Megumi mengerjap saat kata-kata Gojo menembus pikirannya yang berkabut. Ada kebenaran dalam perkataan itu yang dia ingin tolak mentah-mentah.
Tangan Gojo menyelinap kebawah selimutnya dan jari-jari kasarnya menyentuh kulit Megumi yang telanjang, bergerak ke bawah menelusuri lekuk pinggangnya. Rasanya seperti ada percikan listrik di kulit yang disentuh oleh pria itu.
Sial. Mengapa ini terasa sangat nikmat ?
"Dan selain itu, Megumi" Gojo menambahkan, "Aku tahu jauh di lubuk hatimu, kamu menginginkan ini."
Mata Megumi terbuka lebar, rasa nikmat yang ada menguap dalam sekejap. Dia mulai untuk meronta-ronta dalam pelukan Gojo, mencoba menyelamatkan harga dirinya yang masih ada.
"A-Aku tidak! Aku tidak menginginkannya, sensei—"
Tangan di pinggangnya tiba-tiba menempel ke putingnya lagi dan sentuhan Gojo berubah menjadi cubitan keras; Megumi tersentak dan merengek kesakitan sebelum terdiam di hadapkan dengan lonjakan rasa sakit yang ada.
"Kau bebas melakukan apa saja" geram Gojo, napasnya terasa panas di kulit Megumi. "Kamu bisa melakukan misi sebanyak apapun dan bisa bertemu dengan siapapun. Tetapi, saat kau bersamaku, kau adalah milikku. Dan kau tidak bisa berbohong kepadaku - Kau menginginkan ini sebanyak aku menginginkannya"
Jari-jari pria itu bermain dengan putingnya lebih kasar, sangat keras, dan membuat Megumi segera terengah-engah— tetapi yang lebih penting adalah Megumi tidak bisa memahami mengapa itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Itu adalah tindakan yang-... Tidak sepenuhnya tidak menyenangkan. Oke, dia mengakui.
"Dan itu tidak masalah karena kau tidak mempunyai pilihan, Megumi. Kau hanya bisa menikmati semua ini," Gojo berkata lagi, dan Megumi bisa mendengar sedikit keputusasaan terselip di nada arogan gurunya itu. Pria itu bersedia melakukan apa saja untuk membuatnya patuh, termasuk dengan menawarkan padanya sebuah kebebasan yang menyesatkan untuk menerima semuanya begitu saja.
Yah, Gojo mungkin tidak salah.
Perasaan aneh itu kembali, perasaan yang membuat Megumi merasa seperti melayang. Seperti seluruh tubuhnya kesemutan dan merasa panas. Itu sedikit membuatnya takut. Dengan kaku, dia bergeser untuk menatap gurunya melalui bulu mata panjangnya. Dia mengerutkan keningnya kesal.
"Sensei tidak perlu khawatir tentang itu," katanya, mencoba mengabaikan betapa terengah-engah suaranya. "Aku sudah setuju."
Dia berpura-pura tidak melihat kelegaan di mata Gojo.
Setelah itu, Gerakan tangan Gojo melembut, berubah menjadi sentuhan dan bukan cubitan lagi. Itu terasa lebih baik di putingnya yang sudah bengkak, dan Megumi mendapati dirinya menggesek pahanya dengan gelisah, berharap bahwa—
Tidak. Dia tidak berharap apa-apa !, Megumi berteriak pada dirinya sendiri, bahkan saat jantungnya seperti akan melompat ketika tangan Gojo turun ke pahanya.
Gojo mendecakkan lidahnya. "Punyamu sudah agak basah."
"Itu salah siapa?"
Gojo hanya tertawa. Tawa pria itu terasa hangat di kulitnya. Sekali lagi, Megumi terkejut oleh seberapa cepat mood Gojo berpindah dari kemarahan ke rasa sayang, suasana hati pria itu berubah dalam hitungan detik.
"Benar. Itu memang salahku, Megumi."
Tangan Gojo bergerak menjauh dan Megumi berpura-pura merasa tidak kecewa karenanya.
Gojo menarik piring terakhir lebih dekat yang berisi makanan penutupnya yang biasa, kali ini puding lembut dengan topping krim coklat. Pria itu menyuapinya beberapa kali, baru berhenti setelah semuanya habis. Setelah selesai, Gojo tampaknya puas hanya dengan membiarkan mereka berdua tetap di sana, hanya diam dengan Gojo memeluknya lebih erat. Pria itu sesekali mengulurkan tangan untuk membelai rambutnya dengan lembut.
Megumi tidak berpikir dia akan merasakan ketenangan di dalam hubungan mereka. Sial. Suasana sekarang bahkan membuatnya ngantuk, seperti obat penenang telah disuntikkan ke dalam pembuluh darahnya.
Rasanya sangat damai.
Dalam keheningan, pikirannya mengembara dan akhirnya dia mendapati dirinya memikirkan hari esok dan seberapa jauh rutinitasnya akan berubah karena adanya kesepakatan antara dia dan Gojo.
Mendongakkan kepalanya ke atas, dia mencoba untuk mendapatkan perhatian Gojo. "Sensei—"
"Tidak," potong Gojo, nadanya datar meskipun matanya tertutup dan posturnya masih terlihat santai.
"Apa?"
"Selama 2 hari ini, kau lebih aman daripada hidupmu sebelumnya. Kau akan tetap disini juga setelah ini"
Megumi memberikan tatapan paling tajamnya. "Aku masih ingin berlatih."
Gojo tidak menjawab.
Sambil menggertakkan giginya, Megumi meringkuk di pelukan Gojo. Dia kesal karena permintaannya tidak digubris. Dia merasa pada dasarnya Gojo sudah memikirkan semua ini sejak dia mengajukan barter itu.
Tapi, bukankan dia sendiri tahu bahwa ini yang akan terjadi?
Untuk apa dirinya berusaha menentang ini semua ?
Mengambil napas dalam-dalam, dia mengeluarkan tatapan memohonnya yang terbaik. "Sensei?"
"Ya?"
"Aku masih ingin berlatih."
Gojo menghela napas. "...........Boleh"
"Dan belajar."
"Hari-harimu akan sama seperti sebelumnya." Tangan Gojo bergerak menuju ke paha Megumi lagi, jari-jarinya menyentuh lembut bagian sana. "Dengan... beberapa tambahan. Dan aturan baru."
Kedengarannya tidak menyenangkan. "Aturan?"
"Aku pikir kau telah melalui banyak sekali hal untuk hari ini," kata Gojo serius, matanya akhirnya terbuka sehingga dia bisa memandang muridnya sedekat yang dia bisa. Megumi pikir tatapan Gojo sangat manis jika hubungan mereka tidak terlanjur seperti ini. "Sudah cukup untuk hari ini, Megumi."
"Tetapi-"
Gojo meletakkan jari-jarinya ke bibir Megumi untuk mendiamkannya. "Mandilah. Setelah itu, aku sarankan kau tidur. Aku masih memiliki beberapa pekerjaan yang harus dilakukan, jadi jangan menungguku." Dengan gerakan cepat, dia mengangkat tubuh Megumi dengan bridal style dan meletakkan tubuh muridnya itu diatas ranjangnya. Dia berbalik dan mengambil smartphone-nya di atas meja, mulai mengetik sesuatu.
Benar-benar tanda bahwa pria itu sudah tidak ingin diganggu gugat.
Megumi masih ingin melanjutkan diskusi mereka, tetapi pada akhirnya, dia memilih untuk menuruti gurunya dan mandi. Dia butuh waktu untuk berpikir. Mungkin waktu sendiri akan menyortir pikirannya yang kacau dan mengembalikan prioritasnya kembali ke semula.
Di ambang pintu, dia melihat kembali pada gurunya, pada bahu lebar pria itu dan rambut yang sekarang dia tahu selembut kelihatannya. Lengan pria itu tampak tertekuk saat menyandarkan dagunya di telapak tangannya, dan Megumi tahu seharusnya dia tidak terpana sejenak melihat itu. Bahkan saat Megumi menggelengkan kepalanya dan memasuki kamar mandi, sensasi aneh di perutnya tidak hilang.
Sial. Dia seharusnya tidak merasakan sedikit penasaran fakta bagaimana Gojo akan menggunakan tangannya yang besar itu untuk menahan tubuhnya lagi.
Sudah cukup satu kali untuk itu.
TBC or not ?
Silahkan Vote jika ingin dilanjut
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Kontrak (18++)
FanfictionSaat mengetahui Yuuji akan dihukum mati, Megumi berusaha menolongnya dengan cara apapun, termasuk dengan mengajukan kontrak gila terhadap Gojou. "Aku- aku akan melakukan apa saja," Megumi memohon dengan putus asa. "Karena itu, selamatkan Yuuji, tol...