2. Orang Yang Sama

7 1 0
                                    

"Mami Zevannya!"

Zeva merasa dejavu.

Perempuan yang sedang mengerjakan beberapa appoitment secara virtual itu segera berdiri begitu namanya disebut oleh pimpinan. Apalagi ini?

"Ikut saya ke ruangan sebentar."

Zeva pun lantas mengekor di belakang Pak Dirga-pimpinan kantor kerjanya yang baru.

Begitu sesampainya dalam ruangan direktur, Zeva lebih dahulu dipersilakan duduk oleh Pak Dirga.

"Hari ini kamu tidak ada jadwal prospek ya Mam?"

"Eh, ada Pak, nanti sore jam empat."

Pak Dirga manggut-manggut paham. "Kamu tahu kenapa saya panggil kemari?"

"Maaf pak, saya kurang tahu."

Laki-laki itu lantas mengambil sebuah dokumen dalam map kuning. Kemudian menyodorkannya pada Zeva. "Bisa kamu baca sebentar."

Zeva mengerti. Namun, baru membaca kepala surat kedua netranya membelalak. Tidak, ini bukan tentang permutasian lagi. Melainkan sebuah tugas yang membuat Zeva kesulitan mencerna situasi yang ada.

"Saya sudah mengabarkan pada pihak panitia acara bahwa kamu yang akan menggantikan saya, Zevannya."

"Tapi pak, mohon maaf sebelumnya, apa tidak ada kandidat lain?"

"Tidak ada. Saya juga dapat laporan dari kantor kamu yang lama, kinerja kamu bagus dalam menarik perhatian klien."

Ya Tuhan, apalagi ini.

"Hasil rapat bulan ini, kamu kerjakan tugas itu ya."

Zeva tersenyum kaku, begitu bahunya ditepuk perlahan oleh Pak Dirga.

...

Seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap dalam balutan kaos hitam dan celana jeans sebatas lutut sedang duduk manis sembari menyesap kopinya. Saat ini suasana balai desa cukup ramai, terlebih semua anggota perkumpulan pemuda-pemudi kampung sedang sibuk mempersiapkan acara seminar yang kali ini menjadikan kampungnya sebagai tuan rumah.

Ada yang sibuk memasang tenda, juga ada yang memasang panggung sederhana dengan dekorasi minimalis. Toh ini bukan acara pertunangan apalagi pernikahan.

"Bang, ini daftar tamu yang akan diundang sama Pak Lurah."

"Oke, kamu lanjut pasang spanduk."

Ia sendiri sebagai ketua karangtaruna, memang sesantai itu meskipun sudah diagungkan di kampung ini.

Fernando Bagas Hermawan. Laki-laki berusia dua puluh enam tahun itu lantas mencermati susunan kata yang ada dalam proposal yang dipegangnya. Ada sekitar seratus tamu undangan, empat di antaranya sebagai pembicara. Namun sebuah nama yang tertera di nomor tiga justru menarik atensinya.

"Mungkin namanya yang sama," batinnya tanpa sadar.

Ia kemudian menutup kembali proposal tersebut, lantas bergabung dengan yang lainnya. Hal tersebut hanyalah pengalihan pikirannya soal nama yang mirip dengan nama seseorang.

Batinnya bergumam miris, mencoba meyakinkan bahwa nama itu memang bukan satu-satunya.

...

Zeva memarkirkan mobilnya di bahu jalan, mengikuti instruksi dari tukang parkir di depan. Sesuai alamat yang diberikan Pak Dirga tempo hari, Zeva yakin seratus persen bahwa ia tidak akan salah alamat.

Perempuan dalam balutan setelan warna moka itu tersenyum ramah membalas dua orang pemuda yang berjaga di pintu masuk.

Tak ayal penampilan Zeva yang cukup mencolok, berhasil menarik perhatian orang-orang sekitar. Memangnya apa yang menarik dari Zeva? Tidak ada. Perempuan itu hanya berpenampilan layaknya wanita kantoran pada umumnya.

Another EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang