Pukul satu siang, Zeva sudah tiba di sebuah alamat yang sudah diberikan kemarin lusa oleh Pak Petrus. Perempuan berusia dua puluh empat tahun itu mengembuskan napas panjang begitu berhenti di bahu jalan. Satu meter dari jarak Zeva memarkirkan mobil, ada sebuah plakat dengan tulisan besar Griya Kami. Sebuah hunian yang telah diakomodasikan oleh perusahaan pada setiap karyawan yang dimutasi. Seperti Zeva.
Zeva mengutak-atik ponselnya, membuka roomchat baru dengan sebuah nomor yang tak ia simpan. Pengelola Griya Kami. Tujuannya hanya ingin mendapatkan kunci kamarnya. Zeva tak berekpektasi lebih akomodasi tempat tinggalnya akan sekelas apartemen atau rumah dinas. Yang kemarin saja mendapat kamar kost dengan banyak fasilitas sudah membuat dirinya bersyukur banyak-banyak.
Ketukan di luar mobil membuat Zeva lantas membuka kaca mobilnya.
"Mbak Zevannya?"
Zevanya tersenyum tipis, membalas sapaan dari laki-laki berkumis tipis itu. Ia perkirakan usianya hanya terpaut dua tahun lebih tua darinya.
"Saya Saddam, pengelola Griya Kami. Mari saya tunjukkan kamarnya, Mbak."
"Oh, iya Mas. Mari!"
Zeva pun menggeret satu kopor besarnya, mengekor di belakang laki-laki bernama Saddam tersebut. Keduanya pun tak perlu menaiki tangga, mengingat hunian ini memiliki tiga lantai. Dari luar Zeva dapat melihat banyak sekali pintu bernomor yang tertutup. Sementara ia dibawa Saddam ke depan kamar yang memiliki akses paling dekat dengan gerbang. Bedanya kamar ini tidak bernomor, melainkan ditandai dengan kode negara.
"Kamar Austin."
"Iya Mbak, sesuai yang dipesan atas nama PT. Mandiri Future Finance, Mbak Zevannya dapat kamar VIP."
Zeva mengangguk polos lantas mengikuti Saddam untuk masuk lebih dalam. Hal pertama yang dijumpai perempuan itu adalah ranjang berukuran single, dengan lemari dan meja serta kursi tunggal berada saling berdekatan. Pun ada sebuah layar televisi berukuran 32 inch, lalu Air Conditioner yang berada di atas pintu.
Saddam meminta Zeva untuk semakin masuk. Menunjukkan isi dari sebuah sekat yang berdiri kokoh di tengah bangunan berukuran 4x4 meter tersebut. Zeva menahan kegembiraannya lantaran difasilitasi dapur mini yang berdampingan dengan kamar mandi. Juga ada sebuah kulkas mini di dekat dapur tersebut.
Setelah bercakap singkat dengan Zeva, Saddam pun pamit mengundurkan diri. Lantaran ada pekerjaan lain yang menunggunya. Zeva pun lantas merebahkan diri di atas kasur yang sudah dilapisi dengan sprei bermotif polkadot tersebut. Jemarinya terulur untuk menaikkan suhu AC.
Perempun itu tak segera membongkar si kopernya, justru memposisikan diri senyaman mungkin untuk terlelap selama beberapa jam ke depan. Selain itu, Zeva juga merasa sangat lelah setelah menempuh hampir empat jam perjalanan dengan menyetir seorang diri.
...
Zeva terbangun begitu adzan maghrib berkumandang. Perempuan itu lantas bersiap untuk membersihkan diri. Ia berencana untuk berbelanja kebutuhan bulanan, sekaligus mingguan guna mengisi stok persediaannya selama beberapa hari ke depan.
Setelah menghabiskan satu jam lamanya untuk membersihkan diri dan bersiap, perempuan itu lantas mengambil dompet, kunci mobil serta ponselnya. Ia tak perlu dandan nyentrik seperti saat masuk kerja. Hanya mengenakan setelan kamisol gelap dilapisi cardigan dipadukan dengan celana jeans berwarna gelap. Zeva sudah siap untuk mengurangi jumlah digit di rekeningnya.
Butuh lima belas menit untuk Zeva tiba di sebuah pusat perbelanjaan terbesar kedua di pusat kota ini. Ia mengambil sebuah troli lantas mendorongnya menuju jajaran rak berisi kebutuhan dapur sebagai destinasi utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Ending
RomanceZevannya Natalia. Perempuan berusia dua puluh empat tahun itu tak menyangka jika mutasi dari perusahaan tempatnya bekerja akan memindahtugaskan dirinya ke kota penyebab mati rasanya selama ini. Zevannya tak pernah mau mengungkit atau bahkan menyebu...