Jika orang dingin ketika diganggu ia akan marah, maka Kaima tidak. Bukan karena ia baik hati, atau rendah hati. hal itu semata-mata karena ia malas bereaksi. Kaima malas berurusan dengan orang lain termasuk memberikan responnya meski hanya ekspresi marah. Ia lebih senang berdiam ketika ada orang yang mencari masalah ke dirinya dan menganggapnya hanya angin lalu. Kaima tidak peduli dibicarakan oleh Miky yang cerewet dan dikritik oleh Valen yang selalu heran dengan tingkahnya. Bahkan, belum bisa dijamin bahwa Kaima menganggap mereka ada.
"Gila! Semakin gue ngomongin soal kekurangan Kaima dengan jelas, semakin dia bodo amat." ujar Valen takjub ketika melihat sebongkah es hidup di kelasnya.
"Gue lama-lama jadi pengen kayak Kaima, emosi tanpa badai. Pasti seneng, pahalanya mengalir deras." Miky ikut-ikutan. Ia malah membahas sampai akhlak.
Sedangkan Rama, seperti biasa hanya heran dengan tingkah dua manusia aneh itu. Bahkan bagi Rama, mereka berdua lebih aneh dari pada Kaima.
Kaima memang bukan manusia biasa, ia seperti robot hidup yang brilian. Ia jadi kebanggaan kelas meski ia saja tidak tahu apa itu rasa bangga. Prestasinya menjadi perasaan iri banyak orang, segala ketenangan yang ia miliki terkadang juga menjadi sebagian rasa iri. Mereka iri karena hidup Kaima yang begitu tenang.
Suatu hari, ada moment yang membuktikan bahwa Kaima tidak pernah marah. Saat itu sedang panas-panasnya, jam istirahat kedua kantin sedang ramai, banyak siswa yang berdesak-desak meramaikan kantin. Dan di saat itu ada pemandangan yang tidak biasa ada di sana, membelalakkan banyak pasang mata.
Pemandangan itu adalah datangnya Kaima ke kantin. Kaima masuk di kantin sendirian dengan wajahnya yang dingin. Berjalan dengan membawa rasa dingin seperti hujan di tengah kemarau. Itu kali pertama Kaima ke kantin, ia terpaksa ke sana karena air minumnya habis.
Langkah Kaima singkat, tiba-tiba saja ia sudah ada di depan kasir, membayar sebotol air dingin yang ia ambil di kulkas. Namun aktivitasnya menyedot perhatian banyak orang. Banyak juga yang berbisik-bisik membahas tragedi langka itu.
"Ada angin apa nih? Manusia pendiem ini ke sini?" bisik salah seorang siswa.
"Tapi kenapa ya dia enggak pernah senyum."
"Dia brokenhome ya? Kok sifatnya nggak ngenakin kayak gitu."
Bisik-bisik itu terdengar begitu jahat, seperti manusia bukanlah seorang manusia.
Ternyata obrolan sunyi itu didengar oleh Valen dan Miky yang sedang menikmati es tehnya. Kuping mereka langsung terbuka mendengar nama Kaima disebut-sebut sejak tadi. Valen memang terkadang heran dengan tingkah Kaima, namun apa yang mereka bicarakan lebih tidak masuk akal.
"Manusia batu ngapain ke sini?" seloroh cewek dengan gaya modis. Rambutnya dibuat curly dengan catokan dan nampak sedikit kaku karena sering diubah-ubah. Mereka adalah anak kelas 12.
"Eh, eh, katanya dia enggak bisa emosi." yang rambutnya di kepang ikut membuat topik, itu obrolan yang terjadi tepat di samping Valen dan Miky duduk, ada tiga orang bergerombol duduk.
Rumor tentang emosi Kaima sudah didengar banyak siswa di sekolah. Rumor yang mereka anggap sesuatu yang mustahil. Rumor yang terdengar seperti sekolah ini bekas kuburan. Maka, di satu sisi mereka mengabaikan rumor aneh itu, namun juga tidak sedikit yang mempercayai itu. Wajar saja, Kaima saja seperti mayat hidup.
"Halah, masak sih?" seru salah satu temannya. Gadis berambut curly lob itu tidak percaya.
"Yeee, beneran tahu."
"Pengen gue buktiin?" gadis yang pertama membahas Kaima saat itu langsung berdiri. Menghampiri Kaima dan menumpahkan es teh di seragam Kaima yang berwarna putih. Es batu yang ikut tersiram jatuh ke lantai dengan suara bergemelutuk. Semua orang di kantin kaget dengan apa yang terjadi, namun juga menunggu apa reaksi Kaima selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Kaima
Teen FictionManusia super dingin dan cuek itu tumbuh dengan baik. Tidak punya teman di SMA dan selalu sibuk dengan dunianya yang tidak jelas. Kaima Arunika, menjadi manusia yang dianggap aneh namun cerdik. Namun, hidupnya berubah sempurna ketika datangnya Hajw...