Well, yeah.
Aku menghela napas panjang, kesadaranku kembali lagi bahwa pertemuan kita hari ini adalah untuk mengakhiri semuanya. Ada perasaan tidak rela jika setelah ini aku harus melanjutkan hidup tanpa kehadiranmu, tapi ya sudahlah, aku terlalu egois untuk jujur pada diriku sendiri bahwa sebenarnya aku ingin tahu bagaimana perasaanmu. Aku terlalu keras kepala untuk mengatur ini dan itu, lupa bahwa ada yang Maha Mengatur, yang seharusnya—ah sudahlah, aku tidak punya kuasa untuk menjadikan apa yang belum terjadi—atau mungkin tidak akan pernah terjadi.Ingatanku jelas akan pertemuan pertama kita di Stasiun Kota Solo Balapan, tetapi ingatanku pudar saat malam menjelang dan aku harus kembali ke Yogyakarta. Mungkin karena aku memang belum ingin berpisah denganmu. Mungkin karena aku masih membawa tanda tanya besar:
Bagaimana perasaanmu padaku?
Seandainya pada hari itu aku mengungkapkan perasaanku, apakah aku dan kamu akan memiliki satu kisah yang sama? Yang mungkin singkat tetapi layak untuk diperjuangkan.
Pada akhirnya kisah kita menjadi serpihan kenangan.
Tahun demi tahun berlalu. Aku sudah bisa menebak kamu telah sampai pada impianmu menjadi seorang dokter. Sedangkan aku, banyak kisah lain terjadi, aku sudah menikah dan memiliki seorang anak yang sedang lucu-lucunya.
Tahun demi tahun berlalu. Aku masih saja mempertanyakan tanda tanya besar itu. Seharusnya aku sudah melupakan semua kisah kita, sebab aku dan kamu telah berpijak di jalan yang berbeda. Perasaanku masih melekat pada kenangan kita yang teramat singkat, sementara logikaku menjerit ingin dibebaskan dari hal-hal sentimentil yang berhubungan denganmu.Aku terus terjebak pada kebiasaan untuk mempertanyakan hal yang sudah tidak perlu dikejar jawabannya. Aku terjebak pada kebiasaan untuk mengandai-andaikan sesuatu yang sudah selesai kisahnya. Maka dari itu, aku sengaja menulis sepenggal kisah aku dan kamu yang pernah sesaat menjadi kita, untuk meyakinkan diriku bahwa kisah kita sudah selesai.
Inilah halaman terakhir dari perjalanan panjang perasaanku yang seharusnya sudah aku tinggalkan jauh di belakang. Entah tulisan ini layak atau tidak untuk ditayangkan. Yang pasti, setelah aku mengirim kisah ini, aku tidak mau lagi berandai-andai dan terus saja mengulang kenangan tentang kita.
Bagaimana aku bisa menghargai kehidupanku saat ini jika terus saja mengingat yang sudah berlalu?
Bagaimana aku bisa sepenuhnya menikmati kebahagiaan hari ini jika isi kepalaku hanya tentang masa lalu?

KAMU SEDANG MEMBACA
kenangan tadi malam
Short Storykarya dari: Ririn selamat membaca teman teman🙂😊 kenangan tadi malam 🙂 Aku tidak pandai menyimpan kenangan. Bagiku, masa lalu hanyalah jejak yang akan lenyap tersapu air hujan. Hilang tanpa bekas. Aku tidak...