AKU membuka mata ketika mendengar suara berisik dari arah dapur. Afif Akelio Ramaza, kembaranku memang menginap di apartemen semalam. Katanya, dia ada rapat penting pagi hingga tidak memungkinkan untuk berangkat dari Tangerang.
Sudah pasti macet sekali.
Kepalaku masih berat akibat alkohol yang kuminum semalam. Afif sudah berada di apartemen ketika aku pulang dan langsung kuabaikan untuk masuk ke dalam kamar. Fyi, setelah kami dewasa, kami berdua tidak diperbolehkan lagi tidur bersama. Jadi, kalau dia menginap di apartemen sudah pasti tidur di sofa.
Aku keluar kamar dengan langkah gontai. Afif sedikit melirik ke arahku yang tengah menyeret kaki hingga duduk di stool. Aku menguap. "Enak banget punya pembantu pagi-pagi udah dimasakin."
Dia sendiri meringis. "Lo mesti kurang-kurangin kebiasaan mabuk-mabukan lo. Nggak baik, anak perempuan."
Aku berdecak. "Lo makin mirip Bang Haydar. Padahal kalian sendiri juga sering minum-minum." Bang Haydar salah satu abangku yang paling sering melakukan pengawasan padaku. Pada hidupku.
Afif lagi-lagi meringis. Dia memang menyebalkan. "Gue nggak mau menanggung akibat dari kelakuan lo ini ya!"
Aku mengacak rambutku. "Apa sih, lo? Sok tahu! Minum doang! Mending lo urus tuh rambut yang belum dipotong!" Aku balas menyerang karena malas. Baru pagi-pagi, dia sudah menceramahiku ini itu.
Kembaranku yang paling aneh itu membalikkan badan dan melanjutkan membuat sarapan. Kami memang terbiasa berdebat dan kemudian langsung akur kembali.
"I am so stupid," aku mulai sadar dengan apa yang baru saja kulakukan.
"Apa?"
"Fif, why am i so stupid?"
Dia menggelengkan kepalanya. "Nggak jelas lo! Kelakuan bodoh apa lagi yang lo perbuat, Awindya yang mengaku pintar?"
Aku mengabaikan ucapan Afif dan kembali ke kamar. Benar saja, satu panggilan dari Altheo dan menanyakan bahwa apakah aku ingin pergi bersama atau tidak.
Dia menelepon.
Aku langsung mengangkatnya. "Halo?"
"Halo, mau berangkat bareng?"
"Enggak!" Aku berdecak. "Maksudnya ... berangkat sendiri."
"Okay."
Aku segera menutup panggilan itu dan menghela napas dalam. Sial. Setelah tertidur semalaman aku baru menyadari keputusan bodohku yang menerima Altheo begitu saja.
Apa yang akan kulakukan kalau berhadapan dengannya?
Windy. Berpikir!
Aku kembali ke dapur dan Afif memberikanku satu piring mie goreng buatannya. Dia duduk di depanku dan menatapku dengan pandangan aneh.
"Berangkat sendiri?" Ternyata dia mendengar. "Cowok darimana lagi tuh?"
"Darimana ya?"
Afif tampak akan geram dengan jawabanku.
"Gue serius kalau gue enggak tahu dia darimana."
"Bukannya lo jomlo?"
Aku mengibas rambutku. "Meskipun jomlo, banyak yang mau sama gue ... beda sama orang di depan gue ini nih, udah lima tahun menjomlo."
Wajah Afif kembali masam hingga aku tergelak.
"Lo pacarin laki-laki yang bener sedikit, Ndy. Gonta-ganti kayak ganti baju. Gue kesusahan nyari jawaban ke abang-abang lo yang rese itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
As The Wind Blows
RomanceAwindya Kaila Zamara sudah capek pacaran dengan laki-laki di kantor yang sama. Selain sudah di-cap playgirl, Windy juga salah satu topik paling menarik di kantornya. Tapi, nggak ada yang bisa menyangkal bahwa ia memiliki kecantikan dan juga pintar...