🍂 38

1.7K 81 25
                                    

"Kenapa berkata seperti itu pada Bibi Lee?"

Bu Irene yang sedang merapihkan apapun yang bisa ia rapihkan hanya melirik sekilas lalu kembali menyibukkan diri dengan apapun yang bisa ia sentuh. Menyentuh bantal lalu menepuk nya, menggeser guling dan kemudian menepuk seprai yang sebetulnya tidak harus ia lakukan.

Canggung.

Irene bahkan terus menunduk mencoba menghindari tatapan mata Mino yang kini terarah padanya.

Oh come on Irene hanya ingin mempermudah semuanya. Kadang-kadang kita hanya harus sedikit berdiplomatis walaupun itu bohong agar orang tidak terlalu ingin tahu mengenai hidupmu.

Personal is secret bagi Irene. Jadi akan lebih mudah sedikit berbohong dengan tujuan untuk mencari aman bukan?.

"Jawab"

"Apa itu penting?" Tanya Irene akhirnya. Alih-alih menjawab ia malah menanyakan pertanyaan itu pada Mino dengan sikap yang kemudian mampu membuat pria Song itu sedikit menjengit kearahnya.

"Lalu harus bilang apa sama bibi Lee? Kenalkan ini mahasiswa saya, namanya Song Mino, oh atau kenalkan ini partner sex saya-"

"Owh shit!"

Irene mendecih lalu mendekati pria Song yang kini memerah. Ia fikir ucapan Irene pada bibi Lee itu memang kamuflase nyatanya itu hanya kebohongan belaka.

Menyesal ia sudah merasa senang.

Rasanya seperti diterbangkan ke langit lalu dijatuhkan begitu saja ke dasar tanah.

"Kenapa? Geer" ucap Irene dengan wajah yang menampilkan smirk menggoda. Mino melengos lalu berjalan melewati perempuan itu, menuju jendela kamar dan membuka nya perlahan. Angin malam yang beranjak pagi perlahan berhembus menerpa kulit wajahnya.

"Siapa yang tidak geer. Wajar merasa geer bukan?"

Irene menyeringai ditempatnya. Ia kemudian duduk dipinggiran ranjang dan perlahan merebahkan tubuhnya melemaskan otot-otot kakinya yang kaku. Pandangan matanya terarah lurus menatap punggung bidang yang kini tengah menatap kegelapan malam melalui jendela kamar.

Jantung Irene berdesir begitu punggung itu bergerak dan kepalanya menoleh kearahnya. Perempuan itu melengos mencoba menghindari tatapan Mino yang menyeringai nakal kearahnya.

Keadaan macam apa sih ini. Kenapa jadi serba canggung padahal mereka bukan lagi tahap yang seharusnya berada pada titik canggung seperti ini kan?.

"Masih mengantuk?" Tanya nya. Lembut sekali, Mino kemudian melangkahkan kakinya mendekati Irene kemudian mendudukan tubuhnya tepat disamping Irene yang merebahkan diri. Satu tangannya terulur meraih helaian rambut yang jatuh ke pipi perempuan itu dan menyela nya ke telinga. Posisi Irene yang miring membuat tangan Mino kemudian naik keatas kepalanya dan memberikan sentuhan lembut disana.

"Sepertinya kamu yang mengantuk?"

"Tidak" elak Mino. Irene menggeser tubuhnya memberikan tempat bagi Mino untuk merebahkan diri. Ia tahu kalau pria ini begitu letih karena sudah menyetir semalaman tanpa istirahat.

"Tidurlah"

"Hm kau benar, aku mengantuk" balas Mino pelan. Pria itu kemudian merebahkan diri disamping Irene dengan kepala menengadah dan meraih bahu mungil perempuan itu, menumpukan ujung dagu nya ke pucuk kepala Irene dan kemudian memejamkan kedua matanya.

Irene yang berada dalam rengkuhan Mino hanya tersenyum kecil dan kemudian mengeliat, menggerakan tubuhnya sampai tangannya bisa memeluk pinggang Mino.

"Terima kasih. Aku benar-benar merasa bahagia bersama mu Mino" ucapnya dengan suara sepelan mungkin. Irene tidak tahu Mino mendengarnya atau tidak tapi ia yakin pria itu tidak akan pernah meninggalkannya sendirian.

SHELTER [🔞]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang