DEAR HEART, WHY HIM? #01

28 2 0
                                    

PROLOG.

ANINDIRA ARABELLE harus hidup sebatang kara setelah kepergian ayahanda tercinta. Penyakit menahun yang diderita ayahnya telah merenggut satu-satunya keluarga yang ia miliki. Kini selang beberapa tahun setelah kepergian sang ayah, Dira sapaan perempuan berambut panjang tersebut tumbuh menjadi sosok perempuan mandiri dan berhasil menjadi seorang dokter seperti keinginan alm. ayahnya.

Happy Reading ;)

Di antara rintikan hujan yang turun membasahi malam, Anindira duduk seorang diri di dalam bus yang menjadi alat transportasinya sehari-hari. Malam yang sudah sangat larut disertai hujan membuat suasana malam terasa sunyi dan sepi penumpang. Tak seperti hari biasanya, Dira kali ini pulang lebih lambat lantaran harus menggantikan rekannya yang tidak bisa bertugas.
Terbiasa pulang seorang diri membuat gadis cantik nan periang itu memiliki berbagai cara untuk mengusir rasa sepi yang terkadang juga diliputi rasa takut. Dan memasang earphone di kedua telinganya menjadi salah satu caranya. Ditemani lagu favorit, Dira tampak begitu menikmati perjalanan pulangnya.

Layaknya transportasi pada umumnya, bus yang ia tumpangi juga sesekali berhenti dibeberapa halte untuk menjemput penumpang lainnya. Seperti kali ini, tepat disebuah halte bus itu berhenti dan tak lama seorang lelaki berpostur tinggi pun naik ke dalam bus.
Dira melirik sekilas ke arah laki-laki tersebut. Pria itu tampak misterius baginya apalagi dengan topi hitam yang ia dikenakan.

Duuuuug!

Jantung Dira berpacu manakala laki-laki itu duduk tepat disampingnya.

Tapi kenapa? Di antara banyaknya kursi yang kosong kenapa ia memilih duduk di sebelah ku?

Dira mencoba tenang. Ia tidak ingin menaruh curiga pada seseorang yang bahkan tak melakukan apapun padanya.
Dira bersikap biasa. Ia mengedarkan pandangannya ke luar jendela berharap ada sesuatu indah yang ia temukan sebagai pelipur rasa takutnya saat itu. Namun sial, wajah laki-laki itu justru terpantul jelas di jendela kaca bus.

"Bisakah kamu berbagi earphone denganku?"

Suara lelaki itu berhasil mengacaukan pikiran Dira.

"Ya?" 

Dira spontan menatap wajah laki-laki tersebut, memintanya untuk mengulangi ucapannya namun tak di indahkan.
Dan tanpa disangka, pria itu justru mengambil earphone yang tersemat di telinga kirinya.

"This guy!"

Dira hanya bisa menahan rasa kesalnya. Ia tidak berani memberontak. Dirinya sadar, ia hanya seorang dokter bukan pemeran laga.

"Issshhh" 

Spontan tubuhnya bergidik membuat pria itu menoleh ke arahnya.

"Hehe..."

Dira tersenyum bodoh.

"Jangan berpikir buruk! Aku mohon, Dira. Kendalikan pikiranmu!"

Dira bergelut dengan bathin nya. Memerintah otaknya untuk tidak memunculkan prasangka-prasangka buruk dalam benaknya. karena bagi Dira, apa yang ia pikirkan itulah yang akan terjadi.
Sudah cukup lama lelaki itu duduk disebelahnya. Entah kemana pun tujuan lelaki tersebut namun ia berharap, ia secepatnya tiba di halte tujuannya.

Kenapa harus selama ini..?

Ingin rasanya Dira meneriaki pak supir agar dipercepat laju busnya.

Arghhh...

Laki-laki itu tiba-tiba merintih. Tangannya terlihat menekan perut disebelah kirinya.

"Anda baik-baik saja?"

Dira memberanikan diri menanyakan keadaan pria itu.
Dira terperangah mana kala ia melihat bercak darah ditangan lelaki itu.

"Astaga! kamu terluka!"

Dira panik namun laki-laki itu memintanya untuk tetap tenang.

"Aku akan baik-baik saja. Aku hanya harus pulang"

Ucapnya meyakinkan.

Dira menatap lekat wajah pria tersebut. Hingga beberapa saat ia pun memberanikan diri untuk berkata.

"Aku seorang dokter. Biarkan aku sedikit melakukan pertolongan untukmu"

Dira penuh harap.

"Aku hanya harus pulang"

Laki-laki itu menolak.

"Aku hanya perlu memberi sedikit tekanan pada lukamu"

Dira memaksa. Profesinya sebagai seorang dokter membuatnya tak bisa membiarkan pria itu tersiksa karena luka hebat di perutnya.

Laki-laki itu menatap lekat wajah Dira. Mempertimbangkan pertolongan baiknya.

"Jangan terlalu lama"

Pria itu pada akhirnya pasrah. Ia menuruti permintaan Dira. Menggantungkan keselamatan hidupnya pada perempuan yang baru dijumpainya.

*flashback*

Malam cukup larut kala itu. Namun terlihat sekelompok pria dengan berpakaian serba hitam tampak bersitegang di






Ada part Dira duduk berdampingan dg nevan. Ngobrol santai duduk di ranjang milik nevan.
"Kenapa hidup seperti ini?"
"Karena Tuhan tdk memberiku pilihan" jawabnya datar.
Dira menghela nafas.
"This jerk!" umpatnya.
Membuat Nevan menatap tajam ke arahnya.
"Marah? Lalu aku harus menyebutmu apa?"
Ucapan Dira membuat Nevan membeku. Umpatan gadis itu tidak bisa ia elak karena kenyataan yang ad dalam dirinya dan juga hidup yang ia jalani. Dia seorang berandal yang bengal dan tidak memiliki sisi baik sedikitpun. Nevan akui itu.

Nevan membuang muka.

Sejenak keduanya hening. Nevan larut dalam pikirannya sementara Dira menunggu pria itu berbicara.

"Aku juga ingin ini berakhir" Nevan mulai terbuka.

"Hanya aku tidak tahu cara mengakhirnya" akuinya

Dira tersenyum masam.

"Gmn bisa kamu gak tahu cara menyelesaikan sesuatu yang kamu mulai" cecarnya.

Nevan kembali membisu. Kali ini cukup lama membuat Dira menarik diri.

"Sudah larut malam. Aku perlu istirahat" pamitnya.

"Sebentar saja" Nevan menggenggam pergelangan tangannya. Dira menurut dan kembali menempatkan diri di sisi Nevan.

"Apa kamu pernah berada di tempat asing dengan ranjau disekelilingnya? "
Nevan menatap lekat wajah Dira.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEAR HEART, WHY HIM?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang