24 | Canggung

865 78 5
                                    

Happy reading guys!
Semoga suka ya🤗

Tidak seperti hari-hari sebelumnya yang kelabu, hari ini langit sudah membiru. Seakan turut bersorak ria, berbahagia. Mentari tak malu untuk bersinar, membuat bunga-bunga di taman bermekaran. Sangat indah.

Tidak ada kata lain yang terus terucap selain ‘syukur’ atas kesembuhan Adam. Baik dari keluarga Saras maupun Adam sudah berkumpul, bersiap untuk mengantarkannya pulang. Tiga hari setelah tersadar, Adam sudah terlihat jauh lebih baik. Meskipun dokter masih ragu, tetapi dia terus memastikan kepada dokter bahwa dia sudah merasa baik. Bahkan akan jauh lebih baik lagi jika beristirahat di rumah. Akhirnya dokter pun mengizinkannya untuk pulang dengan catatan harus rutin meminum obat.

“Alhamdulillah, atas kuasa Allah kamu bisa sadar setelah satu minggu lebih koma. Umi sama Abi bersyukur banget, kamu masih dikasih kekuatan, Adam.”  Dengan air mata yang sudah terbendung di pelupuk mata Maryam mengusap lembut pipi putra tersayangnya.

“Iya Umi, alhamdulillah. Ini atas doa dari kalian semua. Makasih buat Umi, Abi, Mamah, Papah, dan pastinya Saras juga. Adam beruntung punya kalian semua.”

“Nggak Adam, justru kita yang beruntung punya kamu. Kamu anak yang kuat, makasih udah mau berjuang,” Rena menimpali. Dia mengelus pundak Adam.

“Ya sudah Umi sama Abi pamit pulang dulu, biar kamu bisa istirahat. Oh iya, kamu izin dulu aja ke sekolah. Pokoknya kalo belum bener-bener pulih, Umi nggak ridlo kalo kamu maksain buat ngajar.”

“Iya Umi, Adam pasti bakalan istirahat total kok. Umi sama Abi hati-hati ya.”

“Kita juga mau pamit, Dam,” ucap Bram.

“Loh, Mamah sama Papah juga ikut pulang?”

“Iya, kalian baik-baik ya di rumah. Saras, kamu harus rawat Adam. Jadi istri yang baik.”

“Iya, Mah,” jawab Saras singkat.

“Saras, Umi sama Abi nitip Adam ya.”

“Iya Umi, pasti Saras jagain kok. Umi sama Abi hati-hati ya. Mamah sama Papah juga hati-hati.”

“Iya, assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

Adam tersenyum lega, akhirnya setelah sekian lama di rumah sakit dia bisa kembali ke rumah. Menghirup udara segar tanpa bantuan alat medis. Tengah asik mengamati setiap sisi bangunan, Adam dibuat terkejut karena suara Saras yang memanggilnya dengan agak keras. Mungkin dia sudah memanggilnya dengan pelan tetapi Adam tidak menjawab.

“Kamu mau tetep di situ aja? Ayok masuk. Kamu udah kangen sama rumah, ‘kan?” ajak Saras sambil membawa sebuah tas berisi pakaian gantinya.

“Ah, iya.” Adam mengekori Saras.

“Kamu mau aku masakin apa?” tanya Saras sambil meletakan tas yang dia bawa di atas sofa.

“Aku nggak laper, Sa.”

“Kamu harus makan biar bisa cepet sehatan. Itu kamu masih keliatan lemes banget, loh. Udah kamu duduk aja, biar aku yang masak.” Saras melangkah menuju dapur, meninggalkan Adam yang masih terdiam di ruang tamu.

Sebenarnya Saras sendiri masih bingung akan memasak apa hari ini. Dia kurang tahu, makanan apa yang cocok untuk seseorang yang sedang dalam tahap pemulihan. Oh, atau mungkin makanan yang berkuah. Seperti sayur bening? Sayur sup? Atau ... ya. Hanya itu yang Saras tau.

Saras memutuskan untuk membuat sayur sup. Dengan bahan dasar jagung manis, wortel, dan bayam. Pasti akan terlihat menarik dengan warnanya yang seperti pelangi. Dari warna menarik itu, nantinya dapat membuat nafsu makan seseorang bertambah.

“Saras masak apa, ya?” monolog Adam sambil mengamati ke arah dapur. Dia begitu penasaran, tetapi kakinya terasa begitu berat untuk berjalan. Benar kata Saras, Adam masih sangat lemas.

“Rumahnya juga bersih banget, Saras pasti kewalahan ngurusin semuanya sendiri. Ngurusin tugas rumah, ngurusin aku di rumah sakit juga.”

Selang beberapa waktu, hidung Adam mencium aroma yang sangat harum dari arah dapur. Terlalu penasaran, dengan berjalan secara perlahan Adam menyusul Saras.

“Loh, kamu ngapain ke sini? Ini udah selesai kok.”

“Aku penasaran. Soalnya baunya harum banget. Kamu masak apa sih, Sa?”
“Sini, deh. Kamu liat sendiri.”

Adam menghampiri Saras, menyaksikan sendiri masakan jenis apa yang ada di dalam sebuah mangkuk.

“Wah, warnanya unik, Sa. Ada merah, kuning, sama hijau.” Adam ternganga. Dia tidak menyangka jika Saras akan belajar secepat ini.

“Iya, lah. Saras dong.”

Keduanya pun makan bersama, meski Adam hanya mengambil sedikit. Selebihnya dia hanya mengamati Saras yang tengah makan dengan sangat lahap. Terlihat membagongkan. Bukankah niat awalnya Saras ingin memasak untuk Adam?

🍁

“Eh, kamu mau ke mana?” sergah Saras dengan cepat.

“Aku pengen mandi, Sa.”

“Tapi kamu aja jalannya masih sempoyongan gitu. Ntar kalo pingsan di dalem gimana?”

“Terus gimana dong Sa? Aku risih banget berhari-hari nggak mandi.”

Aduh, gimana dong?

Saras terdiam, berpikir sejenak.

“Ya udah aku temenin kamu mandi.”

“Hah, maksudnya?” Adam membulatkan bola matanya.

“Nggak usah mikir aneh-aneh, ya. Aku cuma takut kalo tiba-tiba kamu pingsan di kamar mandi. Nanti malah jadi ngrepotin aku,” sewot Saras sambil bersedekap dan memoncongkan bibirnya.

🍁

“Udah belom?” tanya Saras sambil membalikkan tubuhnya menghadap ke luar pintu.

“Bentar lagi, Sa.”

“Buset lama amat, kayak cewek aja mandinya,” protes Saras.

“Iya, ini udah.”

“Oke, aku buka ya pintunya.”

“Iya, Sa.”

Saras dan Adam pun keluar dari kamar mandi. Keduanya sama-sama terlihat malu, bahkan sampai salah tingkah.

“Udah, aku mau keluar. Kamu bisa pake baju sendiri, ‘kan?”

“Iya, bisa.”

Melihat tingkah Adam dan Saras saat ini sangatlah lucu. Mereka seperti seseorang yang baru saja bertemu dan belum saling mengenal. Keduanya sama-sama terlihat canggung.

***

Hmhhh jomblo apa kabar?😭😭
Ikut salting nih akuuu.

Tunggu next chapter ya🤗

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang