Bukan dia

1 0 0
                                    

Sekolah yang ia duduki sekarang merasa bangga dan mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya karena berkat Emerald rating sekolahnya menjulang naik. Namun ada kala pak Made menahan amarah serta menyimpan rahasia yang mana seharusnya bukan Emerald yang mengikuti lomba tersebut.

Usai upacara pemberian hadiah dan pengucapan selamat kepada Emerald, siswi yang sekarang dijuluki kancil karena cerdas nan cerdik itu. Seluruh murid kembali masuk ke dalam kelas masing-masing. Tidak dengan Emerald karena ia harus menemui kepala sekolahnya dahulu.

Ckiitt!

Ia membuka pintu itu setelah mengetuknya.

"Emerald!" Teriak Dewi selaku kepala sekolah SMP Nusa Patriot Bangsa dengan sangat bangga.

Emerald terkejut akan suaranya yang besar bak auman singa si raja hutan. Namun tetap ia menampilkan keanggunan dengan senyuman indah dari bibirnya yang kemerahan.

"Silahkan duduk nak!" Pinta Dewi.

"Ibu sekali lagi berterimakasih banyak kepada nak Emerald. Karena berkat kamu lah sekolah kita terkenal kembali"

"Terkenal kembali maksudnya gimana bu?" Tanya Emerald polos.

"Euhm.. jadi 5tahun lalu sekolah kita sempat lolos final dan memenangkan juara-2 pada olimpiade matematika. Itu adalah suatu sejarah bagi sekolah kita yang waktu itu masih nampak kumuh dan tak terurus, saya bangga karena beliau bisa menutupi keburukan sekolah ini dengan prestasinya" jelas Dewi dengan wajah belas kasihan.

"Saya faham apa yang ibu maksud, mungkin kedepannya kita punya siswa lain yang lebih prestasi dan segera bersaing pada setiap olimpiade yang di gelar" Emerald tak ingin memakan waktu lama, karena ia sendiri harus kembali mengikuti pelajaran.

"Baguslah kalau begitu.." belum sempat menyelesaikan kalimatnya di pangkas oleh Emerald yang tiba-tiba bangkit dari duduknya dan membungkuk hormat.

"Terimakasih bu, sudah membimbing saya dengan baik dan benar hingga saya bisa mencapai cita-cita sekolah. Permisi bu!" Emerald memutarkan tubuhnya kearah pintu. Langkahnya dipercepat hampir lari. Dan dihentikan kembali pada Dewi.

"Emerald! Ambil kotak ini. Pikirkan saja dulu jangan terburu-buru. Kita sebut saja itu hadiah dari saya agar menjadi sebuah kenangan" ucap Dewi membuat langkahnya harus berhenti sejenak. Emerald tanpa fikir panjang meraih itu, namun di tangkis sejenak oleh Dewi.

"Ingat! Kamu mengambil hak yang bukan milikmu!" Bisiknya lalu memberikan kotak berwarna hitam pada Emerald dengan kasar.

...

Siang itu Emerald tengah sibuk menjemur pakaiannya sambil sesekali bersenandung kecil. Diikuti sautan dari burung yang bertengger pada setiap ranting pohon mangga depan rumahnya.

Cklek..cklek..cklek

Suara sepatu yang semakin dekat menuju kearahnya. Sederet alisnya meringkuk. Fikirannya terus melontarkan pertanyaan. Ia menghentikan dengungan yang berasal dari tenggorokan Emerald sendiri.

Menoleh adalah jalan utama. Ia terkejut akan seseorang di hadapannya sekarang. Pria dengan pakaian serba monokrom mmebuatnya bergidik ngeri.

"Ada apa ya?" Tanya Emerald bingung.

"Perkenalkan, saya Yudha" Jawabnya mengulurkan tangan. Emerald cukup acuh kepada setiap orang asing. Dengan begitu ia hanya memberikan senyuman tipis yang sinis.

Pria itu menghela nafas dalam.

"Apakah anda wanita bernama Emerald?" Jawabnya pasti mengangguk kecil.

"Ya, jadi saya memiliki misi yang cukup cocok pada kepribadian anda" timpal pria itu tanpa basa basi lebih dulu.

"Maaf saya sibuk" alihnya membalikkan posisi tubuh lalu mengangkat ember kosong yang sebelumnya berisi pakaian bersih yang harus dijemur.

"Ini demi kebaikan anda!"

Ia tetap pada pendirian untuk tidak menjawab setiap perkataan pria itu, aneh sekali bukan?

Selang beberapa jam, Emerald bangun dari tidur siangnya. Angin sore menuju malam membuktikan betapa nyaman dirinya tidur pulas. Lagi-lagi ia dikejutkan oleh pria tadi, bahkan sekarang pria itu sedang berbincang heboh dengan Putih.

"Ibu?"

"Nah, ini anak gadisku. Namanya Emerald. Nak ayo sini kenalan, beliau adik ibu yang sudah lama tak berjumpa"

"Oh begitu.. aku Emerald om" cetus Emerald sambil menuangkan air mineral ke dalam gelas.

"Eh jangan panggil om. Panggil saja kakak biar terlihat lebih muda hehe" ledeknya.

"Nah kalau sudah saling kenal begini alangkah baiknya kalian membagi cerita" cetus Putih membuat wajah Emerald makin sinis.

"Em, tanya-tanya aja sama kak Yudha. Dia lulusan universitas di amerika lho.. Ibu mau lanjut ngeracik jamu dulu di belakang" ucap Putih seronok berlalu tanpa memikirkan betapa ngeri tatapan Yudha terhadap Emerald.

"Emerald?"

"Bagaimana bisa tiba-tiba anda mengaku sebagai adik angkat ibu saya?" Tanya Emerald selidiki.

"Tentu bisa" jawab Yudha lalu meletakkan album kecil.

Emerald meraihnya. Nampak di foto tersebut ada dua pria masing-masing menggendong anak bayi dan satu wanita sedang duduk manis. Bahkan raut wajahnya menatap benci. Ditambah look make up yang tegas. Namun tetap cantik nan mempesona.

"Dia siapa?"

"Sisi kanan itu ayahku dan aku. Yang di kiri itu ibumu dan ayahnya" tutur Yudha sesekali melirik Emerald.

Emerald menelan salivanya kasar. Tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dingin dan bulu kuduknya ikut merinding. Suasana mulai mencekam dirinya. Ia takut.

Yudha semakin mendekati posisi Emerald.

"Euhm.. ini sudah larut. Besok om bisa kembali kesini jika berkenan" tegasnya yang tertangkap basah oleh Putih.

"Eits! Kok kamu bicara seperti itu Em? Dia kan pamanmu. Lagi pula dia baru saja datang dan jaraknya lumayan jauh untuk pulang kerumahnya" ketus Putih.

"Aku istirahat di sofa ini aja. Jadi kalian gak perlu repot-repot untuk menyiapkan kamar" timpal Yudha memojokkan Emerald.

Putih tersenyum malu atas perkataan anaknya. Bahkan ia bergegas mengambil perabotan di dalam kamarnya untuk menyamankan tamu, Yudha.

"Mari makan malam. Setelah itu kamu istirahat ya Yudha!" Pinta Putih membuat Yudha mengangguk pelan.

Usai makan malam berakhir. Semua lampu di ruangan harus dimatikan agar hemat listrik. Putih sudah tertidur pulas akibat kekenyangan. Tidak dengan Emerald harus uring-uringan dengan dada yang menggebu. Ia masih terbayang akan tatapan menjijikan dari Yudha.

Pagi ini Emerald bangun lebih awal. Ia harus menyiapkan perlengkapan sekolah dan membuat sarapan untuk Putih. Karena ini adalah hari ulang tahunnya.

"Wow aromanya enak banget. Ternyata kamu pandai memasak ya" bisiknya setelah menenggak segelas air mineral.

Matanya melotot mendengar suara itu. Emerald menjadi tergesa-gesa saat memasak. Hingga tiba-tiba jemarinya harus terkena pisau. Ia meringis kesakitan.

"Em, hati-hati"

Spontan Emerald mengacungkan pisau kearah Yudha. Tatapannya kosong. Makin gelap.

Brakk!

"Em! Emerald!"

Yudha membawa tubuhnya entah kemana. Ruangan ini terlalu hampa, sunyi, dan kedap suara. Perlahan matanya membuka lebar.

"Aku dimana?" Tanya Emerald pada diri sendiri.

Bukan ZamrudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang