KOIN COKELAT

14 2 3
                                    

 "Tuk"

Sudah berapa puluh mangga yang terjatuh dari rindangnya pohon tua yang masih berdiri kokoh di pelataran rumah Amelia. Tidak ada yang menghiraukan buah mangga yang mulai membusuk di bawahnya karena pemiliknya sendiri pun sudah bosan mengupas kulit mangga hampir setiap hari. Tak jauh dari pohon itu, sepasang anak sedang fokus menyisir setiap inch area teras yang bernuansa merah bata mencari potongan puzzle yang terselip entah dimana. Sudah hampir satu jam mereka pantang menyerah menyusun tiap-tiap potongan puzzle untuk menjadi sebuah gambar yang sempurna. Namun, mereka juga anak kecil biasa yang pastinya merasa bosan karena puzzle-nya tak kunjung usai.

"Bang, Bang Nopal, kemarin aku kan diceritain bunda kisah Nabi Adam sama Siti Hawa ituu, kata bunda Nabi Adam sama Siti Hawa dipisahin gara-gara ambil buah apa tuh bang? Aku lupa deh"

Amelia, gadis berusia 8 tahun yang tiba-tiba teringat cerita bundanya semalam. Ia bosan menyusun puzzlenya yang kini bahkan masih setengah jadi dan beralih menghitung satu per satu buah mangga yang mulai membusuk dari kejauhan.

"Buah khuldi!"

Anak yang satunya menyahut sambil membungkuk fokus mencari-cari potongan puzzle di kolong meja tamu berbahan kayu jati yang usianya hampir sama dengan pohon mangga yang kini menjadi pusat perhatian Lia.

"Ohh iya ya, kalau sekarang orang yang ambil sesuatu gak bilang-bilang dipisahin juga gak Bang?"

"Ih enggak lah, kan itu zaman dulu mana ada kayak gitu sekarang"

Lia nampak mengerutkan bibirnya sembari menepuk-nepuk pelan pipi kanannya dengan telunjuk menirukan adegan berpikir di film anak-anak yang ia tonton.

"Kok Bang Nopal gak percaya sih?"

"Emangnya kamu percaya?"

Naufal kembali setelah menemukan potongan puzzle yang ternyata terjepit di bawah pintu kayu yang telah rapuh termakan usia dan kemudian perhatiannya langsung kembali fokus tertuju pada puzzle yang mulai menunjukkan gambar doraemon.

"Percaya"

"Ayo coba deh kita ambil coklat koin di warung Mang Udin gak bilang-bilang"

"Gak boleh baang, kan itu bukan perbuatan yang terpuji!"

Lia hafal betul materi PKN yang telah ia pelajari minggu lalu tentang pancasila sila ke-1, Ia bertekad untuk menjadi anak yang berbakti pada bangsa dan negara dengan mengamalkan setiap sila pancasila di kehidupannya sehari-hari.

"Sekali aja gapapa ayo, biar kamu jadi gak percaya itu tuh cuma cerita tau!"

Argumennya dengan Lia berhasil mengalihkan perhatiannya dari puzzle yang masih setengah jadi itu, kini Naufal memasukkan kembali potongan puzzle yang belum tersusun ke dalam box bergambar batman yang ia bawa dari rumah dan memasukkan papan puzzle setengah jadi di tumpukan atasnya.

"Lia temenin aku dulu ke rumah simpan puzzlenya ya."

Amelia khawatir dengan rencana Naufal yang ingin mengambil coklat koin berbalut bungkus warna emas di warung Mang Udin. Ia ingin menolaknya, tapi juga penasaran dengan yang dikatakan Naufal untuk membuktikan apakah ceritanya benar bisa menjadi kenyataan. Lalu dengan berat hati Ia pun mengikuti rencana Naufal.

Rumah Naufal bernuansa krem itu menjadi tempat yang paling sering Amelia datangi karena jaraknya hanya 2 rumah dari rumahnya. Keluarga Naufal sudah seperti saudaranya sendiri, mereka sudah saling mengenal bahkan sebelum Amelia lahir karena ayah Naufal dan Amelia bekerja di instansi yang sama.

Setelah menyimpan puzzle miliknya di kamar bernuansa biru, Naufal bergegas menghampiri Lia yang katanya ingin menunggu di pagar depan saja karena malas mengikat kembali tali sepatunya yang masih rapih.

Mereka pun sampai di depan rumah Pak Eno yang berjarak 5 meter dari warung Mang Udin, Naufal memberi aba-aba kepada Lia untuk tetap berada di belakangnya. Sembari mengawasi keadaan sekitar, mereka kini telah sampai di depan pos ronda. Seperti biasa, Si Pemilik Warung sedang tertidur pulas di dipan bambu depan warung yang dinaungi oleh pohon jambu rindang, menjadi tempat favorit pastinya untuk tidur siang dan berlindung dari teriknya matahari siang itu.

"Lia, ssstt. Kamu tunggu sini aja ya, Mang Udin lagi pules tuh tidurnya."

Amelia hanya memasang wajah cemas setelah Naufal meninggalkannya di balik tembok pos ronda. Ia heran mengapa Naufal bisa setenang itu kala ia tengah melancarkan aksinya yang sama sekali tidak terpuji, huh? Amelia mengintip dari balik tembok mengawasi gerak-gerik Naufal yang kini telah berhasil mengeluarkan 2 buah koin cokelat dari toples bertutup merah di meja warung Mang Udin.

Amelia yang mengawasi dari kejauhan tentu saja rasanya tak karuan ingin meneriaki Naufal untuk bergegas kemari, tapi tentu saja itu tak dilakukan. Naufal berlari kecil menuju tempat Amelia berada sambil tersenyum kegirangan, berbanding terbalik dengan Amelia yang kini wajahnya sudah pucat pasi. Secepat kilat ia pun langsung menarik tangan Naufal dari sana menuju lapangan bulu tangkis yang tak jauh dari pos ronda. Membuat laki-laki itu hampir terpeleset karena menginjak sampah plastik yang tergeletak entah sudah berapa lama.

"Lia aduh pelan-pelan dong! Yahh kamu takut yaa," tawanya mengejek sambil menunjuk wajah Amelia yang terlihat sangat ketakutan.

"Pokoknya aku gamau lagi ikut kamu kayak gini! Nanti kalau ada polisi gimanaa?," suaranya hampir serak menahan tangis yang ia tahan sejak di pos ronda.

Naufal yang melihatnya menjadi tak tega dan cemas melihat wajah Amelia yang mulai kemerahan seperti akan meledak.

"Iya iya, aku gak ulangin lagi deh. Kan ini biar kamu gak penasaran aja, lain kali gak gitu deh aku janji."

Naufal kemudian mengangkat jari kelingkingnya menunggu Amelia membalas salam perjanjiannya yang ternyata tak kunjung dibalas juga hampir semenit. Ia pun menyerah dan beralih menawarkan cokelat yang tadi diambil ke Amelia.

"Iya deh aku minta maaf, jangan ngambek lagi. Ini makan cokelatnya, aku susah-susah loh ambilnya tadi toplesnya hampir jatuh."

Gadis yang diajak bicara hanya melirik sekilas cokelat di hadapannya dengan masih memasang wajah pundung. Tanpa menghiraukan tawaran Naufal, Amelia langsung berbalik meninggalkannya menuju bangku pinggir lapangan dan duduk di sana. Naufal pun berlari menyusul dan mengambil tempat duduk di sampingnya, tanpa persetujuan Amelia ia pun membuka bungkusan cokelat yang tadi ditawarkan dan langsung menyodorkannya ke depan mulut Amelia.

"AAAAAA," logatnya seperti seorang ayah yang sedang menyuapi putri kesayangannya.

"Ihh Bang Nopal aku gak mau!!"

"Itu udah nempel di bibir kamu tuh cokelatnya gak bisa dibalikin lagi, kalau dibuang nanti cokelatnya nangis. Nih aaaaammmmm."

Dengan terpaksa Amelia menuruti perkataan Naufal dan memasukkan langsung satu koin cokelat ke dalam mulut kecilnya yang kini terlihat sangat penuh.

Sembari memperhatikan satu per satu bapak-bapak komplek yang mulai memasuki area lapangan bulu tangkis, mereka berdua pun kembali damai membicarakan hal-hal random seperti biasanya. Naufal memulai pembicaraan tentang ayahnya yang berjanji akan membelikan puzzle batman ukuran besar dan meminta Amelia membantu menyusunnya, hingga Amelia yang mengadu kalau dirinya diejek teman-teman di kelas karena potongan rambutnya yang terlalu pendek. Obrolan mereka terhenti kala suara azan asar yang mulai terdengar nyaring dari beberapa masjid area komplek, menandakan waktunya harus segera kembali ke rumah masing-masing.
.
.
.
.
.
Ini cerita pertamaku!!! Hope you enjoy guys
.
Kritik dan saran are very welcome 😁😁😁
-adin

COKELATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang