romawi IV; danau & cerita Mica

127 114 22
                                    

[note : up sebelum tanggal 3, soalnya takut besok nggak sempet cuz jadwal sekolah aing padet banget karena urusan PKL. Thankies yang baca ceritaku. But pls leave a trace, u can vote & comment beib 💗]

 But pls leave a trace, u can vote & comment beib 💗]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nere menginjak putung rokoknya yang sudah pendek. Langkah panjangnya kemudian melangkah pergi dari gedung belakang. Banyak sapaan hadir dari cewek-cewek yang ia temui di koridor.

Cowok itu berniat ke danau yang tak jauh dari kampus, karena di sana kemungkinan bisa dapat ide untuk tugasnya minggu depan. Jujur dia sangat malas mengerjakan tugas, tapi kali ini tugas yang ia suka—melukis.

Mata Nere menangkap sosok gadis yang tengah menyembunyikan wajahnya di lutut dengan sesenggukan. Ia harus apa? Berbalik? Atau bertanya?

Tapi naluri empati Nere yang besar membuat cowok itu menghampiri gadis tadi dan duduk di sebelahnya. “Are you okay?” tanyanya pelan.

“Please leave me alone..

Nere menoleh ke gadis itu saat suaranya terasa familiar ditelinganya. Tapi dia mencoba menghiraukan itu. “Gue ada perlu di sini, sekalian aja temenin lo.” Nere melempar batu ke danau yang tampak tenang itu. Gadis tadi masih belum menampakkan wajahnya.

Nere mengeluarkan buku yang kemarin ditemukan Mica. Dia tampaknya tak ingin menganggu gadis itu, membiarkan gadis itu menangis dan merasa lega.




























23 menit. Gadis itu mengelap pipinya yang basah karena air mata. “Lo mas—

“Mica?”

Sekarang Mica jadi diam, rasanya ingin terjun bebas ke danau saat sadar cowok yang menemaninya adalah Nere. Dia tadi tak terlalu paham suara siapa karena menangis, dan sekarang menyesal karena menerima tawaran ditemani.

Lebih parahnya Nere melihatnya menangis. Entah harus bagaimana Mica sekarang.

Mica berbalik, tak mau kembali menatap Nere. Rasa malunya benar-benar sudah tak terbendung lagi.

“Lo kenapa?” tanya Nere.

“Kita nggak deket, dan gue punya hak untuk nggak jawab,” kata Mica. Cewek itu rasanya ingin menangis lagi karena rasa malunya terhadap Nere.

“Kadang cerita ke orang yang nggak deket lebih asik.” Nere tersenyum tipis. Mungkin ini cara Tuhan mendekatkannya dengan Mica. “Gue buka sesi curhat cuma-cuma.”

Mica tak menoleh, masih membelakangi Nere. Tapi sekarang dia menatap danau tenang itu. “Lo nggak bakal ngerti.” sepertinya bukan hal menarik untuk bercerita pada Nere.

“Iya gue nggak ngerti. Soalnya lo belum cerita.” gurau Nere. Cowok itu menutup bukunya, kemudian menopang dagunya dengan tangan di atas paha. “Lo ada masalah sama siapa?”

NEREMICA [segera diterbitkan dimimpi sy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang