Ada tempat yang membuat hati Asep tidak tenang. Yaitu sebuah tempat dimana terkuburnya Eleona oleh kekuatan Aria. Aria sebenarnya panik karena Eleona terasa menghilang sangat jauh. Namun, Asep meyakinkan akan mencari perempuan itu di sekitaran akademi selama seminggu, sebelum mencarinya di luar sekolah.
Oliv dengan tubuhnya mencari Eleona, hanya saja kekuatannya tidak bisa menahan penghalang di beberapa ruangan khusus akademi, jika maksa memasukinya dia akan mabuk berat.
Napas Asep tersenggal-senggal. Matanya melihat tiap kelas yang sudah dilaluinya, seberapa besar akademi belum membuatnya menemukan Eleona. Pemuda itu berteriak dan tetap saja tidak ada yang muncul selain Zoro juga Erina.
Zoro memalingkan wajahnya terasa menyembunyikan sesuatu. "Aku melihatnya, aku melihat dia pergi dari lorong itu saat aku ke toilet. Aku mengira dia akan pergi ke acara penutupan, tapi tidak sama sekali."
Asep mengerutkan dahinya. "Lalu, kalian teh saling sapa atau ngga?"
Zoro menggeleng lemah. Netranya melihat Asep dalam, seolah meminta Asep lebih berusaha mencarinya. "Ngga, aku tidak menyapanya. Larinya cepat juga lampu di lorong mati semua ketika dia melangkah lebih jauh. A-aku mohon temukanlah dia, aku akan membantumu Asep."
Erina menepuk bahu kakaknya. "Kakak mengkhawatirkan Eleona bukan? Kakak selalu mengawasinya sejak malam itu, kurasa memang bahaya jika membiarkannya sendiri lagi."
Asep menggaruk kulit kepalanya. "Saya kurang mengerti apa yang dimaksud. Tapi jika kalian tidak terbebani, sok! Ikut saya cari Eleona. Dan, Erina saya merasakan ada penjaga di tubuhmu, apa bisa ikut membantu pencariannya."
Zoro melotot tajam ke Asep. "A-apa kamu bisa merasakannya?!"
"Hah?''
Asep mengedikkan bahunya. Ada roh leluhur yang bisa Asep lihat sebenarnya sejak pertemuan pertama mereka. Sesuatu yang besar dan berbahaya hanya ditahan agar tidak terbangun dari tidurnya.
Mulut Erina membisu. Kotak suaranya tidak terdengar sedikitpun. Apalagi sikapnya menjadi misterius kala dirinya kabur menghindari Asep dan Zoro.
"Asep, jawab aku, apa kamu bisa melihat sosoknya?"
Asep memutar bola matanya. "Saya teh memang bisa melihatnya. Kayaknya mah itu roh leluhur kalian, sifatnya tertidur, jika terbangun saya belum tahu apa yang terjadi."
Zoro menyentuh urat nadi di lengannya. Dia masih hidup. "Aku dan Erina tetap akan membantu pencarian kalian. Maaf mengganggu, sampai jumpa."
Kepergian yang aneh dan misterius dari dua saudara itu. Asep menyilangkan lengan depan dada, berpikir yang dilihatnya memang tidak salah. Wujud mata merah, memakai penutup kepala bagai penyihir, juga jenggot putih sepanjang perut, seseorang yang mirip dengan wujud Kratos.
Aria berjalan kecil menghampiri suaminya. Dia menunjuk pipi Asep yang sedang melamun dan membuat Aria tertawa semang melihat tingkah Asep yang terkejut. "Kamu melamun perihal apa?"
Asep menyenderkan kepalanya ke pundak Aria. Mumpungnya sekolah sedang sepi karena di hari libur, anak-anak ada yang sedang di luar akademi untuk menikmati Kota Migart. "Kamu ngerasa ngga? Eleona itu perginya misterius banget? Apalagi mata roh penjaga Erina kini membuka mata kirinya padahal terakhir bertemu itu tertutup."
Aria mencubit hidung Asep dan membuat Asep menghentikan tingkahnya. "Aku melihatnya, aku mengira itu memang begitu, ternyata kasus ini harus tersangkut lagi di pertalian darah Jhonson bersama para keturunannya. Para pemuja Leluhur Iblis Merah, rela melakukan apapun demi nikmat dunia, aku ikut bergidik ngeri kalau membahasnya."
