Gumpalan awan menutup teriknya matahari hari ini. Panasnya menambah sebuah pemahaman bahwa kami butuh minuman. Diskusi lama yang memakan banyak waktu, sangat menyebalkan.
Aku mengipas-ngipas cepat, kegerahan tidak tertahan ini, tampaknya bukan dari cuaca saja, panas yang berasal dari amarah salah satu Iblis Merah. Kekuatannya nampak mengerikan, penuh kehancuran, padahal di sekitarnya sudah diberi tembok energi super tinggi oleh Pahlawan Mtyh.
Kakek gila yang berada di tengah segel terus berteriak marah. Tentu saja bukan ke arahku, dia berteriak pada anak bernama Asep. Namun, mataku bisa melihat keberadaan di sebelahnya, Oliv.
Aku berdiri kaku, kebingungan karena Pahlawan Mtyh tetiba menginjak tubuh orang itu. Pahlawan Mtyh memang orang yang emosional pada orang sepertinya, orang yang tidak bisa memegang janjinya.
Asep melangkah pelan ke arahnya, menepuk bahu Pahlawan Mtyh sembari tertawa kecil. "Udah atuh, kasihan ini aki-aki, coba saya yang bales perbuatannya."
Pahlawan Mtyh kebingungan awalnya, namun akhirnya memberi ruang.
Kau tahu? Ada yang membuat aku selalu bingung dengan anak itu. Energi yang dipancarkan tubuhnya bukan sembarang energi, di dekatnya atmosfer bisa menjadi tenang, hingga aku sendiri merasa ingin terus berada di dekatnya. Seperti sebuah pendingin ruangan.
Ada kain putih sangat tipis yang menyelimuti tubuhnya. Membumbul tinggi lalu jatuh ke tangan kanannya. Asep menusuk kakek itu dengan sangat lembut tapi aku yakin langsung ke titik pusat energinya.
Pahlawan Mtyh meremas tangannya. "Ilmu yang seperti guru ajarkan."
"Apa itu ilmu lama?"
Dia mengangguk. "Ajarannya singkat, luas, dan juga tinggi. Sudah berapa ratus tahun aku tidak pernah melihat energi yang sama sepertinya. Bocah ini tidak boleh diremehkan, kekuatannya diperkirakan bisa membunuh Pahlawan Silent dalam sekali serang."
Aku meneguk saliva kasar ketika Leluhur Iblis Merah terbatuk darah. Dia berteriak meminta tolong pada kami, tapi orang sebaik Pak Jhonson sekalipun tidak membantunya.
Netra-ku tidak pernah salah dalam menilai energi. Dari sudut pandangku sendiri, anak itu benar-benar melakukan hal mengerikan. Merusak energi dalam tubuh lawannya dan ribuan energi meluap terus-menerus tanpa henti.
Kulitnya semakin tua, dan benar saja, energi dalam tubuhnya-lah yang menahan penuaan. Saat energinya dikeluarkan habis-habisan oleh Asep, Leluhur Iblis Merah tidak bisa bicara selain menggerakan tubuh tengkoraknya.
"Ini sesuai dengan dosa-dosamu Kratos. Kau harus menerimanya dengan ikhlas. Semoga kau masuk Neraka dengan tenang."
Mata Pahlawan Mtyh tampak benar-benar ikhlas. Cerita di antara mereka berdua sangat panjang. Menjaga Perjanjian Lama mungkin menyiksa bagi Kratos, hingga akhir hidupnya dia merasakan siksaan lebih berat lagi.
Aku pernah mendengar cerita saat aku dilatih Pahlawan Mtyh saat muda. Dia bersahabat saat kecil dengan Kratos. Namun, saat sadar keduanya memiliki tujuan berbeda, akhirnya peperangan terjadi. Pahlawan Mtyh hingga Pahlawan Silent berjuang berdua membantai serigala gila itu, sebelum keturunan keluarga mengerikan tersebut mendapatkan Berkah Bulan Suci.
Berkah Bulan Suci, sebuah berkah yang diberikan Dewi Aria pada pengikut setianya. Dan yang bisa memanggil keberadaan besar Dewi Aria hanyalah para keturunan Iblis Merah. Dialah Sang Pengabul dan Sang Penyubur, Dewi Aria Maha Agung yang dipuji-puji Iblis Merah.
Tapi, tampaknya Dewi Aria yang mereka inginkan tidak akan pernah kembali. Ketika Kratos di sini dan melihat wujud gadis yang mengikuti Asep, aku bisa merekam seberapa terkejutnya dia hingga sujud berulang kali.
Bisa aku pastikan Aria yang menjadi kekasih Asep bukanlah orang biasa. Bahkan Asep sendiri bukan sembarangan manusia kala Kratos menanyakan kepada dirinya tidak meledak. Huh! Itu karena energi dalam tubuh mereka saja sudah berbeda, darah yang mengalir pun berubah semua.
"Bagaimana situasi para pengikutnya Pak Jhonson?" tanyaku lembut.
Orang tua ini hanya tertawa lebar dan mengajak kami keluar ruangan. Pak Jhonson menunjuk pengikut Iblis Merah yang dipajang pada lapangan Kota Migart.
Mereka ditelanjangi, dihukum cambuk, dilempari, juga ada hukuman diiris terus-menerus kulitnya. Aku sudah biasa melihatnya di masa lalu, jadi tidak terlalu kaget.
Aku melirik Asep. Pandangannya tak lekas pada anak kecil yang mengikuti Iblis Merah, aku yakin para pengikut itu bukan dari keluarga inti. Yang kami butuhkan adalah melawan Iblis Merah langsung melalui jalur keluarganya, namun keberadaan mereka terpencil. Belum ada seseorang yang berhasil menemukannya dalam satu kali melakukan Mind Map.
"Menurut saya sih, ini teh setimpal, banyak keluarga yang mereka bakar di kota sebelah Migart. Saya mendengar hal itu dari bibir mereka langsung. Kemanusiaan mereka sudah direnggut. Saya sangat sabar melihatnya."
Tangan Aria mengelus pundaknya. "Kamu sudah mengurus ketuanya, menurutku kita harus kembali ke sekolah. Biarlah urusan ini diberikan pada orang tua di sini."
Asep mengangguk lemah. "Saya sama Aria kembali ke akademi yah. Hatur nuhun sudah membantu kami saat penyerangan kemarin."
Kami bertiga mengangguk. Mereka berdua berjalan di lorong berdua, merangkul satu sama lain. Asep mencubit pipi Aria berapa kali saat Aria mengomel. Mungkin.. aku salah lihat, bisa saja itu bukan Dewi Aria. Mereka mirip, tapi tidak sama. Berpikir apa aku ini.
-----
Aku melihat Kota Migart dari dekat. Warga Migart selamat sempurna, tetapi saat aku berjalan di dekat pelabuhan, aku melihat seorang perempuan tergeletak lemah tidak berdaya. Wajah perempuan ini terluka parah, fisiknya mengalami banyak kehancuran. Dia menjual barang dagangan yang mengerikan, perhiasan jualannya penuh energi gelap.
Pahlawan Mtyh melirikku. "Dia pasti pengikutnya. Aku bergidik ngeri saat para pengikut Kratos terbakar mengerikan ketika bocah bernama Asep itu pergi. Keberadaannya membuat aku yakin harus mengawasinya."
Aku mengusap dagu. "Bagaimana caranya agar bisa mengawasinya? Jarak rumah dengan Kota Migart saja sudah jauh. Bagaimana dengan Akademi Migart yang tergolong susah diawasi karena dinding penghalang."
Pahlawan Mtyh terlihat memutar otaknya. Eh.. karena keberadaan kami, warga di sini langsung menunduk saat melintas.
"Sepertinya kita harus pulang dulu. Masalah di sini belum selesai semua karena Perjanjian Lama belum aku bahas semua karena Kratos memilih bungkam hingga akhir hayatnya."
"Kalau tidak salah pengikutnya tidak diterima tanah bukan?" tanyaku penasaran karena tidak hadir di pemakaman.
Pahlawan Mtyh terkekeh sembari merangkulku. "Si Kratos bodoh itu tidak akan pernah kembali ke dunia selain keturunannya yang akan membalaskan dendamnya. Dan, agar keturunan mereka tidak melanggar Perjanjian Lama, keturunan lainnya yang akan membalas kekejaman leluhurnya."
Aku mengusap dada. Jika membahas hal seperti ini rasanya jantungku menjadi semangat. Apa efek umurku yang sudah tua mungkin yah?
Kami berdua berdiam di antara pelabuhan. Menununggu Pak Jhonson menghampiri kami. Sebelumnya, aku sudah menutup keberadaan agar warga Migart melupakan keberadaan kami pelan-pelan.
Pak Jhonson tampak berlari terburu-buru. Pahlawan Mtyh tersenyum mengira bahwa Pak Jhonson sedang gembira, tapi itu salah ketika teriakannya mengguncang dugaan kami. Dirinya diincar seseorang yang tidak terlihat, dalam berapa detik kepalanya tetiba meledak.
"Ini.. tidak mungkin, kan?"
TBC
Apa yang terjadi dengan Pak Jhonson? Apa masih ada salah satu anggota Iblis Merah di Kota Migart yang tersisa?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Inner Eye And The Other World Volume 1[END]
FantasySendiri di dunia lain. Memiliki kastil besar juga megah seperti tiada artinya baginya. Terbangun dalam keadaan setelah bunuh diri, Asep tersadar dengan tubuh lain. Kesialannya bertambah ketika baru menyadari desa di sekitarnya tidak menerima keberad...