23.

672 67 143
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
__________

Ania berjalan di tengah taman sore yang tidak terlalu ramai. Dia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru mencari seseorang yang akan dia temui.

Dan ya, seseorang itu berada di kursi taman dekat air mancur kecil. Ania mendekat kearahnya.

"Bang Adhit," panggil Ania.

Adhit tidak menoleh sedikitpun.

Ania yang merasa sedang tidak baik-baik saja dengan Adhit, langsung duduk disebelahnya. Dan benar saja, entah mengapa Adhit menggunakan kaca mata hitam kali ini. Padahal setau Ania, Adhit paling benci dengan kacamata hitam, karena dapat menghalang pandangannya.

"Bang Adhit."

"Lo tau mamah sama papah mau cerai?" tanya Adhit to the point

Jantung Ania seakan berhenti berdetak. Dia menatap Adhit dengan tatapan yang sulit di jelaskan. "Jangan bercanda bang! Nggak lucu!"

Adhit menengok kearah Ania. "Lo kira gue bercanda?!"

"Kenapa bisa?" Tanya Ania dengan mulut bergetar hebat.

"Semua permasalahan bermula karena lo," ungkap Adhit kembali menatap depan.

Memang ucapan Adhit sama sekali tidak salah, Ania menyadari itu. Semenjak ada kehadiran dirinya semua masalah selalu menerpa di dalam keluarganya setiap saat.

Ania terisak dengan kedua tangan yang ia gunakan menutupi wajah manisnya. "Gue harus gimana bang?"

Adhit diam tidak menjawab pertanyaan Ania.

Ania menegakkan kembali kepalanya, dia menatap lurus kedepan sama seperti halnya yang dilakukan oleh Adhit. "Gue kira, kepergian gue bisa memperbaiki keadaan. Tapi malah kacau."

"Gue harus apa sekarang bang?" tanya Ania untuk kedua kalinya.

"Bujuk mamah supaya batalin gugatannya."

___ANBELIN___

Ania berjalan kaki menelusuri jalan pulang sambil terisak. Selepas bertemu dengan Adhit, cowok itu enggan mengantarnya pulang dan pergi meninggalkannya sendirian.

Ania menangis disetiap jalan yang ia pijak, pikirannya kalut memikirkan nasib keluarganya yang sebentar lagi akan hancur lebur berantakan.

Hari mulai gelap, awan mulai menghitam dan sebentar lagi sepertinya akan turun hujan. Ania sama sekali tidak perduli dengan gerimis yang sudah mulai turun, dia terus berjalan lurus kearah apartemen yang letaknya tidak terlalu jauh dari taman.

Seakan langit mengerti dengan keadaan gadis malang ini. Hujan mengguyur kota Jakarta dengan sangat deras bersamaan dengan suara petir, yang seketika membuat baju Ania basah kuyup.

Ania menekan dadanya beberapa kali saat rasa sesak mulai menjalar ditubuhnya lagi.

"Cobaan apa lagi ini Tuhan?

"Apa ujian hidupku darimu masih panjang?"

"Tolong hentikan ini semua."

"Bahkan Ania rela keluar dari rumah supaya keadaan menjadi lebih baik. Tetapi kenapa malah menjadi berantakan?"

Kaki Ania berhenti tepat di pembatas jalan jembatan yang sangat luas, dia melihat lurus kedepan. Gelap, satu kata yang bisa menggambarkan suasananya.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang