:13:

602 146 1
                                    


happy 1k viewer dan
Selamat hari kemerdekaan semuanya!


Jennie masih tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya saat ini. Foto dirinya dengan Alva yang menjadi model beberapa waktu lalu melakukan pemotretan hadir dalam versi cetak. Ia akui jika Alva sangat tampan sehingga membuat siapa saja terpesona.

Apalagi dengan setelan jas yang melekat di tubuhnya yang terbilang atletis. Bahkan foto mereka berdua sangat cocok dan serasi.

"Jen apa hasilnya bagus?" tanya Alva yang sedari tadi melihat Jennie mengamati majalah.

Jennie menoleh lalu mengangguk, "Bagus banget." Jennie mengacak rambut Alva pelan membuat laki laki itu tersenyum sangat puas.

Lebih seneng lagi ketika Alva tau ia sudah bisa menghasilkan uang. Ia berharap jika uangnya dapat membeli hadiah untuk Jennie. Tapi Naya bilang uangnya masih belum cukup untuk membeli apa yang Alva inginkan.

Tidak pantang menyerah, Alva meminta tolong Naya untuk menjadikannya model agar dapat membeli hadiah untuk Jennie.

Alva menyandarkan kepalanya dipundak Jennie sembari melihat setiap halaman yang dibuka Jennie. Alva terlihat puas dengan hasil pemotretan waktu itu.

"Al ganteng ngga, Jen?" tanya Alva tiba tiba membuat Jennie berhenti membalikan halaman majalah.

Jennie menoleh melihat wajah Alva yang kini menatap dirinya. "Biasa aja." ucapnya lanjut membuka halama selanjutnya.

Bibir Alva mengerucut lucu. Ia langsung menjauh dari Jennie dan fokus menonton televisi yang menayangkan acara infotainment. Tidak perduli lagi pada Jennie yang menatapnya penuh keheranan.

Jennie langsung terkekeh melihat tingkah laku bayi besar ini. Ia kemudian pergi meninggalka Alva yang masih merajuk tanpa ada niatan membujuknya.

Alva hanya menatap punggung Jennie yang mulai menjauh dengan tatapan sedih bercampur kesal. Ia melipat tangannya di depan dada, bibirnya mengerucut dengan wajah kesal. Alva benar benar ingin merajuk!

Tapi sepertinya gagal karena beberapa menit kemudian Alva mulai goyah menatap ruang tengah yang sepi. Jennie benar benar tidak berniat membujuknya bahkan tega meninggalkannya. Sungguh tega.

Alva mencari keberadaan Jennie di dapur namun tidak menemukannya. Alva langsung lari menuju kamar Jennie, mengetuk pintunya dengan keras dan cepat. "Jennn."

Alva mengetuknya beberapa kali dan memanggil namanya namun tidak ada respon dari dalam.

"Al buka ya?" Alva membuka pintu dengan pelan melihat kamar Jennie yang kosong.

Kemudian ia pergi menuju depan rumah tapi juga tidak menemukan Jennie. Alva mulai merasa khawatir. Ia takut Jennie pergi meninggalkannya lagi. Takut dia tidak bisa bertemu Jennie.

Nafasnya mulai memburu. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri mencari Jennie. Dia kemudian masuk lagi ke dalam rumah kembali untuk mencari. Lagi lagi tidak ada.

Alva akhirnya pergi ketaman belakang dengan terburu buru. Nafasnya begitu berat sampai matanya berkaca kaca.

Disana Alva menemukan Jennie yang sedang asik mengurusi taman bunganya. Tanpa membuang waktu lagi Alva langsung menerjang tubuh Jennie yang membelakanginya.

Jennie tersentak kaget mendapatkan pelukana tiba tiba dari Alva. Ia hendak melepaskan pelukan Alva yang begitu erat tapi ia merasakan nafas Alva yang memburu. Ia membiarkan Alva memeluknya sebentar sembari ia melepaskan sarung tangan yang sudah kotor terkena tanah.

"Jenn." ucap Alva lirih.

Dengan berat Jennie membuang nafas karena dirinya merasa sesak. Ia melepaskan pelukan Alva dan berdiri menghadap Alva. Ia melihat mata laki laki itu berkaca kaca. Mungkin sebentar lagi akan jatuh air matanya dari pelupuk mata.

"Eh, kenapa?" tanya Jennie memegang lengan Alva.

Alva menggeleng, ia kemudian memeluk Jennie kembali. Menenggelamkan wajahnya dalam ceruk leher, menghirup aroma tubuh Jennie dengan begitu rakus. Jennie benar benar merasa geli.

"Kamu kenapa?" tanya Jennie sembari tangannya mengelus pundak Alva.

Alva menggeleng sebagai jawaban pertanyaan Jennie. "Al, kamu kenapa?" tanya Jennie lagi.

"Al takut. Takut Jen ninggalin Al lagi " ucapnya begitu lirih namun masih terdengar oleh Jennie.

Jennie terpaku mendengar ucapan Alva yang mengingatkannya pada peristiwa beberapa waktu lalu.

"Aku ngga akan ninggalin kamu."

Alva berjalan menuju kantin sendirian tanpa ada Jennie yang menemani. Ia ingin membuatkan sesuatu untuk dimakan Jennie yang sibuk membuat ilustrasi untuk buku dongengnya. Bebeapa kali ia berkeliling kantor membuat Al hafa jalan untuk pergi ke kantin.

Alva menengok kanan dan kiri melihat banyak karyawan yang sedang fokus dengan kegiatan mereka masing masing. Alva tersenyum senang ketika melihat kantin yang tidak terlalu ramai. Kakinya dengan cepat melangkah mendekati kantin yang sudah tidak jauh lagi.

Langkah Alva terhenti ketika sekumpulan perempuan datang menghampirinya dengan tersenyum lebar. Jujur Alva sedikit takut.

"Alva boleh minta fotonya?" tanya salah satu perempuan yang memeaki blouse biru muda.

Alva berkedip beberapa kali mencerna situasi yang malah terlihat imut di mata sekumpulan perempuan ini. Mereka berteriak histeris sembari mengarahkan kamera mereka tepat diwajah Alva.

"Ngga boleh." jawab Alva kemudian mencari jalan lain untuk pergi ke kantin.

Tapi perempuan lainnya malah menghalangi jalannya dengan merentangkan tangan. "Sekali aja boleh?"

Alva menggeleng kuat, "Ngga boleh." jawab Alva kekeh.

"Satu kali jepret aja ya?" tanya perempuan lainnya.

Alva melihat mata- mata penuh permohonan hingga kakinya mundur selangkah. Sekumpulan perempuan itu maju mendekati Alva semabri menyodorkan hp mereka.

Alva menatap ngeri peremuan di depannya. Sangat menakutkan dan Alva tidak suka. Satu satunya perempuan yang di suka Alva hanya Jennie tidak ada yang lain.

Alva kemudian berbalik dan langsung kabur melarikan diri. Dia pergi menghindari sekumpulan perempuan yang kini masih mengejarnya. Malah betambah banyak jumlahnya.

"Jen, Alva takuttttt." teriak Alva menggema memenuhi lorong ditemani teriakan sekumpulan perempuan yang mengejarnya.

but it's youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang