CHAPTER 37

267 44 168
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siklon hilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siklon hilang. Tragon memudar. Agon berhenti. Finalnya predestinasi jadi harsa.

Fragmen bagai manisan lebah menjadi setawar dan sedingin tatkala bagaskara muncul malu-malu di balik tirai. Gemirang tidak melindap-lindap, tetapi bersemarak secara direk. Itu influensinya apabila Jiya dan Taehyung sama-sama menurunkan kuantitas ego dan kelikat cemar, terutama Jiya. Setidaknya saling merengkuh dengan eksistensi buah hati di tengah-tengah lebih elok ketimbang saling bersikap random dan membenci, atau secara harfiah saling berlomba untuk memenangkan diri dan melupakan hal krusial. Intinya ini lebih baik daripada terus-menerus bersikap tolol dan durjana.

Jemari lentik Jiya menelusuri surai Jisa yang sebetulnya sudah berubah lebih pendek dari sebelumnya. Buah hati tersebut hanya terkekeh random karena bahagia, mungkin. Apalagi sebab si papa romantis juga tengah asyik merengkuhi tubuh Jisa meskipun secara general adam ekstraordinari itu masih berada dalam mintakat subkonsius; bersendar lucu.

“Mama?” Jisa memanggil dengan suara minim, terdengar seperti bisik-bisik. “Setiap hari begini, ya, Ma? Bersama papa dan mama. Jisa ingin seperti ini setiap saat.”

Sebetulnya Jiya ingin mencoba menjadi perempuan normal yang hanya berada dalam satu ruangan dengan pria saat sudah menikah saja. Ingin sekali mencoba sirkumstansi baru, berbeda dengan dulu-dulu. Mencoba sekali saja sebelum menikah dengan Taehyung. Namun, itu mustahil; rasanya eksentrik jikalau Jiya punya pemikiran begitu. Sia-sia bukan, sih? Pada hakikatnya Jiya sudah terlalu biasa tinggal bersama dengan Taehyung.

Pikiran Jiya memang agak random akhir-akhir ini.

“Kita memang akan tinggal di rumah papa. Jisa mau begitu, kan?”

Jiya rasa meninggalkan papan ini dan pergi menuju Taehyung tidak ada salahnya. Jiya hanya merasa eksentrik terhadap pemilik rumah depan, Hwang Jimin. Taehyung pasti masih punya kekhawatiran kalau Jiya dan Jimin mungkin ada karsa main-main anala di belakang, kan? Jiya juga, sih. Bukan berarti punya intensi untuk memasuki hidup pebisnis konstruksi itu lagi, Jiya hanya ingin semuanya baik-baik saja. Jiya ingin hidup normal mulai sekarang.

Singkatnya, Jiya absolut ingin bersama Taehyung tanpa ada gangguan lagi. Tanpa drama. Tanpa ketololan. Tanpa kelikat setan. Absolut.

Arkian semburat pancarona elok muncul di iras Jisa dengan adisi pinar netra yang berkaca-kaca penuh harsa. Jisa senang sekali, padahal Jiya hanya bilang hal sederhana itu.

𝐌ㅡ𝐒𝐢𝐧𝐚𝐭𝐫𝐚 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang