Rasa Sakit

155 71 30
                                    

Sedari tadi Arya terus senyum-senyum sendiri sembari membayangkan kejadian siang itu. Tak dapat ia pungkiri Nara langsung kembali ceria. Hanya dengan sebuah lagu dan lawakannya, Nara sampai berterima kasih karena Arya sudah mengembalikan mood-nya. Arya berusaha menggigit bibirnya agar tidak tersenyum. Tetapi upayanya gagal, sebab senyum itu terus terlukis di wajah tampannya.

Brakk! 

Suara bantingan pintu mengagetkan Arya. Pemuda itu sampai terduduk dari tidurnya. Barka sempat tersenyum smirk mengetahui apa yang nanti akan terjadi. Ia menghela napas jengah dengan kelakuan Barka yang lebih muda darinya.

"Bokap gue nyari lo." Kata Barka dengan datar setelah berlaku tak sopan. 

Ia berdiri dengan lagak sombong dengan menyanderi pintu kamar Arya. "Di garasi belakang."

"Ada apa?" Tanya Arya dingin.

"Ya samperin lah kalau lo mau tau!"

Arya berdiri dan melangkah untuk menemui orang yang selama ini telah merawatnya–Ferdi. Sebenarnya ia sudah merasa tidak enak hati, namun ia terus melangkah untuk memastikan ada keperluan apa Ferdi hingga memanggilnya. 

Saat tiba, Arya melihat wajah Ferdi merah padam. Di tangannya ada sebuah ember cat kecil berwarna biru yang catnya berceceran di lantai. Melihat ke sekitar, mata Arya melebar ketika ia melihat salah satu motor koleksi Ferdi kini dinodai banyak sekali cat itu.

Lalu ia kembali menatap Ferdi yang juga menatapnya dengan sorot tajam. "Kenapa, pa?" Tanya Arya.

Tanpa aba-aba Ferdi melempar ember cat itu tepat di kepala Arya. Arya tersungkur ke lantai dengan cat yang telah membasahi tubuhnya. Belum lagi rasa sakit di bagian kepala. 

"DASAR ANAK ANJING!" Bentak Ferdi. "KAMU APAKAN MOTOR SAYA?!"

Arya mengusap wajahnya. Cat itu membuat matanya perih dan sulit untuk terbuka. Barka tersenyum penuh kemenangan, ketidaksengajaannya menumpahkan cat dalam keadaan terbuka yang tersimpan di lemari samping motor tidak akan diketahui oleh ayahnya bahwa Barka lah pelaku sebenarnya. Sebab Barka mengadu pada Ferdi bahwa Arya lah yang melakukan itu dengan sengaja.

"JAWAB!" bentak Ferdi lagi sembari menendang perut Arya. 

Barka bersedekap tangan seakan yang ia lihat adalah sebuah adegan dalam film yang sering ia tonton dengan santai.

"Bukan Arya, pa." Arya meludahkan cat yang masuk ke mulutnya. Keadaannya kini sangat kacau. 

"Arya gak tau sama sekali tentang itu. Papa tau, seharian Arya ada di kafe. Bahkan Arya.. gak pernah datang ke garasi tempat ini."

"Ahh bohong kamu!" Kembali Ferdi menendang tubuh Arya sampai pemuda itu berguling dan berakhir memegang perutnya yang sakit.

"Anak gak tau diri! Bisanya nyusahin aja! Kamu harus bersihin motor saya malam ini juga. Kalau besok saya masih lihat noda di motor saya, kamu bakal saya hukum!" 

Ferdi pergi begitu saja dari sana. Begitu pula dengan Barka yang merasa tontonannya sudah selesai.

Arya mengerang, memegangi perutnya yang perih juga kepalanya yang berdengung. Dengan sekuat tenaga ia berdiri, berjalan tertatih menuju kamar mandi bagian belakang untuk membasuh wajahnya. 

Setelah membasuh wajah, ia bercermin di kaca wastapel. Matanya memerah, amarahnya memuncak. Namun Arya berusaha menahan itu semua dengan beberapa tarikan napas. Ini sudah menjadi hal yang biasa bagi Arya.

"Pasti gara-gara bocah sialan itu!" Gerutunya. "Dia yang cari masalah, gue yang kena getah." Arya kembali mencuci wajahnya.

.....

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang