author pov
lisa berhenti berjalan, ketika kedua kakinya baru berpijak ingin menaiki sepeda. sebelum memutuskan untuk turun kembali, dirinya menghembuskan nafas. karena lisa menyadari, apa yang telah lisa lakukan sekarang jelas salah.
benak yang tadinya bergelut keruh tak karuan, kini mulai menyesali perbuatan dirinya pada jennie, beberapa menit yang lalu.
gemuruh petir dan kilat mulai terdengar dari jauh-jauh. langit membawa semilir angin berhembus lumayan kencang, membuat lisa mau tak mau harus memejamkan matanya sebentar agar tidak kemasukan debu.
setelah dirasa semuanya sudah aman, lisa lalu bernafas lega. tubuhnya sengaja berbalik dan berjalan lagi menuntun sepeda itu ke perkarangan rumah jennie.
karena lisa sadar, ia telah melakukan hal fatal dengan pergi begitu saja dan seolah tak perduli apa-apa. sedangkan jennie itu pujaan hatinya, kebahagiaan yang lisa punya, akan sangat tak masuk akal jika dirinya lebih memilih menghabiskan waktu bersama teman-teman ketimbang dengan jennie.
"jennie bener, ga seharusnya gue temenan sama cowo terus." dengan kepala yang tertunduk, lisa bergumam sendirian.
ketika sampai tepat di depan halaman dan pagar rumah jennie, lisa mengangkat pandangannya. mengedarkan netra obsidian dengan raut muka yang sendu, lisa menatapi mulai dari pintu rumah hingga tempat duduk di teras yang biasa mereka duduki berdua.
lisa tidak takut, hanya saja ia merasa bersalah.
setelah sepeda milik mbah lisa taruh pada depan pagar, kali dirinya yang masuk dan berjalan mendekati rumah jennie.
masih dengan rasa gugup yang terus menghampiri, perlahan lisa meneguk ludah dan mengetuk pintu beberapa kali, sengaja tanpa bersuara memanggil.
"iya sebentar!"
mendengar sahutan langsung dari jennie sendiri membuat senyuman lisa sedikit tercipta. ia tarik nafas dengan dalam dan menghembuskannya pelan-pelan untuk menetralkan detak jantung.
gagang pintu itu terdengar berbunyi, tepat ketika satu tangan jennie berhasil membukakan pintu, hal pertama yang ia lihat adalah lisa yang sedang menyengir.
"apa lagi?"
"mau minta maaf"
"kamu emang bikin salah?"
oke, lisa harus berkata-kata dengan halus dan lebih pelan kali ini.
satu tangan lisa mengambil tangan jennie dan ia genggam. lisa bawa gadis itu agar lebih keluar sedikit dan tidak hanya berdiri di ambang pintu.
walaupun jennie tak menolak, tapi gadis itu juga tidak tersenyum sama sekali. lisa maklum, sudah biasa melihat kekasihnya yang dominan memang sering merengut dan malayangkan tatapan tajam.
"aku tau, aku ga nutup mata kalo aku di sini udah bohong, nyakitin perasaan kamu dan malah mau pergi gitu aja tanpa ada minta maaf"
jennie hanya diam, menatapi air muka lisa yang berbicara dengan sesekali tersendat karna gadis itu jelas kelihatan gugup dan takut.
dan jennie juga hanya diam ketika lisa mengambil lagi satu tangan miliknya untuk lisa genggam.
"sayang, aku ga ada niat mau bohongin kamu. aku minta maaf karna selama ini aku selalu bandel dan ga nurut apa kata kamu. aku juga minta maaf buat semua kesalahan yang pernah aku lakuin, yang ngebikin hubungan kita jadi berantem."
"..."
"kamu bener, temenan sama cowo terus-terusan itu ga seharusnya aku lakuin. aku paham apa yang kamu mau, tapi kadang aku juga bingung kenapa aku malah seolah ga ngerti perasaan kamu." lisa tertunduk menghela nafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOSTALGIA - JENLISA ✔
General Fiction❝ Dunia harus tahu, ada kisah luar biasa yang pernah terjadi pada masanya. Di tahun 1996. ❞