Chapter 19 - Lupa Ingat

30 11 0
                                    

Esoknya, aku dan Charlie diajak Nanny pergi bersama ke puncak yang menjadi tempat untuk melihat pemandangan kampung yang indah seperti sebelumnya.

"Sementara kamu tidak boleh mengunjungi dusun kami, karena khawatir warga disana akan menyerang dirimu lagi setelah kamu sempat datang kesana pertama kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sementara kamu tidak boleh mengunjungi dusun kami, karena khawatir warga disana akan menyerang dirimu lagi setelah kamu sempat datang kesana pertama kali." Nanny memberi pesan kepada Charlie. "Tapi kamu akan diikutkan kedalam tim penyerang bersama kakek aku setelah ini, ke dusun sebelah yang menjadi markas si musuh."

"Jadi... kita akan ikut perang?" Aku yang bertanya.

"Tidak perang sih, kecuali kalau keadaan terpaksa begitu. Ya, apapun itu kamu juga harus ikut."

"Tapi 'kan aku tidak jago bela diri. Nggak pernah sama sekali main berantem sama orang lain."

"Kamu akan masuk tim penyelamat, jangan khawatir."

"Sama saja... aku hanya bisa menjaga orang yang pingsan, bukan mengobati luka segala macam. Lagipula," aku mulai berbisik, "apa tidak ada obat medis atau obat berbahan kimia, daripada ambil yang herbal tapi harus dibuat secara manual?"

"Aku punya kotak obat dari Batavia yang bisa membantu dalam perawatan." Charlie ikut berdiskusi.

"Iya sih, tapi itu hanya cukup untuk dirimu sendiri," sahutku. "Serius bakal ada perang kali ini?"

"Aku sudah bilang tadi, kalau keadaan terpaksa." Nanny yang menjawab. "Tentu saja kami tidak mengharapkan perang. Namun jika skenario terburuk terjadi, mau apa lagi?"

Aku terdiam. Mengapa aku sekarang berada di saat perang bisa saja terjadi sewaktu-waktu? Seumur hidup aku tidak pernah merasakan hidup dalam peperangan.

"Ini makanannya, Sarah." Nanny memberi aku sebungkus makanan. Aku tidak sadar kalau dia sedang menyiapkan makanan untuk kegiatan piknik kami hari ini.

Aku tidak paham makanan apa yang kuterima ini. Namun ketika digigit rasanya seperti singkong.

"Di tempat asal kamu," Charlie bertanya padaku, "apa tidak sering terjadi perang?"

Aku menyelesaikan kunyah di mulut. "Aku belum pernah melihat serangan, tawuran, atau pertarungan pakai senjata api selama ini."

"Berarti tempatmu jauh lebih aman dari Batavia. Kapan-kapan aku ikut denganmu ke sana ya?" Kemudian aku melihat dia menerima bungkus makanan berikutnya dari Nanny.

"Entah mengapa aku mendadak lupa jalan pulang ke rumah sendiri." Aku termenung. Makananku masih belum habis—baru makan dua kali suapan. "Bisa dibilang aku terdampar disini."

"Bukankah Nanny yang mengajak kamu kesini?" Charlie mulai menyantap makanannya.

"Sebenarnya... tidak pada awalnya. Aku membuntuti dia pergi, karena dia sendiri tidak mengajak aku. Tapi setelah aku disini berhari-hari, dia malah tidak mengusir aku."

"Jujur sih, Sarah. Aku memang ingin mengusirmu." Nanny sudah kembali bersama kami, dengan sebungkus makanannya. "Tapi kamu bilang sendiri tadi, kalau saat ini kamu lupa jalan pulang. Jadi bagaimana cara kamu pulang nanti?"

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang