18 :: feast

707 119 67
                                    

"Kenapa sih?!"

"Apa?"

"Gue gapernah nyuruh lo buat menjauh loh?? Kapan coba gue ngomong gitu?"

"Emang enggak. Tapi dari semua perlakuan lo bilang gitu. Please udahlah.. gue capek"

"Emang cuma lo yang capek? Gue juga!"

"Jahat banget lo. Gapunya hati---"

"CUKUP! jangan bersikap seolah-olah gue yang salah di sini. Kita baru aja baikan kemaren dan sekarang udah berantem lagi? Gue ga pernah ngerasa risih lo ada di sisi gue. Sama sekali ngga pernah"

"Hahaha terus kenapa kemaren marah waktu anak-anak bikin nama couple buat kita berdua? Kenapa tiga kali berturut-turut lo nolak tawaran dinner bareng gue? Bisa dijelasin alasannya?"

"..."

"Kan.. Apa gue bilang. Dasar brengsek!"

Pintu dibanting dengan keluarnya pemuda tinggi semampai dari rumah minimalis itu. Ia mengusap pipinya yang lembab. Hujan sedang turun, seolah ikut menjadi penanda bahwa ada manusia yang sedang berada di titik terendahnya sekarang. Angin kencang membuatnya sedikit oleng. Ia tidak membawa kendaraan apapun, hanya mengandalkan kecepatan berjalannya menuju halte terdekat.

Yunan lelah.

Yunan lelah dengan semua perlakuan Maha. Seminggu terakhir hubungannya dengan sang sahabat sangat tidak mengenakkan. Mereka saling diam saat bertemu, tidak pernah bertegur sapa, dan sudah tidak saling memberi kabar di chat seperti biasanya.

Suasana semakin panas dengan argumen Yunan bahwa Maha nampak risih berteman dengannya, sedangkan Maha berusaha menampis itu semua.

Bukan tanpa alasan, Maha sudah banyak berubah. Tidak seperti dulu lagi. Yunan sudah tidak menemukan sosok Maha yang periang dalam diri pemuda itu. Entahlah, pikirannya sangat kacau sekarang. Ia ingin pulang.

Sebuah mobil dengan tiba-tiba menepi ke tempat ia berjalan. Ah, mobil BMW itu. Ia tahu siapa pemiliknya. Dengan langkah dipercepat ia menghampiri bagian mobil untuk pengemudi, lalu meminta tumpangan.

Sekarang, mari kita lihat keadaan Maha.

Tidak jauh berbeda, pemuda itu malahan bisa dibilang lebih parah dari Yunan. Ia tak habis pikir ada apa sebenarnya dengan sahabatnya itu. Akhir-akhir ini Yunan menjadi sedikit sensitif. Masalah kecil yang ada selalu dibesar-besarkan sampai seperti sekarang ini.

Menurutnya ia juga bersikap biasa saja. Memang benar ia tiga kali menolak tawaran dinner dari Yunan, tapi hal itu tidak tanpa alasan. Ia juga mengantinya dengan jalan-jalan atau hunting street food berdua. Tidakkah itu cukup?

Otaknya masih memproses kejadian yang baru saja terjadi. Yunan datang ke rumahnya dengan emosi yang memuncak. Dan sekarang anaknya berlarian dibawah hujan. Ya Tuhan, kenapa Maha membiarkan Yunan pulang sendirian? Tanpa kendaraan lagi.

Ia bimbang. Haruskah handphone nya digunakan untuk sekedar menelpon Yunan? Tapi kemungkinan besar hal itu tidak akan berhasil. Maka yang Maha lakukan sekarang hanyalah mengirim chat demi chat permintaan maafnya kepada Yunan. Semoga semuanya cepat membaik.

-----

"WOY INI TARUH MANA??"

"Apasih? Jangan teriak teriak gitu deh"

"Tau tuh. Sana tempel didekat balon di tiang deket pintu"

Wadya menghela napas dan langsung melakukan perintah Yesa. Tangannya terulur dan berhati- hati, menempelkan spanduk kecil bertuliskan "happy birthday Maha" yang sudah dihias dengan sedemikian rupa.

WHITE || AteezTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang