~*~*~*~
'Aku akan melindungi mereka, meskipun itu aku harus menjadi lilin yang membakar diri hanya untuk bisa menerangi di tengah kegelapan dunia terkutuk ini.'
~RAN~Byurr...
Guyuran air dingin berhasil menyadarkan tubuhnya yang pingsan selama 2 jam. Kepalanya terasa sakit akibat pukulan serta tubuhnya yang tak henti bergetar akibat darah segar yang terus mengalir.
Dengan sisa tenaga yang dia punya, Ranya mencoba melepaskan diri dari ikatan yang membelenggunya. Namun semua usahanya sia-sia saat ada seseorang memukul kepalanya hingga mengeluarkan darah segar.
Meski pandangannya mendadak kabur, ia masih tersadar dan bisa melihat seseorang berjaket hitam itu.
"Heh, ternyata hemophobia lo belum hilang, ya." ujarnya dibalik kegelapan sepuluh cowok mirip preman.
"Si-siapa?" lirih Ranya.
Sebelum pemilik suara itu memunculkan wujudnya, dari sebelahnya terlihat Aurel yang terguling lemas serta tangan dan kakinya terikat sama sepertinya."Aurel!" panggil Ranya panik.
"Gu-gue nggak papa, tapi_"
Namun sosok berjaket hitam itu menginterupsi ucapan Aurel tentang identitasnya. Ia membuka topi jaketnya dan menampakkan wajah aslinya yang membuat Ranya terkejut tidak menyangka.
"Sara?!" kejut Ranya merasa tidak percaya dengan apa yang matanya lihat.
"Iya, ini gue, Sara. Kawan masa kecil lo sahabatku." pekik Sara mengakui diri.
"Apa maksud lo? Dan jaket hitam itu_"
"Gue tahu apa yang mau lo omongin," sela Sara sembari berjalan memutari Ranya, "Jadi biar gue perjelas lagi. Kematian Zahra, pertemuan lo sama Aril dan si nenek tua mati, semua itu rencana gue buat dapetin A-R-I-L." lanjut Sara dengan bangganya.
"SARA!" teriak Ranya mulai emosi.
Sara mencengkeram dagu Ranya hingga terangkat, "Hhssttt ... Jangan banyak teriak, ntar lo mati gemetar kehabisan darah, loh."
Sungguh Ranya tidak habis pikir dengan apa yang ia lihat dan dengar dari sosok yang telah lama ia anggap sebagai sahabat.
"Kenapa orang kayak lo bisa hidup, menjijikkan!" teriak Ranya hingga menggema di tengah ribut hujan lebat disertai kilat yang tak kunjung reda.
"Terserah lo mau bilang apa, yang pasti bentar lagi lo bakal bertekuk lutut di kaki gue dan memohon kematian dari gue." ujar Sara melepas cengkeraman nya.
"Ck, nggak ada alasan buat gue tunduk sama cewek rendahan kayak lo!" balas Ranya mencoba menghentikan rasa takutnya pada darah.
Sara meraba saku jaketnya, "Gue nggak yakin."
Sebuah smartphone dengan rekaman yang diyakini Sara dapat menundukkan kesombongan Ranya saat ini.
"Aaahh ..."
Suara desahan itu membuat Ranya beludak murka, seakan gunung Krakatau meletus saat itu juga.
"SARAA!!" teriak Ranya semakin menjadi-jadi, "APA YANG LO LAKUIN SAMA FARA, HAH?! Kalau_" ancamnya.
"Ya, anak buah gue cuma berpusing riya sama dia,"
Yang menyedihkan adalah Ranya tidak bisa berbuat apa-apa tatkala melihat penyiksaan terhadap orang yang ia sayangi.Untuk sesaat ia memejamkan matanya seraya berpikir, mungkin Sara akan puas dan berhenti menyiksa adiknya bila mana ia menuruti kemauannya.
"Cukup! Gue faham!" intrupsi itu membuat Sara menghentikan rekamannya.
"Gue akan nurut sama lo, asalkan lo nggak sakitin Fara ataupun Aurel!" pinta Ranya meneteskan air mata.
"APA YANG LO LAKUIN RANN?!!" teriak Aurel kontra atas keputusan sahabatnya, "Ngapain lo_"
Plakk!!
Tamparan keras mendarat di pipi Aurel karena berani mengusik urusannya dengan Aranya.
"Lebih baik gue yang sakit, gue nggak mau lihat pengorbanan lagi," pasrah Ranya.
Sara tertawa sembari meraih tongkat panjang dan memukul kepala Ranya, hingga tongkat itu putus jadi dua.
"RANYAA!!!" teriak Aurel melihat darah segar terus bercucuran dari balik hijab coklat itu.
Sara menarik paksa hijab yang membalut aurat Ranya dan terus memukuli tubuh yang hampir tidak bisa merasakan setiap goresan luka di sekujur badannya.
Sara menendang kursi itu hingga posisi kepala Ranya berada di bawah. Tak berhenti, ia juga menarik paksa rambut panjang Ranya lalu memotongnya asal.
"Sungguh menyedihkan, lo cewek paling naif. Asal lo tahu, rekaman itu di ambil pas lo masih pingsan!"
Namun ucapan Sara sama sekali tidak mendapatkan respon dari Ranya, sedari tadi ia hanya tertunduk dan menatap ke mana setiap tetesan darahnya mengalir.
"Ya, udah dua jam yang lalu. Mungkin malaikat maut udah cabut nyawa adik lo dan sebentar lagi lo bakal nyusul dia, wwuhhsss ..." pekik Sara puas.
"Sara, gue mohon lo lepasin Ranya," pinta Aurel mengais belas kasih pada orang yang salah.
Tangis air mata Aurel tidak bisa berhenti saat melihat sahabatnya tengah berjuang di ambang kematiannya. Seakan kehidupannya tengah dipermainkan oleh takdir yang Kuasa.
Tolong, jika ini mimpi cepat bangunin gue! Sungguh Aurel tidak sanggup melihat kebrutalannya.
"Sara!! Mending lo bunuh aja Ranya! Biarin dia bebas, gue mohon sama lo!" pinta Aurel yang terbaring di lantai bekas ukiran abstrak darah dari Ranya.
"Tenang aja Au, Ranya bakal bebas setelah urusan dia sama anak buah gue selesai." jelas Sara sembari menarik kursi Ranya ke posisi awal.
Pandangan kosong serta kondisinya yang memprihatinkan, membuat Ranya tidak bisa melakukan apapun. Ia nyaris tidak lagi merasakan sakit dari bekas pukulan di kepalanya, mungkinkah ini yang di namakan kematian?
⚜️⚜️⚜️⚜️⚜️
KAMU SEDANG MEMBACA
RANARIL ||✔️
Teen Fiction[⚠!️WARNING!⚠️] [CERITA MENGANDUNG UNSUR CANDU DAN BIKIN KAKU, AWAS ENTAR BAPER![ [MENURUT IMAJINASI AUTHOR, BUKAN "MENURUT ATURAN KELUARGA," KALAU ITU NAMANYA DWISATYA.] [MAAF BILA ADA KESALAHAN DALAM KEPENULISAN, MAKLUM LAH KARYA PERTAMA😆😆] Aril...