Part 11. Neverland.
Cakara memandang rumah di depannya dengan gugup. Rumah dengan tingkat satu terlihat serasi dengan perpaduan warna krim yang menyelimuti. Dan jangan lupakan dengan tanaman-tanaman hias yang menambah kenyamanan.
Cakara ingat Hana pernah bercerita jika bundanya penyuka tanaman hias.
" Bunda mah abal-abal sukanya, kalo ada tanaman baru yang lama di lupain gak di rawat lagi. Ujung-ujungnya kan aku lagi yang kena ". Ucap Hana saat itu dengan wajah mengkerut kesal. Yang justru terlihat sangat menggemaskan di mata Cakara.
Tanpa sadar Cakara terkekeh sendiri mengingat nya. Ia buru-buru menghentikan tawanya saat ia teringat tujuan walnya datang kesini. Bertemu Hana dan menjelaskan semuanya. Hana memang tidak marah dan bahkan sudah memaafkannya atasnya kejadian itu tapi tetap saja bagi Cakara rasanya akan kurang jika tidak di jelaskan secara langsung.
Terbesit ragu dalam hati untuk melangkah. Tidak, tidak boleh seperti ini. Cakara harus berbicara dengan Hana secepatnya. Kemarin saat ia mengantarkan Hana, ia belum bertemu kembali dengan Hana.
Baru saja Cakara melangkahkan kakinya untuk masuk tiba-tiba suara memanggilnya yang membuat Cakara menghentikan langkahnya. Dia bunda Sinta, bundanya Hana.
" Eh kemana aja baru keliatan, mau ketemu Hana ya, yuk masuk aja bareng bunda,"
Cakara tersenyum canggung mendapat pertanyaan beruntun dari bunda. Baru saja akan menjawab__ Cakara sudah di seret oleh bunda untuk masuk. Ada kelegaan terselip saat melihat tingkah bunda yang tidak marah. Cakara bersyukur Hana memiliki orang tua yang sangat humble.
" Hana tuh ya dari kemarin di rumah terus, padahal udah sehat seger buger tepi tetep bilangnya lemes, kalah sama tanaman,"
Hana pernah bilang kalo dia sering di banding-bnadingin sama tanaman oleh bundanya, aneh memang tapi itu permintaan Hana sendiri yang tak ingin di banding-bandingin oleh anak tetangga, jadilah bunda memilih tanaman hiasnya untuk di bandingi dengan Hana.
Cakara terus mendengar kan bunda yang sedang membeberkan kekesalannya pada anak gadis satu-satunya itu. Tanpa sadar ia dan bunda sudah sampai di ruang tamu.Bunda menyuruhnya untuk duduk sedangkan bunda langsung ke atas untuk memanggil Hana
Terlihat Hana yang menuruni tangga dengan terburu-buru sangat terlihat jelas raut terkejut di wajahnya. Cakara memang tidak memberi tahu jika ia akan datang agar membuat Hana terkejut dan sepertinya itu berhasil.
" Kak Kara kenapa gak bilang kalo mau kesini?" Ucap Hana dengan nafas tersengal kelelahan berlari dari tangga tadi. " Kalo tau Kak Kara mau dateng aku kan bisa siap-siap dulu," Lanjut Hana.
" Memangnya mau pergi kemana harus bersiap? kamu begini saja sudah terlihat sangat cantik,"
Cakara melihat Hana yang sedang menahan senyum dengan pipi yang sudah bersemu merah. Cakara menyimpulkan jika Hana sudah bisa tersipu artinya dia sudah baik-baik saja.
Sedangkan di tempatnya Hana merasa ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya sekarang.
"Rezeki anak sholehah baru bangun sarapannya gombalan dari mas crush, eh salah kak crush maksudnya" Batin Hana.
" Kak Kara emang gak ada niatan mau jalan-jalan gitu mumpung libur. Kan lumayan biar gak bosen di rumah,"
" Lah ini kan saya sudah jalan-jalan kerumah kamu," Cakara paham maksud ucapan Hana tadi hanya saja dia ingin mengerjai Hana sedikit.
" Bukan jalan-jalan yang kayak gitu yang aku maksud tuh kayak jalan-jalan ke taman apa ke mall atau mungkin kak Kara mau ke kebun binatang, liat kembarannya si Rama, monyet." Untung saja ucapan Hana tidak di dengar oleh Rama bisa perang ke tiga nanti kalo denger.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakara
Novela JuvenilJUDUL SEBELUM NYA : ALZHEIMER "Bukan rasa ini yang menghilang, tetapi atensimu yang perlahan menjauh dari pandangan." Bagaimana bila kita melupakan sesuatu yang sangat tidak ingin kita lupakan? Bagaimana rasanya? Bagaimana rasanya ketika orang terp...