EPILOGUE

60 11 7
                                    

Nathan Buana, 22 tahun. Merasa menjadi orang asing di pernikahan yang memang orang asing di hidupnya. Bukan keluarga, kerabat, atau siapapun. Ini adalah pernikahan seseorang yang pernah ia selamatkan hidupnya dan sangat berterima kasih akan hal itu. Fery―pemuda yang diselamatkan―memberikan tiket pesawat berikut amplop berisi uang yang cukup untuk akomodasi, jajan, dan pembayaran pinjaman tiga kali lipat dari yang seharusnya. Karena diberi sebanyak itu, Nathan kehilangan alasan untuk menolak.

Pada dasarnya, ia adalah pelukis jalanan. Kehidupannya didominasi oleh tipikal introvert. Bersosialisasi masuk dalam daftar terakhir hal yang ia prioritaskan. Ia lebih suka melampiaskan isi hati di sebuah kanvas daripada menceritakannya kepada orang lain.

Yang membuatnya heran, banyak gadis yang hilir mudik di sekitarnya sambil memandangi hingga beberapa diantaranya harus menabrak satu sama lain beserta gelas yang tumpah isinya.

Ia hanya mengingat satu hal, sesuai perkataan ibunya: Ia telah ditakdirkan lahir sebagai pria tampan.

Nathan melihat pengantin wanita yang juga sedang fokus melihat dirinya. Gadis itu menggunakan gaun putih tulang yang ramping, bagian bahu terbuka, serta rambut dimodel pengantin. Iris matanya berwarna hijau kecokelatan, ciri khas penggunaan lensa kontak untuk penderita miopia.

Fery selalu menatap istrinya penuh cinta. Dua sejoli yang menebar aroma romantisme itu sanggup membuat hati kosong Nathan seperti memberontak minta diisi. Untuk pertama kalinya, ia bertekad ingin membuka hati. Ia tidak ingin menghabiskan hari hanya dengan berkutat dengan kuas, kanvas, dan warna. Ia harus menjadikan kanvas lain sebagai tempatnya mencurahkan semuanya, yaitu hati seorang gadis.

Sekeliling ruangan didekor sederhana dengan warna putih keemasan. Mereka menggunakan ruang yang luas untuk memudahkan mobilisasi. Terutama karena Fery didampingi oleh iring-iringan kepolisian. Tamu yang berasal dari leting, senior, dan juniornya saja sudah serombongan sejak siang tadi. Nathan jadi merasa mengecil melihatnya. Ia ingin segera pulang, membeli beberapa oleh-oleh untuk ibunya, kembali ke hotel, dan bertolak ke kampung halamannya keesokan harinya.

Nathan berbalik, memilih mengambil minuman lagi walaupun ia sudah menghabiskannya tiga gelas sejauh ini. Tidak ia pedulikan rasa ingin buang air kecil karena kebanyakan minum. Semua itu lebih baik daripada kikuk karena tidak berbuat apa-apa, alias merasa sepi di tengah keramaian.

Jika dikilas balik, ia bisa berada di sini hanya karena insting alamiahnya untuk menggunakan perahu hingga ke tengah laut. Ia disebut 'Malaikat Penolong' karena selalu berada dalam momen terbaik untuk menolong seseorang. Beberapa kawannya yang iri, menudingnya sebagai tersangka dibalik kesulitan orang lain―jadi, Nathan datang sebagai pahlawan yang dipuja banyak orang.

Dari jarak kejauhan sekalipun, Nathan tahu seseorang sedang menatap ke arahnya. Secara psikologis sederhana, jika dua orang atau lebih melihat ke arah yang sama dalam suatu pembicaraan, berarti objek itu lah yang sedang dibicarakan.

Seperti saat ini. Sekalipun berada 180 derajat posisinya dengan sang pengantin, ia tahu si gadis beserta suaminya sedang berbisik, menatap ke arahnya, dan mungkin mempergunjingnya. Nathan semakin minder dan ingin pulang secepatnya.

"Pemuda itu dikerubuni teman-temanku. Ayolah, Fer, jangan bawa spesies pria tampan ke acara pernikahan kita. Kau bisa kalah saing." Vira melirik sesekali pria berkemeja putih dan celana hitam―dresscode yang lebih cocok digunakan untuk penerimaan mahasiswa baru daripada menghadiri resepsi pernikahan. "Bahkan dengan penampilan yang.., agak.., emm, membingungkan, ia tetap tampan."

"Kalau tidak ada dia, kau akan melajang seumur hidup, Sayang." Fery mengingatkan tentang sosok Nathan yang telah menyelamatkan nyawanya. Suami Vira itu mengelus-eluskan hidung mancungnya pada pipi halus istrinya. Berkali-kali ia pandangi sosok yang bersanding dengannya di pelaminan. Terasa seperti mimpi. Tidak ia sangka, semua dimulai dari pertemanan sederhana yang membawa mereka ke rentetan kasus dengan penyelesaian yang harus dilalui dengan suka-duka.

IN Series 5: CincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang