Prolog

11.1K 686 49
                                    

"Le, kenapa kamu bersikeras ingin pergi ke desa itu?"

Jeongguk tersenyum menatap wajah khas wanita jawa yang tidak begitu mengeriput. Dielusnya tangan eyang agar wanita tua itu tidak begitu khawatir, "Aku ingin mengabdi disana, eyang." 

Eyang menghela nafas panjang dan berat. Cucunya ini sangat keras kepala, mirip dengan karakter mendiang anak gadisnya. 
    
"Le, kamu cucu satu-satu eyang. Ini adalah tanah Jawa, bukan Korea Selatan. Di tanah Jawa, terlebih di desa pedalaman ada pantangan-patangan tertentu yang ndak boleh dilanggar. Penduduknya lebih mempercayai hal mistis, bahkan kebanyakan dari mereka lebih percaya berobat ke dukun ketimbang dokter. Kamu ndak akan begitu diterima di desa itu." 

Senyum Jeongguk kembali terukir jelas begitu mendengar penuturan eyang yang berlogat medok walau menggunakan bahasa Indonesia. Ya, sebulan lalu dia memutuskan untuk tinggal di Indonesia bersama Eyang. Ia berdarah campuran Korea dan Jawa. Ayahnya telah meninggal beberapa tahun lalu sedangkan ibunya meninggal sewaktu Jeongguk berumur 2 tahun.

Entah kenapa, ayah selalu menolak jika Jeongguk mengajak berlibur ke tanah kelahiran ibu. Selalu saja pekerjaan yang dijadikan alasan. Ayah juga tak menceritakan secara rinci penyebab kematian ibu.

Begitu lulus kuliah kedokteran, Jeongguk memutuskan untuk pergi ke Indonesia. Sedari kecil, dia memang jatuh cinta pada budaya Jawa dan belajar bahasa Indonesia. Bahkan sampai mentato ornamen batik di lengan bagian atasnya.

Em, ya.. Jeongguk memang dokter tapi ia suka akan tato. Untung saja lengan jas dokter dan pakaian operasi di rumah sakit universitas itu panjang. Karena jika tidak, maka bisa jadi rekan dan pasien akan menatap takut atau mungkin tak suka pada tato di sepanjang lengan kanannya.

"Maka dari itu aku kesana untuk mencerahkan pemikiran mereka, eyang. Aku akan mengobati juga berbagi pengetahuan dengan anak-anak di desa."

"Kau dapat bekerja di rumah sakit kota saja."

"Eyang, sudah banyak dokter hebat di kota." Sahut Jeongguk menenangkan kemudian mengecup jemari eyang.

Tapi eyang masih berwajah sendu.

"Baiklah, hanya setahun, hum. Aku akan selalu menghubungi eyang." Jeongguk mengajak bernegosiasi.

"Bahkan eyang ndak yakin di sana ada sinyal."

Ah, Jeongguk lupa. Desa itu memang sudah sinyal. Kata kepala desa yang telah dihubungi, energi listrik dibatasi sejak pukul 06.00 petang sampai 06.00 dini hari saja.

"Kalau begitu akan kukirim surat. Eyang nggak perlu cemas. Kita masih di tanah yang sama, bukan?"

"Eyang ndak ingin hal buruk terjadi juga."

"Eh? Apa maksud eyang?" Dahi Jeongguk berkerut bingung saat mendengar gumaman lirih eyang.

Seketika eyang tersadar. Ia tersenyum mengusap surai cucu tampannya. Sungguh tak ada garis wajah Jawa disana, "Tidurlah. Besok kau naik kereta pagi, kan?"

Jeongguk mengangguk senang dan memeluk eyang, "Terima kasih telah memberi izin, eyang."

"Sebelum itu, Eyang berpesan. Kamu adalah dokter maka tugasmu cukup mengobati. Bertindak sebagai dokter saja."

"Ya, eyang. Tentu aku bertindak sebagai dokter."

"Kamu ndak boleh terlibat jauh dengan orang-orang di desa itu. Jangan terlibat asmara."

Seketika saja Jeongguk terkekeh kecil, "Eyang cemas aku terjerat kembang desa dan nggak ingin kembali ke kota?"

"Eyang serius." Tukas eyang dengan wajah serius.

"Eyang nggak perlu mencemaskan hal itu. Aku nggak pernah punya rasa seperti itu terhadap pasien. Dan lagi aku cukup sulit jatuh cinta."

Jawaban Jeongguk tidak serta merta membuat hati tenang, malah entah mengapa semakin menambah kegusaran.

"Cha. Waktunya tidur eyang." Seru Jeongguk.

Chu~

Dikecupnya punggung tangan eyang dengan hangat. Jeongguk membaringkan tubuh eyang dan keluar dari kamar. Besok, perjalanannya akan dimulai. Satu hal yang sejak dulu diidamkannya adalah melihat langsung kebudayaan kental Jawa, dan desa itu adalah pilihan tepat.

Kenapa?

Karena Jeongguk pernah membaca nama desa itu di cacatan harian mendiang ibu.

Ya. Itulah awal mulanya.

.

.

TBC

Eh malah buat book baru. Well, kali ini aku ingin keluar dari zona nyaman. Mau nulis genre sedikit horor.😬🔫

But, budayakan vote. Kalian ada, kan? Bukan ghostreader. 

# Jeon Jeongguk. Dokter muda berusia 23 tahun. Darah campuran keturunan Busan dan Jawa.

 Darah campuran keturunan Busan dan Jawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Given and Taken ╬ KOOKV [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang