:12: debut

648 147 5
                                    

Alva duduk dengan nyaman di depan televisi sembil menyangga dagu dengan sebelah tangannya. Ia melihat saluran televisi yang menampilkan gosip pagi dari dunia hiburan tanah air. Alva menyimak dengan seksama apa yang ia lihat.

Seorang artis yang memberikan cincin untuk kekasihnya itu sangat menarik perhatian Alva. Cincin yang sangat cantik dan terlihat perempuan di dalam sana begitu bahagia.

Alva menginginkannya. Tapi ia tak punya uang sama sekali untuk membeli cincin. Tidak mungkin ia bilang pada Jennie karena dia ingin membuat suprise untuk Jennie. Alva berpikir dengan keras bagaimana cara untuk membeli cincin untuk Jennie.

Beberapa hari ini ia telah belajar banyak hal dari Jennie ataupun Naya dan Revano. Ia ingin mempunyai uang sendiri sehingga dapat bebas membelikan apapun untuk Jennie. Seperti yang dilakukan Revano ketika memberika hadiah sepatu cantik untuk Jennie.

Tapi ia tak tau bagaimana harus menghasilkan uang. Ia juga bingung harus melakukan pekerjaan apa. Ia bingun apa bakatnya. Jika masih ada kekuatannya yang dulu pasti sangat mudah sekarang. Kembali ke Castil untuk menjual semua perabotan disana?

Alva mengehela nafas kembali. Ia memindah saluran televisi, menggantinya dengan kartun botak.

Jennie telah siap dengan pakaian rapi seperti biasanya. Hari ini ia ada jadwal pemotretan sebagai Brand Ambassador baju salah satu Merk yang terkenal. Ia tidak boleh sampai terlambat.

"Al, ayo kita berangkat." Sejak beberapa hari yang lalu Alva selalu ia ajak pergi kemanapun jadwalnya.

Jennie ingin Alva tidak bosan dan tau tentang suasana ibu kota lebih jauh lagi.

Alva mengangguk dan mengikuti Jennie dari belakang. Duduk di samping Jennie yang sedang sibuk dengan Ipad-nya. Sopir mulai menjalankan mobilnya ketika Jennie mengangguk sebagai persetujuan.

Alva melihat keluar jendela sepanjang perjalanan. Gedung gedung tinggi, padatnya jalanan penuh pengendara dan papan iklan yang begitu besar. Alva terus berfikir bagaimana cara untuk mendapatkan uang guna membeli sesuatu untuk Jennie.

Saking sibuknya dengan pikirannya sendiri, Alva tak menyadari jika mobil telah berhenti di depan gedung dan Jennie sudah bersiap untuk turun. Alva mengikuti Jennie dari belakang, merangkul pundak Jennie penuh kepemilikan. Seperti biasa Jennie hanya bisa pasrah.

Jennie sampai di ruangan yang telah disediakan untuknya. Ia bersiap siap untuk pemotretan.

Alva duduk mengamati Jennie yang sedang dirias oleh banyak orang. Bukankah ini sama saja menyiksanya dengan menahan emosi melihat orang lain mengagumi wajah Jennie yang begitu cantik? Sungguh membuat emosi.

Alva memainkan game di iPad yang diberikan Jennie. Akhir-akhir ini ia bisa bermain game setelah Revano mengajarinya. Ia benar benar jenius karena dengan cepat memahami konsep game yang dianggap sulit oleh Revano.

Berapa waktu berlalu ketika Alva memainkan game yang sedang naik daun. Ia bahkan tidak menyadari jika Jennie telah pergi dari sana untuk berfoto didepan lensa.

Sedangkan Jennie dengan anggunnya bergaya di depan lensa kamera hingga mendapatkan hasil yang sempurna. Dengan luwes ia bergaya mengikuti arahan dari laki-laki yang berdandan feminim. Jauh dari kata LAKIK.

"Cukup!" teriakan itu membuat Jennie bernafas lega.

Seorang perempuan menghampirinya untuk memberikan minuman dan juga melap keringatnya dengan tisu. Jennie mengucapkan terima kasih kemudian duduk sebentar di kursi melemaskan pinggangnya yang lelah serta kakinya yang pegal berdiri dengan hak tinggi.

Diarah kejauhan seorang penanggung jawab terlihat marah marah pada bawahannya. Mengatakan tidak profesionalnya sang artis yang dengan seenaknya membatalkan kontrak. Padahal hari ini adalah jadwal pemotretan dan Jennie telah hadir.

"Bos bagaimana kalo kita ganti model cowoknya?" saran salah satu fotografer pada penanggung jawab.

"Ya emang harus ganti, saya ga mau berurusan sama orang yang ga profesional kerjanya." ujarnya dengan sebal. "Cari model yang cocok dengan waktu singkat sekarang apa bisa?"

Abra mengamati sekeliling sembari mencari ide, ia menatap ruangan Jennie yang sedikit terbuka."Bos gimana kalo pacarnya Jennie saja? Jennie akan lebih nyaman juga." Usulnya pada Pak Andro.

"Pacar?" tanya Pak Andro bingung.

Abra mengangguk, "Jennie dateng kesini sama pacarnya. Mereka diruang ganti sekarang."

"Cocok dengan konsep kita hari ini?"

Lagi lagi Abra mengangguk, "Sangat dan sepertinya akan lebih bagus hasilnya."

"Kalo gitu ayo coba bicara dulu dengan Jennie."

Sedangkan Jennie diruang ganti menemani Alva bermain game sembari menyuapinya makanan. Sepertinya Jennie sudah semakin biasa dengan hal hal baru yang ia lakukan. Seperti sering menyuapi Alva makan ketika laki laki itu sibuk dengan gamenya.

"Siang Pak Andro, Abra." Sapa Jennie ramah.

Pak Andro dan Abra membalas sapaan Jennie dengan anggukan kecil.

"Bisa saya bicara?" tanya Pak Andro sopan.

Jennie mengangguk sebagai jawaban dan Pak Andro duduk di depan Jennie. Alva telah menghentikan gamenya ikut fokus.

"Jadi singkatnya begini. Model yang menemani kamu untuk photoshoot membatalkan kontrak secara mendadak." jelas Pak Andro.

Jennie hanya diam menunggu kalimat selanjutnya dari Pak Andro. "Jadi saya mau minta pacar kamu untuk menggantikannya. Apa bisa?"

Jennie menatap Alva yang kini fokus menatap Pak Andro yang sedang berharap cemas. Jennie tidak yakin apakah Alva mau menerima tawaran ini atau tidak.

"Saya—"

"Apa aku akan mendapatkan uang?" tanya Alva memotong ucapan Jennie.

Pak Andro langsung mengangguk cepat. "Kami akan memberika gaji yang sesuai dengan kontrak."

"Kalo gitu aku mau."

Jennie menatap Alva dengan bingung, "Kamu serius?"

Jennie sedikit tidak percaya jika laki-laki ini mau menerima tawaran ini.

Pak Andro langsung tersenyum begitu bahagia mendengar jawaban dari Alva. "Kalau gitu biar saya siapkan kontrak kerjanya."


but it's youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang