Bab 2

320 3 0
                                    

MIKHA

Sejak tadi Mabi uring-uringan. Katanya barangnya yang baru dibeli nggak ada. Padahal kemarin dia baru beli. Ada potongan harga jika membeli barang dari toko temannya. Entah barang apa yang dicarinya. Menurutnya, aku juga nggak akan mengerti kalau diceritakan.

Mabi juga teriak-teriak di telepon. Aku nggak begitu dengar, tetapi sepertinya Ayah yang diteleponnya. Apa Mabi marah sama Ayah ya? Tapi nggak mungkin kan? Ayah galak, nggak mungkin Mabi berani. Aku dengar ada kata-kata aneh yang diteriakkan Mabi di telepon. Aku nggak ngerti maksudnya Mabi.

Mabi adalah singkatan dari Mama Bianca. Supaya singkat, aku memanggilnya Mabi.

Bagaimana ini ya, aku malas mengikuti pelajaran lewat daring melalui zoom meeting seperti ini. Gara-gara corona, aku nggak bisa ketemu dengan bu guru cantik lagi. Aku juga nggak pernah lagi main bersama teman-temanku. Selain itu, aku nggak boleh keluar ke mana-mana. Sama dengan teman-temanku yang lain, mereka juga nggak boleh keluar rumah. Kami nggak bisa lagi main bersama. Kalau ingin ngobrol, hanya bisa lewat telepon. Ah, nggak seru.

Beberapa bulan ini sungguh aku tersiksa. Nggak bisa lagi bertemu dengan Pak Hari di kolam renang. Biasanya seminggu dua kali Ayah mengantarku ke kolam renang untuk berlatih renang. Menurut Ayah, aku harus rutin berenang supaya tetap sehat.

Dulu sakit asmaku sering kambuh. Kalau kambuh, katanya bikin Ayah dan Mabi kebingungan. Nafasku pendek-pendek. Ketika nafasku susah, aku malah semakin sering berbicara sehingga terlihat seperti tersengal-sengal. Mungkin karena aku kebingungan nggak bisa nafas dengan lancar, jadi bicaraku semakin banyak. Setelah beberapa jam, bisanya aku mengeluh tidak kuat. Lalu Mabi dan Ayah mengantarku ke rumah sakit untuk diberi alat yang disebut nebulizer. Mulut dan hidungku ditutup dengan masker plastik yang dihubungkan dengan alat itu. Ada uap hangat yang disertai dengan bau aneh keluar dari alat itu, langsung menuju hidung dan mulutku. Mau tak mau udara yang keluar dari nebulizer itulah yang kuhirup. Setelah beberapa menit, nafasku akan kembali normal seperti semula. Rasanya saluran pernapasanku kembali melonggar dan aku bisa bernapas seperti biasanya. Namun, kelegaan itu hanya berlangsung selama beberapa jam. Jika aku tidak segera tidur dan tenang, sesak nafas akan kembali kurasakan. Maka dokter segera memberi obat yang membuatku sangat mengantuk. Biasanya keadaan ini berlangsung selama sekitar dua hari. Selama dua hari juga aku tidak doyan makan. Berat badanku akan turun dengan drastis. Mabi dan ayah sangat sedih melihat keadaanku. Maka mereka berupaya untuk mengusahakan kesembuhanku, mulai dari berobat kesana kemari sampai melakukan terapi selama berbulan-bulan.

Setahun ini aku tidak pernah lagi merasakan kambuhnya penyakit asma yang kuderita. Tepatnya sejak aku mulai rutin les renang bersama Pak Hari.

Selama di rumah, Mabi juga sering ikut daring untuk mengawasi aku. Namun, kadang dia sibuk dengan kegiatan daringnya sendiri. Sekolahnya Mabi juga lewat zoom meeting sama seperti aku. Hanya bedanya, acara zoom-meeting-nya Mabi diisi oleh guru-guru yang tua. Aku juga nggak terlalu paham bahasanya. Hehe... aku tahu karena pernah mengintip Mabi zoom meeting di kamarnya. Mabi nggak memperbolehkan aku ikut acaranya. Dia takut wajahku muncul di monitor. Aku nggak tahu kenapa aku nggak boleh muncul. Padahal kalau aku daring, Mabi selalu ada di sebelahku. Wajahnya Mabi juga muncul di layar laptop. Tapi bu guruku nggak pernah tanya tentang Mabi yang sering terlihat muncul di layar.

Mumpung Mabi lagi sibuk sendiri, aku nggak ada yang mengawasi. Pelan-pelan aku ambil headset yang ada di atas nakas, lalu kupasangkan di laptop dan kedua telingaku. Zoom meeting tetap berjalan, tetapi aku bisa membuka yang lain. Video kesenanganku.

Aku selalu tertarik melihat video seorang youtuber yang bernama Yudi Ardani karena ada banyak petualangan yang akan menginspirasiku. Ada beberapa yang aku tiru, tetapi terkadang ulahku itu membuat Mabi kesal dan mengomel. Katanya bikin kotor. Tetapi Mabi nggak galak seperti Kak Ros, kakaknya Ipin Upin. Kak Ros kalau marah teriak-teriak, membuat Ipin dan Upin takut. Mabi sayang sama aku. Marahnya Mabi hanya ngomel-ngomel nggak jelas. Sesekali melotot. Matanya yang lebar itu kalau melotot terlihat lucu. Rambut panjangnya bergoyang-goyang karena kepalanya menggeleng-geleng.

"Hayo Mikha.... Kamu nonton apa? Astaga, malah buka youtube. Belajar sama bu gurunya sudah selesai belum? Kenapa malah buka youtube?" Suara Mabi kencang, bikin aku kaget aja. Aku nggak tahu kapan Mabi datang. Tiba-tiba saja tubuhnya sudah berdiri di sampingku. Aku nggak dengar dia membuka pintu kamarku. Padahal tadi aku sempat menutup pintu kamar. Ah harusnya tadi kukunci saja pintu kamar dari dalam. Biar Mabi teriak-teriak di luar.

"Belum selesai, Ma. Tapi kan aku lihat youtubenya sambil zoom, Ma. Jadi nggak ketinggalan zoom." Iya kan? Aku tetap membuka jendela zoomnya lho, hanya saja sekalian lihat youtube. Sama saja kan.

"Haduh.... anak ganteng. Youtubenya ditutup dulu ya. nanti kalau sudah selesai belajarnya, boleh lihat youtube satu jam." Mabi tidak marah seperti biasanya. Matanya nggak melotot. Tetapi tangannya melepas headset di telingaku. Lalu, sebuah speaker kecil disambungkan ke laptopku sehingga kini suara dari laptop terdengar keras. Wah, kalau begini caranya, ketahuan deh kalau aku buka youtube.

"Nah, begini saja sekarang." Lalu ia menutup jendela youtube di laptop dan beranjak duduk di ranjangku.

"Yah, Mabi." Desahku kecewa.

"Ssttt... selesaikan dulu zoomnya." Mabi mendongakkan dagunya mengarahkan wajahnya pada layar laptop di depanku. Aku masih memandang Mabi dengan mulut tercebik.

"Ayo ah. Selesaikan dulu. Nanti Mabi temani main mobil-mobilan." Mabi ternyata baik banget. Nggak biasa-biasanya Mabi mau main mobil-mobilan bersamaku. Dia lebih senang menemaniku menggambar atau aku yang menemaninya memasak makanan berasa aneh-aneh. Mabi ini senang masak, tetapi hasilnya rasa makanannya nggak seperti makanan yang biasa dimasak Mbok Jum. Mungkin resep yang dipakai Mabi berbeda dengan yang dipakai Mbok Jum. Aku yang sering disuruh mencoba makanan hasil buatannya. Kalau aku doyan, lalu akan disodorkan ke Ayah. Kata Ayah, Mabi harus ikut kursus supaya ayah bisa panjang umur memakan hasil masakannya Mabi. Lalu makanannya berpindah ke piring Pluto, kucing kampung yang sering mampir ke rumah kami.

Karena aku terlalu senang mendengar Mabi akan menemaniku bermain mobilan, maka aku segera mengalihkan pandangan ke layar laptop dan mengikuti pelajaran dengan serius. Mabi masih mengawasi di belakangku. Tepatnya tidur-tiduran di ranjang sambil mengawasiku.

"Mabi."

"Iya sayang?"

"Kutang sama kancut itu apa? Tadi aku dengar mama teriak begitu sama ayah."

"Astaga Mikha. Itu zoomnya sudah kamu unmute belum?" mendadak kulihat warna wajah Mabi berubah pucat. Lalu buru-buru dia mendekatkan diri ke laptop dan meneliti layar di hadapanku.

ADIK IPARKU RASA GEBETANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang