6. Orion

15 7 4
                                    

Ada alasan dunia lain lebih menakutkan daripada yang aku bayangkan. Yang aku pelajari hari ini ternyata tak pernah aku pikirkan sama sekali.  Di hari ini, setelah aku bersembunyi mati-matian darinya, akhirnya kami bertemu, Orion.

Kami dipertemukan di pelatihan antar kelas. Seluruh fisiknya benar-benar menyamai Kang Oliv. Suaranya terdengar berat memenuhi ingatanku. Pupilnya yang aku hindari, tapi sekarang tidak, aku berani menatapnya. Aria akan melindungi menggunakan cermin tak kasat mata. Kekuatannya bisa berbalik andai dia tetiba mengaktifkannya. Aku harus jaga-jaga.

Aku melihatnya sekarang duduk di bangku taman. Dia tidak tersenyum, tampak tak membenci maupun menyukai kehadiran salah satu saudara di sampingnya.

Pikiranku berputar. Menepis segala rasa bingung yang menyeluruh. Napasku tercekat kala keceplosan membuka topik hingga Orion tersenyum.

"Aku tak menyangka, kita tidak meledak. Bukannya bibi sudah menjelaskan kepadamu bagaimana sorot mata dingin itu memberitahu kalau dua kutukan tak boleh bertemu? Hm, sepertinya ini aneh Oliv. Kau.. siapa?"

Aria dan Kang Oliv yang sembunyi tak jauh dari sini ikut terkejut. "Tidak perlu disembunyikan, namamu Asep 'kan? Aku awalnya bingung kenapa Oliv seolah menghindariku dalam setengah bulan sejak kehadirannya. Tapi, sekarang dirimu tidak dapat berlari lagi, penyusup."

Apa aku terlihat begitu di matanya?

"Saya teh sungguh tidak bisa menjelaskan lebih jauh ke kamu. Saya tidak peduli pada marga atau apalah itu. Asep tetaplah Asep. Oliv yang dirimu tahu tetap ada di tempatnya, namun bukan di sini."

Pupilnya mengecil. Tertawa, lalu mendorong tubuhku hingga terhuyung ke belakang. "Kau benar-benar membuat aku muak."

"Tunggu, kamu jangan gunain kekuatan itu! Atau kamu bakal mati."

Orion tersentak. "Aku juga sangat tidak menyangka, ada seseorang sepertimu di sini. Apa kamu ingat ketika ayahmu mati dalam keadaan tak waras? Ya itu karenaku. Lalu saat kakekmu terlalu menyayangimu, aku juga yang mengubahnya hilang akal. Aku tak pernah kira kamu benar-benar muncul kembalidi hadapanku, Oliv."

Kang Oliv berada di sini. Di sampingku. Emosinya membara, memanas, seolah siap menerkam Orion yang ada di hadapanku. Orion tampak senang, tawanya juga seperti keledai pembawa barang.

Pelatihan sihir sesi selanjutnya akan dimulai. Aria dengan telepatinya mengabarkan agar aku segera cepat datang ke sana, tapi itu tidak semudah yang dibayangkan. Tubuhku sangat berat, Kang Oliv terasa akan mengendalikan wadahnya. Tidak, aku tidak akan membuat itu terjadi, Kang Oliv kini sudah kembali normal.

Aku meraba pundaknya. Mengembalikan kesadaran kosongnya. Aku berbalik pergi. Berusaha berani sekuat tenaga. Orion yang akan mendekatiku tetiba tubuhnya jatuh ke tanah, sesuai yang aku mainkan. Aku berhasil menyerap energinya diam-diam.

Aku merasakan dia akan berdiri, tetapi tertahan kembali. Dia mah nafsu, gak sadar diri jadi aku tidak tahan untuk melukis senyum kemenangan. Bayangkan saja, saat dia akan terbangun, tarikan gravitasi super kuat menghantam wajahnya hingga berdarah ke tanah. Rumput taman menjadi saksi bisu kemenangan sementara ini.

Di belokan lorong. Aria mendekatiku sembari memberi penyembuhan energi. Ya, kekuatan gravitasi itu tidak cukup jika dikeluarkan oleh satu orang, aku mengeluarkannya menggunakan setengah pasokan energiku.

Tubuh ini sampai bersender ke tembok. Meringis kesal seolah baru melawan musuh besar. Kami berdua punya tujuan yang berbeda, aku ingin menciptakan sesuatu yang baru di dunia ini, tapi Kang Oliv sudah membentuk tujuan baru yaitu membalaskan dendamnya.

Aku akhirnya berhasil menyimpulkan. Kehancuran keluarganya salah satunya akibat Orion. Dua orang tersayangnya hancur, perasaan ibunya juga aku yakin sama hingga mempengaruhi seluruh warga desa. Keputusan yang cukup nekat berhasil membuat anaknya bunuh diri.

Aria melihat aku panik. "Seharusnya anda tidak melakukan hal itu. Aku bisa membuatnya lupa dalam sekejap tanpa harus berakhir begini. Kekuatan Orion sebenarnya berada di bawahmu, tapi memaksimalkan kekuatannya dia lebih hebat darimu. Asep, apa kamu melamun?"

Aku hampir tertidur. Benar-benar menguras energi. Aria menyentuh dahi dan pemindahan energi miliknya seolah tidak mempan padaku. Energi kami benar-benar tidak bisa disatukan.

Aria was-was meminta aku pergi ke kamar untuk istirahat. "Aku akan meminta guru lain mengizinkan kamu istirahat. Energi tiba-tiba ditolak untuk masuk, aku tidak ingin terjadi apa-apa."

Di kamar aku merebahkan diri. Rasanya suhu badanku naik. Kang Oliv ikut khawatir tapi aku merubah persepsinya kalau aku benar-benar baik-baik saja.

"Apa ini efek saya berusaha memasuki tubuh anda? Anda menjadi selemah ini."

Aku menggeleng. "Kamu jangan merasa bersalah, ini efek pengeluaran energi skala besar. Kamu juga tahu 'kan? Kalau saya teh sekarang bisa mencuri energi diam-diam?"

Kang Oliv mengangguk lemah. "Saya tahu, tapi itu ceroboh jika harus berakhir mencari lawan. Orion tidak akan membiarkan anda hari ini dan seterusnya."

Ya, benar, Orion pasti sangat marah. "Saya masih bisa berpegang pada cermin andai dia mengeluarkan kekuatan mimpi buruknya. Tapi, saya juga harus berlatih lebih agar Orion tidak semena-mena lagi."

Aku bisa berbicara begitu setelah aku ditunjukkan langsung ingatan milik Kang Oliv. Itu sekelebat saja, tapi begitu membuat aku sangat marah. Di hari penuh hujan salju, di belakang kastil, Kang Oliv dibiarkan sendiri sampai tengah malam. Tak ada yang memikirkan nasibnya kecuali ayahnya sendiri. Dia menangis kedinginan, tapi itu tak membuat bahagia saat ayahnya berubah gila di hadapannya. Psikopat Orion sangat mengerikan.

"Bagaimana caranya? Anda tidak bisa mengeluarkan energi. Bahkan jika iya, itu malah menggunakan energi fisik bukan mana. Anda akan terus melemah."

Benar katanya. "Saya tahu Kang, ini naif, tapi saya ingin usaha sampai dendam ayah Kang Oliv terbalaskan. Rasanya itu bayaran sepadan bukan?"

Kang Oliv terlihat terkejut. "Apa anda dapat melihat masa lalu itu? Maaf, saya tidak menduganya akan berkepanjangan begini. Tapi tolong pertimbangkan lagi keputusan anda, atau saya yang akan langsung meminta Dewi Aria yang menghentikan anda."

Kang Oliv benar-benar khawatir terasa dari cara dia bicara. Namun, setidaknya di dunia ini, aku bisa mendapatkan tujuan baik.

Hari mulai petang, Zoro bersama Erina menjenguk ke kamar. Sialnya Zoro sampai memeluk tubuhku, menghimpit ke dalam pelukan dua saudara ini. Kenapa mereka sangat mengerikan? Hingga bulu kudukku merinding sendiri.

"Makanlah banyak-banyak Asep. Dirimu tidak boleh sampai meninggalkan banyak ujian, atau kau dikeluarkan nantinya."

"Di-dikeluarkan?"

"Benar."

Hah, makanannya enak tapi tahu nggak sih? Makanan di kantin itu sangat mahal, walau Aria memberikan banyak uang, aku sampai merasa sayang mengeluarkan satu koin pun. Harga satu roti kecil, setara seratus ribu rupiah.

"Baiklah, aku makan. Hatur nuhun."

Zoro memandang Erina. "Garur nurun?"

Aku menepuk jidat. "Hatur nuhun.. Cecep."

Eh, itu nama perawat saat aku di panti jompo. Erina sampai bingung dan bertanya nama asing itu. "Lupakan."

TBC

Masih menunggu Asep melawan Orion 🛌

The Inner Eye And The Other World Volume 1[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang