15. Her Story

23 5 0
                                    

Senja benar-benar tidak membiarkan Larissa untuk menggerakkan badannya secara berlebihan. Bahkan untuk makan pun Senja mengambilkannya dari bawah dan membawanya ke kamar tempat Larissa berada.

"Aku bisa makan sendiri, Senja."

Senja mengalah, namun matanya tidak terlepas dari semua gerak gerik yang gadis itu lakukan. Senja dapat melihat, walaupun Larissa berinteraksi dengannya namun sikapnya sedikit berbeda, ia memang menanggapi semua ucapan Senja namun seperti ada sebuah kekosongan yang terlihat dari pandangan matanya. Dan Senja tidak suka hal itu.

"Jangan lihatin aku kayak gitu, Senja. Malu." Larissa menyadari jika pandangan Senja tidak teralihkan darinya sejak tadi.

"Kamu cantik." Pujinya masih dengan sorot mata menatap Larissa dalam.

Larissa tersenyum menanggapi pujian Senja, namun yang Senja lihat ada sorot sendu yang terpancar dari sepasang netranya. Bibir ranum itu memang tersenyum, namun netranya mengatakan hal yang sebaliknya. Seolah kedua manik itu sedang berlomba berteriak pada Senja tentang semua rasa sakitnya selama ini.

Sakit.

Kecewa.

Marah.

Takut.

Sedih.

Terluka.

Dan yang paling mendominasi tatapan Larissa pada Senja adalah sebuah tatapan sendu penuh kerinduan namun terselimuti rasa bersalah dan juga sarat dengan tatapan memohon pertolongan.

"Jangan senyum." Dua kata yang keluar dari bibir Senja menyurutkan senyuman dibibir Larissa. "Kalau memang hatimu nggak bisa buat senyum. Nggak papa untuk terlihat nggak baik-baik aja didepanku."

Larissa menunduk menatap piring makanan yang belum ia sentuh, namun kembali mendongak saat merasakan sebuah genggaman hangat pada kedua tangannya.

"Habis ini ketemu Maminya Samudra sama Starla yah."

Larissa menggeleng pelan sebagai balasan.

"Kenapa?"

"Mau sama Senja aja boleh?"

Senja terdiam sebentar, matanya masih tak lepas dari kedua manik caramel Larissa.

"Boleh. Sekarang habisin dulu makannya. Aku mau telfon Mami sebentar." Mengusap puncak kepala Larissa dan berlalu kearah balkon kamarnya.

↗️Mami Lily Calling...

"Mami, nggak perlu kesini." Ucapnya saat sudah tersambung.

"Kenapa kak?" Suara halus mengalir menyapa telinganya.

"Dia cuma mau sama aku. What should i do, Mi? Dia hampa, kosong." Senja sendiri sampai tidak sadar jika nada suaranya tercekat.

"Kalau gitu memang cuma kamu yang bisa bantu dia, kak. Hug her tightly, Senja. Like you do to your sister in the past. Inget apa yang pernah Mami bilang dulu?"

"Untuk seseorang yang tersenyum kearahmu dan berkata dia baik-baik aja tapi dengan sorot mata kosong. Cukup peluk dia sampai pertahanannya hancur dengan sendirinya." Suara Senja terasa semakin tercekat, matanya menatap nanar kearah gadis yang berada dikamarnya.

"Kamu udah tahu jawabannya, kak. Kalau butuh apa-apa bilang sama Mami. Samudra juga bisa bantu kamu, Senja. Telfon Mamamu dulu, biar kamu juga lebih tenang."

"Iya, Mi." Balasnya singkat sebelum memutuskan panggilan telefonnya.

Menuruti saran dari ibu sahabatnya, Senja memutuskan untuk menelpon Mamanya. Meskipun tanpa diminta pun Senja pasti akan menghubungi Mamanya.

Senja || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang