34 - Usai Sampai Di Sini

1.8K 334 101
                                    

Lingka tiba-tiba menghidari. Itu yang Samudera rasakan setelah insiden kemarin. Bahkan saat di kelas pun Lingka kembali menjadi dirinya yang dulu, lebih banyak diam dan menjawab pertanyaan Samudera dengan singkat. Hal itu jelas membuat Samudera uring-uringan.

Sebisa mungkin Samudera memperbaikinya hubungannya dengan Lingka, tapi Lingka seperti enggan. Melihat merenggangnya hubungan Samudera dan Lingka tentu saja membuat tawa bahagia Wira.

Tak berperasaan, Wira sejak lima menit lalu menertawakan nasib Samudera. "Kasihan banget sih. Baru di diemin sehari udah kebakaran jenggot, perasaan dulu lo biasa aja."

"Kan dulu sekarang udah beda." Samudera menggerutu tak terima. Jaman dulu kan ia belum sedekat ini dengan Lingka dan sekarang hampir setiap hari ia bersama Lingka, bagaimana enggak uring-uringan Samudera coba.

Wira membenarkan letak kacamatanya yang sedikit merosot. Cowok berbaju OSIS itu memang minus, hanya ketika belajar dan membaca saja Wira mau memakai kacamatanya. Dia enggan karena menurutnya memakai kacamata hanya membuatnya terlihat culun. "Yaudah sana bujuk, daripada lo ngerecokin gue mulu."

Samudera bertekat, ini akan jadi terakhirnya mendapat perlakuan cuek dari Lingka. Cowok berkemeja flanel yang dibiarkan terbuka dengan dalaman berwarna putih itu begitu yakin melangkahkan kaki menuju rumah milik Lingka. Biarlah menjadi kejutan, meskipun Samudera tak menjamin Lingka tidak akan marah, tapi dengan datang ke rumah gadis itu langsung, bisa mendesak Lingka agar memaafkannya.

Terdengar licik. Samudera tak peduli.

Sekali lagi, Samudera mematut penampilannya lewat kaca jendela milik rumah warga, merasa sudah cukup ia melanjutkan langkahnya memasuki gang.

Pertama kali menginjakkan kaki di halaman depan, keadaan rumah Lingka terasa sunyi. Tangan Samudera hampir terangkat mengetuk daun pintu sebelum samar seperti suara rintihan terdengar, Samudera tak ingin menyimpulkan lebih dulu, ia lebih memilih diam menunggu. Namun, semakin lama Samudera dengar suara itu kian jelas diikuti suara lainnya, semacam benturan besi dan tangisan Lingka begitu berdenging setelahnya.

Otak Samudera sudah berpikir kemana-mana, tanpa mengingat adap dan sopan santun, cowok itu membuka pintu ruang tamu. Kosong, tak ada bayangan penyiksaan seperti di otak Samudera, tapi suara itu masih terdengar jelas saat memasuki rumah. Mengarah ke dapur.

Benar saja, Samudera bisa melihat jelas bagaimana pria biadab itu menyiksa istri dan anaknya. Tangan Samudera terkepal, ingin langsung menghampiri.  Tangan Samudera sudah tak tahan. cowok itu langsung berlari dan menghantam punggung ayah Lingka.

Lingka dan Rusmi tentu saja terperangah. Sedangkan Hardi tersungkur. Samudera memukul rahang Hardi, rasanya seperti ada dorongan untuk menghabisi pria ini.

Beberapa detik, Samudera seperti di atas awan. Teriakan Lingka dan Rusmi tak menghentikan Samudera, tapi cuma bertahan sebentar sebelum Hardi berhasil membalikkan keadaan. Ia memukul balas Samudera, bocah tengil yang menurutnya sebagai pengganggu.

Hardi menendang perut Samudera membuatnya mundur beberapa langkah. Samudera tak menyerah ia terus melawan dengan kalimat umpatan, sampai akhirnya terhenti saat rasa perih tiba-tiba menjalar diikuti pekikan juga darah yang mengalir.

****

Samudera meringis saat Lingka memberikan alkohol pada luka goresan pisau di tangannya. Karena insiden perkelahian tadi, untung saja hanya goresan tak berati bukan sebuah tusukan.

Setelah melukai Samudera, Hardi langsung pergi meninggalkan Samudera yang sempat syok melihat tangannya penuh darah. Begitupun Lingka dan Rusmi. Perempuan itu sampai lupa akan keadaannya sendiri karena terlalu sibuk mengobati Samudera.

Hei, Lingka! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang