Aoi meneguk sebotol air dingin, dalam sekali tegukannya air minumnya hampir habis. Aoi duduk di antara anak-anak Batavia yang sedang bersenda gurau.
"Eh bang, sini sini!" teriakan Eros membuat semuanya menoleh terkecuali Aoi yang masih berbincang dengan Athala.
"Yaya."
Aoi spontan menoleh mendengar panggilan itu, langsung berdiri dan sedikit terkejut karena kedatangan dua laki-laki yang paling Aoi hindari.
Hening. Mereka yang ada di sana berhenti saling melempar candaan.
"Eh ada Om." Athala yang paling dulu beranjak untuk menyalami, berikutnya teman-teman mereka yang lain juga ikut hanya Aoi yang memilih diam di tempat dengan pandangan yang dialihkan.
"Saya mau bicara sama Yaya, boleh?" tanya laki-laki paruh baya tersebut.
"Ooh sama Yaya, silahkan Om."
Tentu saja mereka yang berada di sana mengerti dan memilih untuk membubarkan diri.
Galang—lelaki yang berstatus sebagai ayah kandung dari Aoi itu melangkahkan kakinya mendekati putri satu-satunya. Semenjak kehilangan istrinya ia juga kehilangan anak perempuannya dan Galang tau kalau semua ini terjadi karenanya.
"Yaya kamu udah tumbuh jadi gadis cantik dan pintar sekarang. Papa—"
"Papa? That you're the worst dad ever," sela Aoi terkekeh sinis.
Tidak hanya Aldrian tapi Galang juga merasa terkejut dengan perkataan Aoi. Bahkan Athala dan anak Batavia lainnya yang berada tak jauh dari mereka langsung senyap setelah Aoi berseru sedikit lantang.
"Papa kangen sekali sama kamu." Galang tidak perduli kalau Aoi menatapnya tajam, lelaki itu tetap mendekat dan membawa Aoi ke dalam dekapannya.
"What are you doing?" tanya Aoi penuh penekanan.
"Papa—"
Aoi langsung melepaskan pelukan Papanya secara paksa.
"Nggak usah sebut diri lo sebagai Papa gue!" Aoi menyentak tangan Galang yang mengelus rambutnya.
Bentakan bahkan penolakan Aoi benar-benar membuat Galang sesak. Matanya bahkan sampai berkaca-kaca. Papa terburuk? Mungkin Aoi benar.
"Selama ini Papa sulit sekali untuk sekedar bertemu sama kamu. Kamu selalu memblokir akses untuk bertemu Papa, bahkan kakakmu sendiri."
"Gue sama Papa pengen ngambil foto," kata Aldrian.
"Athala, mintol fotoin." Aldrian menyerahkan ponselnya untuk Athala.
"Iya udah sih nggak usah ngajak-ngajak gue." Aoi menepis tangan Galang yang akan merangkulnya.
Galang hanya tersenyum malu mendengar penolakan Aoi. Terlebih mereka dijadikan pusat perhatian.
Aoi pergi menjauhi mereka. Athala yang melihatnya segera berlari menyusul.
"Aoi!" panggilnya seraya menahan lengan Aoi.
"Apa sih? Nggak usah maksa!"
"Lo nggak liat segimana bahagianya Om Galang ketemu sama lo? Matanya bahkan sampai berkaca-kaca, terlepas dari apa yang udah dia perbuat di masa lalu dia tetap bokap lo dan dia sesayang itu sama lo."
"Lo nggak tau apapun dan jangan sok tau!" kecam Aoi.
"Okey gue emang nggak tau. Tapi untuk permintaan sesederhana itu masa lo nggak bisa wujudin? Masa hati lo sekeras itu?"
Aoi memejamkan mata. Athala benar bukankah itu hanya permintaan sederhana dari Papanya? Kenapa sangat sulit sekali untuk mengalahkan ego kalau tidak apa-apa untuk sekedar mengambil foto.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA [SGS#2]
Novela JuvenilSegal series 2 Kita dilahirkan berbeda untuk bisa saling menyempurnakan.