Luka

0 1 0
                                    

Orang bilang, menjadi cantik adalah sebuah anugerah.
Orang bilang, menjadi apa yang
disukai banyak orang adalah keberkahan. Namun, banyak orang yang lupa jika mereka tidak perlu disukai oleh banyak orang untuk mendapatkan keberkahan.
Juga, tidak perlu menjadi cantik seperti yang orang inginkan untuk mendapatkan sebuah anugerah.

*****

"Jangan terlalu berlebihan. Kamu juga harus istirahat."
Hari masih terlalu pagi untuk beraktivitas, namun tidak bagi seorang perempuan berusia 22 tahun yang terus berlari mengelilingi taman di tempat ia tinggal.
Sudah berulang kali teman dari perempuan tersebut mengingatkan dirinya untuk rehat sejenak. Namun berakhir dengan sikap tak acuh yang ia dapatkan.

Bunga terus berlari tanpa peduli bahwa dirinya sudah kelelahan atau kakinya sudah meronta minta berhenti.
Perempuan itu hanya tahu, ia harus mendapatkan bentuk tubuh sempurna. Tanpa peduli dampaknya seperti apa.
Selang beberapa menit, Bunga memilih untuk berhenti.
Nafasnya tak beraturan, rasanya ia akan tersungkur ke tanah jika ia memutuskan terus berlari.

"Kenapa begitu memaksakan diri?"
Tanpa melihat lawan bicaranya, Bunga terdiam sejenak.

"Kalau tidak memaksakan diri, nanti tidak cantik lagi."
Sampai akhirnya ia menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh temannya.

*****

"Iya, sebentar lagi sampai."
Jalanan terlihat begitu senggang. Bunga memejamkan matanya sejenak, menikmati harinya di akhir pekan untuk keluar dari hiruk pikuk kota yang memusingkan.
Hari ini, Bunga akan bertemu dengan beberapa teman lamanya.
Mereka berencana untuk bersenang-senang menghabiskan waktu mereka bersama.

*****

"Bentuk badan kalian bagus semua. Apa rahasianya?"
Satu dari sekelompok wanita yang tengah berkumpul di suatu tempat makan tersebut mengeluarkan pertanyaan untuk teman-temannya.
Tak lama, mereka riuh membicarakan perihal bentuk tubuh masing-masing di antara mereka.

"Kalau kamu Bunga, apa rahasianya?"
Sejenak Bunga tersadar dari lamunannya, ia tersenyum kecil untuk mencairkan suasana.
Karena sejak awal, Bunga tak begitu tertarik dengan obrolan mereka.

"Oh, aku selalu olahraga tiap pagi. Lari sekitaran perumahan atau taman."
Bunga menjawab dengan sedikit ragu. Namun teman-temannya percaya dan memuji dirinya dengan tubuh semampai dan wajah cantik yang ia miliki.

"Badan kamu sudah bagus loh, mungkin ukuran pinggulnya saja yang masih terlalu besar."
Pernyataan tersebut keluar menjawab kalimat yang Bunga lontarkan. Bunga terdiam sejenak, lalu tersenyum.
Obrolan itu terasa panjang.
Tak pernah habis.
Mereka membicarakan bentuk tubuh dan bentuk wajah masing-masing dengan antusias. Semuanya, kecuali Bunga.

*****

"Oke, aku pulang dulu ya kalau begitu. Sampai nanti."
Bunga melambaikan tangannya pelan. Pertemuan dengan teman-temannya terasa memakan waktu banyak dan terasa begitu menguras tenaga.
Ia merutuki dirinya yang lebih memilih untuk berkumpul dengan temannya dibanding istirahat di rumah.
Sebelum memutuskan pulang kerumah, Bunga berlari kecil menuju kamar mandi umum yang tersedia di rumah makan tersebut. Seperti kesetanan, dirinya memasuki kamar mandi dengan tergesa-gesa. Seakan waktunya akan habis.

Ia tidak datang ke kamar mandi untuk membasuh tangan atau wajahnya, tidak juga untuk buang air.
Bunga menunduk sejenak lalu memandang pantulan dirinya di cermin. Tak lama, ia merasa mual.
Bunga memuntahkan makanan yang telah ia telan. Bagaikan semua makanan tersebut adalah sebuah dosa.
Dirinya terus mengeluarkan sisa-sisa
makanan yang dapat ia keluarkan.
Setelah membasuh wajahnya, Bunga kembali menatap pantulan dirinya. Menyedihkan.

Ia menatap nanar dirinya sendiri. Tatapan menyedihkan dan merendahkan.
Selang beberapa menit kemudian, Bunga mendengar suara dari ujung bilik kamar mandi. Ia terdiam sejenak, Bunga terkejut ketika ia mendengar seseorang tengah memuntahkan sesuatu. Pikirannya kabur. Perlahan, Bunga dapat mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh orang-orang untuk dirinya.

"Tubuhmu terlalu besar."
"Kamu cantik, sayang kamu tidak begitu putih."
"Kenapa tidak pergi dan memperbaiki diri?"
"Sayang, pinggulmu masih begitu besar."
Juga kata-kata lainnya.

Bunga kembali tersadar ketika seseorang keluar dari balik pintu di kamar mandi tersebut. Ia mendapati seorang perempuan tengah berdiri dan menatap dirinya dari pantulan kaca.
Kemudian perempuan itu memilih pergi meninggalkan Bunga yang masih terdiam tanpa sepatah kata.

*****

Hari berlalu begitu cepat. Sekarang sinar matahari telah tergantikan oleh sinar rembulan yang tak kalah terangnya. Seharusnya Bunga sudah sampai di rumah, namun wanita itu memilih untuk berjalan tanpa tahu kemana ia akan pergi dan menghabiskan waktunya sendiri menikmati bisingnya suara kota di malam hari.
Langkah kaki Bunga terhenti di depan sebuah toko buku. Rupanya, tengah diadakan seminar kecil-kecilan di toko buku tersebut.

"Kalau kamu tersiksa karena harus cantik, lantas dapatkah cantikmu itu diandalkan untuk menjadi sumber kebahagiaan?"
Bunga termenung, ia berdiam di depan toko buku itu. Baru selangkah kakinya berjalan, Bunga kembali berhenti.

"Kalau kamu terluka karena cantik, lantas apa yang kamu kejar? Kebahagiaanmu atau pengakuan dari orang-orang? Kenapa begitu memaksakan diri untuk tampil cantik? jika dirimu tak pernah bahagia atas itu. Kenapa harus diakui cantik oleh orang lain? jika kamu dapat mengakui dirimu sendiri kalau kamu sangat cantik dan itu cukup."
Tanpa berpindah tempat, Bunga tak lelah berdiri di depan toko buku itu sambil mendengarkan seseorang yang berbicara dengan lantang di hadapan pengunjung toko.

Ia berdiam menatap jalanan. Kemudian memejamkan matanya sejenak, menengadah ke atas dan menghirup dalam udara.
Sejenak, ia merasa tenang. Untuk beberapa detik, Bunga merasa bahagia. Pikirannya berputar membawa Bunga tenggelam.
Ia berbohong.

Ia berbohong jika dirinya hanya berlari kecil untuk mendapat bentuk tubuh yang orang-orang inginkan.
Nyatanya, Bunga selalu berusaha keras untuk mengecilkan lingkar pinggangnya.
Ia berlari, berlatih terus menerus, tidak makan untuk beberapa hari.
Ia berbohong, ia bohong kalau ia bahagia akan apa yang dirinya dapatkan.
Bunga hanya mendapat rasa sakit dari latihan kerasnya, ia hanya mendapat rasa sakit ketika dirinya mengubah bentuk tubuh dan wajahnya.
Bunga berbohong dan dirinya tidak bahagia.

*****

Bunga tersadar dari lamunannya.
Ia memilih untuk kembali berjalan sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang menuju rumahnya.
Sesampainya di rumah, Bunga bergegas menuju kamarnya.
Ia menatap bayangan dirinya di cermin. Tak ada yang berubah kecuali satu hal. Yaitu, tak ada lagi tatapan menyedihkan yang ia dapat dari dirinya sendiri.
Tak ada lagi perasaan kecewa atas apa yang dirinya dapat.
Bunga tersenyum kecil, mungkin esok dirinya akan kembali lari di pagi hari. Juga, mungkin di esok hari ia akan menghabiskan kue yang ia beli untuk dirinya sendiri.
Beberapa detik kedepan, Bunga tak lagi berbohong. Dirinya merasa pantas, juga bahagia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FABULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang