Aku masuk menggantikan posisi Surya yang terpaksa di cut off karena kesalahan yang diperbuatnya. Awalnya ragu untuk menjadi marketing pembiayaan mobil bekas, karena dituntut harus memahami semua tentang mobil.
Masa percobaanku hanya 3 bulan, aku yang tidak paham sama sekali dunia otomotif dipaksa harus bisa dalam waktu yang singkat agar mendapatkan perpanjangan kontrak hingga diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan tersebut. Dalam benakku, segala sesuatu dapat dipahami jika benar-benar dipelajari dengan serius dan aku harus bisa demi kelanjutan hidup dan tuntutan biaya pernikahan yang tidak sedikit jumlahnya.
Setiap harinya aku selalu bertanya kepada teman-teman marketing yang lainnya, mungkin ada dari mereka yang jengkel dengan banyaknya pertanyaan dariku. Mulai dari jenis mobil, cara perhitungan kredit hingga cara menganalisa kelayakan konsumen dan kelayakan mobil yang akan dibiayai.
Rizky adalah teman sekantor yang dengan sabarnya mengajarkanku tentang ilmu marketing. Awal mula terjun ke dunia marketing pembiayaan, Rizky lah yang menjadi mentor dan mengenalkanku ke banyak pemilik showroom.
Suatu ketika Rizky mendapatkan panggilan telepon dari salah karyawan showroom, untuk segera datang karena ada konsumen yang ingin membeli mobil bekas dengan cara kredit.
"Dan, ayo ikut gue belajar survey kelayakan konsumen, sekalian nanti gue kenalin sama beberapa showroom mobil bekas yang gue kenal" ajakan rizky.
"Siap, Bang" lantang penuh semangat aku menjawab ajakannya.
Kami pun segera berangkat menuju salah satu showroom yang cukup bonafit dengan menggunakan motor. Setibanya, Rizky langsung dikenalkan kepada konsumen yang sudah duduk menunggu di kursi tamu oleh marketing showroom itu. Dan aku hanya seperti layaknya anak kecil yang mengikuti ayahnya berkerja, masih kaku dan diam seribu bahasa.
Memperhatikan caranya bekerja, terbukti memang dia adalah seorang marketing yang handal menurutku, mulai dari caranya berkomunikasi serta kemahirannya dalam menganalisa kelayakan konsumen. Tidak perlu diragukan, pengalaman adalah guru terbaik dalam segala hal. Rizky yang merupakan marketing senior, memiliki pengalaman 5 tahun bekerja sebagai marketing dan dalam waktu dekat akan mendapatkan promosi jabatan sebagai supervisor.
Sebulan berjalan dimentorinya, akhirnya aku dilepas untuk bisa lebih mandiri. Karena Rizky harus mengikuti banyak pelatihan dan test sebagai supervisor. Semua showroom yang dia pegang dilimpahkannya kepadaku. Sebuah tantangan dan tugas berat yang harus diselesaikan dengan baik dengan resiko terbuang dari pekerjaan jika aku tidak bisa menjalankannya.
Lagi-lagi disini Allah menunjukkan kekuasannya, memudahkan setiap pekerjaan yang sedang aku kerjakan. Semua berjalan dengan lancar tanpa hambatan, aku dapat diterima dengan baik di lingkungan kantor dan showroom.
Tiga bulan berlalu, dimana masa kontrak akan habis. Kinerjaku semakin mendapatkan banyak pujian dari pihak showroom, berita baik tentang caraku bekerja sampai hingga ke telinga Rafiq.
Sabtu pagi setelah tim marketing melakukan rapat evaluasi bulanan, Rafiq memanggilku ke ruangannya.
"Dan, ke ruangan gue sebentar, ada yang mau diomongin, ada komplenan dari showroom nih" seru Rafiq.
"Siap" jawabku singkat.
Pikiranku dihantui dengan penuh tanya "Salah gue apa ya?" mengingat kerjaan mana yang belum aku selesaikan.
Masuk dan langsung duduk di kursi, menunggu Rafiq selesai menerima telepon dari Area Manager kantor. Terdengan sedikit pembicaraan mereka "Baik Pak, ini Dani sudah di ruangan saya, segera diselesaikan" ucap Rafiq dan langsung menutup teleponnya.
Rafiq menatap tajam ke arahku dengan menopangkan tangan di keningnya, menghela nafas panjang dan memulai pembicaraan.
"Huuuh, Dan. Barusan Pak Bayu telp ngebahas masalah lo".
"Pemilik showroom juga banyak yang info ke gue tentang kinerja lo" sambung Rafiq.
"Emang salah gue apa, Fiq?" sautku dengan ekspresi heran.
"Kalau emang gue gak bisa kerja menurut Pak Bayu dan pemilik showroom, gue siap terima konsekuensinya, tapi tolong jelasin apa alasannya?" sambungku kembali.
"Iya, Dan. Jadi gini, banyak masukan dari banyak pihak untuk gue segera menyelesaikan kontrak lo" tegas Rafiq
Suasana ruangan sejuknya semakin hening layaknya sedang uji nyala di tengah pemakaman tua yang sangat luas dan dikelilingi pohon-pohon tua besar. Aku semakin terdiam, heran memikirkan kesalahan apa yang diperbuat. Raut wajah memelas lemah tak berdaya mendengar ucapan Rafiq seolah ini adalah waktunya aku kembali menjadi manusia luntan-lantung tidak karuan.
"Fiq, gue gapapa kalau memang harus diselesaikan hari ini" seruku dengan nada yang begitu lemah dan kepala tertunduk.
"Maaf banget, Dan. Kontrak lo harus diselesaikan di masa percobaan ini" Rafiq menjawab dan mengeluarkan selembar kertas dari lacinya.
Disodorkannya kertas tersebut kepadaku dan tiba-tiba Rafiq tertawa terbahak-bahak, kemudian berucap,
"Sorry, Dan. Gue mau kontrak lo selesai sekarang juga, tapi tolong tanda tangan dulu surat pengangkatan lo sebagai karyawan tetap"
"HAAAAH? Sontak kepalaku terangkat dengan mata terpelotot ke arah Rafiq.
"Bejad banget emang lo ya, Fiq. Bisa-bisanya lo ngerjain gue" bibirku mulai sedikit tersenyum lemah gemulai, sedikit bergetar haru.
"HAHAHAHAHAHAHA" tawanya kembali menggelegar.
"Tanda tangan dulu ni cepet, biar bisa diurus sama Bu dian. Congrats ya, Dan". Rafiq masih terus tertawa melihat aku yang sangat terkejut.
Aku mengambil kertas tersebut, kubaca dengan seksama isi suratnya dan kemudian langsung ku torehkan tanda tangan di bagian kiri bawah.
"Halo, Bu Dian. Minta tolong ke ruangan saya, bawa berkas pengangkatan Dani dan urus ke kantor pusat, ID Card permanennya segera dibuat, Bu" Rafiq menghubungi Bu Dian melalui telepon.
"Semangat, kerja yang bener, jangan sampe bikin gue malu, Dan" lanjut Rafiq
"Siap, Pak Bos" saking senangnya, aku berdiri dari tempat duduk menegakkan kepala dan memberikan hormat kepada Rafiq.
"Bas bos bas bos, lo kira gue tiang bendera pake segala hormat gitu, ini bukan lagi upacara, Dani" Rafiq menyaut dan masih terus tertawa terpingkal-pingkal.
Suasana ruangan kembali cair, momen prank yang dilakukan Rafiq 100 % mulus, berhasil membuatku tercengang-cengang.
"Oiya, Dan. Tiara apa kabar? Gimana persiapan nikah lo?" Rafiq kembali menyambung percakapan.
"Gak usah nanya-nanya Tiara, yang ada nanti lo tikung. Nanti aja ya bahas masalah nikahan, gue mau survey dulu nih, udah janji" sifat posesifku kepada Tiara muncul untuk menjawab pertanyaan Rafiq.
Rafiq kembali tertawa melihat tingkah laku ku, rasa puas di wajahnya benar-benar terlihat jelas. Aku pun meninggalkan ruangan dengan hati riang. Teman-teman memberikan ucapan selamat atas pengangkatanku, adapula yang nyinyir dengan keberhasilan ini, dianggapnya karena kedekatanku kepada Rafiq semata.
Dunia kerja tidak akan pernah luput dari suatu hal yang bisa saling menjatuhkan satu sama lain. Sikut-menyikut karena iri dengan keberhasilan seseorang di dalam pekerjaan bukan hal yang tabu.
Menurut salah satu temanku, merupakan sejarah pertama di kantor ini ada karyawan kontrak yang langsung diangkat menjadi karyawan tetap hanya dalam masa tiga bulan percobaan. Yang sudah-sudah setelah kerja satu tahun dan dilakukan evaluasi baru bisa menerima predikat karyawan tetap. Itu pun harus melalui beberapa tahap penilaian kinerja, dilihat dari key indikator yang harus dipernuhi terlebuih dahulu.
Wajar jika ada orang yang tidak suka, karena aku yang pertama mencatatakan sejarah. Tidak peduli dengan orang-orang seperti itu, aku pun semakin membusungkan dada.
Satu lagi kemudahan didapati, Allah telah menunjukkan kekuasannya kembali. Agar aku kembali mendekatkan diri dan ingat kepada-Nya, namun bukannya dekat, justru dengan sombongnya aku semakin menjauhi-Nya, terlena dan semakin masuk ke masa yang paling kelam.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGKAT
Non-Fiction"Hidup adalah sebuah pilihan" Waktu begitu SINGKAT dan dunia sudah terlalu sempit untuk dihabiskan dengan kepuasan duniawi yang tidak ada ujungnya. Dani mencintai Tiara sejak di bangku SMA, segala cara dilakukan untuk bisa mendapatkan cintanya. Hing...