Lalu, kenapa Ibu menolaknya?”
“Pak, berilmu tidak menjamin bahwa akhlaq seseorang akan menjadi lebih baik. Saya katakan pada Abdul bahwa tidak ada pacaran dalam kamus saya sesuai ajaran Islam, itulah sebabnya saya berkata untuk menjalani segalanya seperti air yang mengalir, karena hanya Allah yang membolak-balikkan hati,” ucap Chayra tetap tenang
“Akan tetapi faktanya, Abdul justru terus datang ke rumah saya bahkan setiap malam, tidak seperti ini yang Islam ajarkan. Hal ini bisa mengotori hati dan menimbulkan fitnah. Saya rasa Bapak faham hal itu,” terdengar nafas Chayra yang mulai berat.
“Semua kan bisa dibicarakan baik-baik, Bu. Jangan langsung memvonis dia bersalah,” kilah Pak Erzhan membela Abdul.
“Apa Bapak pikir saya tidak bicara baik-baik sebelumnya? Saya sudah menjelaskan padanya, bahwa dia bisa menemui saya kalau dia benar-benar siap menikah dan membawa orang tuanya menghadap pada orang tua saya. Lalu apa yang terjadi? Ucapan saya hanya dianggap angin lalu. Apa seperti itu perilaku orang yang dikatakan berilmu?!” balas Chayra sambil meremas jari tangannya sendiri menahan emosi karena kepala sekolah terkesan membenarkan tindakan Abdul.
“Mungkin, Ibu ingin menikahi pria kaya dan hidup mapan? Saya beritahu ya, Bu. Harta hanya akan membawa kehancuran! Lagi pula, kalau sampai Ibu menolak Abdul. Ibu akan menyesal, karena sulit menemukan pria yang mendalami ilmu agama di zaman sekarang ini. Secara dzohir’ Abdul itu pria sempurna. Dia juga sangat tampan, sangat cocok dengan Ibu,”
Ucapan Pak Erzhan membuat Chayra geram, apa pun yang dikatakan oleh Pak Erzhan, seolah menyudutkannya. Ingin rasanya Chayra membantah semua ucapan pimpinannya itu, tapi Chayra memilih diam, karena baginya itu tidak diperlukan.
Perlahan Chayra berucap dengan suara bergetar
“Saya tidak membutuhkan pria berilmu tapi miskin akhlaq, karena yang menentukan siapa orang yang terbaik di antara manusia yang lain adalah akhlaqnya,”
Terbayang di benak Chayra bagaimana Abdul berbicara hal yang tak layak tentang ayahnya. Orang yang amat dia sayangi, ditambah lagi setiap penuturan Chayra tentang pentingnya menjaga kesucian hati dan pikiran, selalu diabaikan oleh Abdul lantaran dia merasa wawasan agamanya jauh lebih luas dibanding Chayra.
Chayra sangat marah kepada atasannya yang telah ikut campur terlalu dalam tentang masalah pribadinya, bahkan dengan lantangnya menjudge dirinya seorang gadis yang hanya memandang rupa dan juga harta.
“Terserah, Bapak mau bicara apa tentang saya. Saya merasa tidak penting untuk menjelaskan apa pun pada Bapak. Satu hal yang perlu Bapak ingat! Apa pun yang Bapak katakan, dan bagaimanapun sudut pandang Bapak tentang saya, itu tidak akan mempengaruhi keputusan saya,” tegas Chayra sambil terus berusaha meredam amarah yang mulai menguasai jiwa mudanya.
Chayra mengira setelah apa yang dia katakan atasannya akan menghentikan pembicaraan tersebut, tapi ternyata Pak Erzhan justru kembali membuka mulutnya dengan ucapan yang lebih pedas
“Saya tidak menduga, di balik wajah lembut dan polos Ibu, ternyata Ibu seorang gadis yang keras kepala, angkuh, dan egois,” Pak Erzan bicara seolah tanpa beban, setiap ucapannya seolah dia sangat tahu seperti apa sosok Chayra.
Mendengar ucapan Pak Erzhan, Chayra spontan bangkit dari duduknya, dengan tatapan yang membunuh Chayra menunjukkan jarinya
“Bagus, kalau Bapak sadar saya adalah orang yang angkuh dan juga keras kepala. Jadi, Bapak tidak perlu repot-repot membujuk saya. Saya lelah dan ingin istirahat, saya harap Bapak ingat dari mana tadi Bapak masuk. Silahkan Bapak ke luar dari rumah saya dari jalan yang sama Bapak lalui saat tadi masuk!” tegas Chayra
Akhirnya tanpa basa-basi lagi, Bapak Erzhan segera berpamitan. Chayra masuk ke kamarnya untuk menenangkan dirinya sendiri.
Chayra tidak habis fikir, bagaimana bisa seorang Erzan yang terpelajar, bisa menghakimi orang tanpa tahu duduk permasalahan yang sebenarnya.
Sambil merebahkan dirinya di atas tempat tidur, mata Chayra menatap kosong langit-langit kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUL GUIDE
RomanceBlurb Semua orang berharap memiliki jodoh yang ideal. Namun, kita lupa bahwasanya bukanlah jodoh ideal yang kita butuhkan melainkan jodoh yang pas dengan bingkai kita. Chayra seorang gadis berdarah Cina Arab, berjuang dalam menemukan cinta sejatiny...