Asep mengelus-ngeluh hidungnya, masih sakit. "Jikalau ini memang takdirnya, saya rasa kita harus mencari tahu tentang Iblis Merah itu sendiri. Walau saya teh keturunan asli Iblis Merah, tapi darah saya sudah berubah total bukan keturunan itu lagi, menjadi darah saya yang persis di dunia sebelumnya. Mana mau punya darah Iblis."
Aria tertawa kecil. "Hm, Asep, aku mempunyai ide, kenapa kita tidak bicara saja ke orang-orang di pulau itu?"
Bola mata Asep membesar seolah baru mengingat kehadiran sosok hebat dalam hidupnya. "Apa itu yang pernah kita berdua bicarakan di atap setelah selesai melakukan pendamaian Jhonson? Kamu yakin tahu tempatnya, kalau kesasar gimana?"
Lagi, Aria tertawa. "Sungguh, aku mengetahuinya. Pegang tanganku, aku akan menembus batas yang dibuat para Pahlawan. Kekuatan batas mereka bisa membunuhmu dalam sekali pandang, jadi tutup matamu juga."
Asep menggenggam cepat telapak kiri istrinya. Aria hampir berteriak terkejut. "Siap."
---(Ä)---
Waktu yang bergulir tidak akan pernah bisa dihentikan. Pahlawan Andromeda melihat jauhnya lautan, di pantai pulau ini, para Pahlawan menyelamatkan bocah bernama Jhonson. Masa lalu yang menurutnya itu bahagia, kini berubah sebaliknya, sejak menyentuh darah dari tubuh Jhonson, dirinya juga Pahlawan Mtyh kaget bukan main. Pengkhianat yang sudah mereka anggap saudara.
Andromeda menangis di bawah pohon kelapa. Dirinya sangat membenci tentang pengkhianat sejak berapa ratus tahun lamanya, apalagi orang tuanya pernah mengkhianatinya sampai akan membunuhnya sebelum diselamati Pahlawan Mtyh.
Tepat saat arus laut naik, kaki perempuan muncul. Asep memakai pakaian yang beda, celana pendek, baju pantai juga kacamata. Aria menggunakan rok panjang jingga, baju lengan putih serta topi musim panas.
Hal yang sangat mengejutkan sampai Pahlawan Andromeda mengira mereka hantu. Para Pahlawan di pulau ternyata langsung terpanggil dari persembunyian lama. Mata Aria yang dalam berhasil menghitung jumlah setiap Pahlawan yang bermunculan tidak terduga.
Pahlawan Mtyh langsung menundukan kepalanya. Melihat Aria membuatnya berhasil menyimpulkan Aria juga Asep bukanlah orang biasa, apalagi bisa menembus puluhan batas menuju pulau yang bisa menghancurkan tubuh.
Orang tertua menghampiri mereka berdua. Mengangkat tangannya untuk bersalaman. "Aku merasa kalian bukanlah orang biasa. Mau berteman denganku?"
Asep langsung melahap jabatan Pahlawan Mtyh. Dalam sekelebat saja ada macan putih yang berhasil menjaga Asep yang akan diintimidasi setiap kekuatannya. "Saya Asep dan ini Aria. Kalau anda berbuat macam-macam, anda akan melihatnya bukan?"
Pahlawan Mtyh mengangguk, mengerti bahwa yang dilakukannya sudah diketahui oleh seorang bocah. Beberapa Pahlawan mengira Asep adalah salah satu keturunan Iblis Merah sampai bersiap membunuhnya, namun Pahlawan Mtyh menghentikan pergerakan itu.
Dalam ratusan tahun terakhir. Kesetiaan tanpa batas kepada Raja Elouhim tidak pernah sirna bagi Pahlawan Mtyh yang mengabdi. Namun, sebuah keajaiban membuat dia bisa menunduk hormat pada dua pendatang di pulau.
Dalam sekejap para Pahlawan lain melakukan itu. Mata mereka saja bahkan melotot terkejut bukan main. Jantung yang berdetak cepat menandakan mereka tidak pernah mengira Pahlawan Mtyh menunduk pada orang selain Raja.
"Saya bisa melihatnya seorang Raja baru. Si Macan Putih, seorang keturunan tidak langsung. Apa benar dugaanku? Aku tidak berbohong untuk hal ini. Pertemuan ini ... persis saat aku bertemu dengannya. Kekuatan besar Raja Pasundan."
TBC
Wah menarik kali ternyata Asep keturunan orang besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Inner Eye And The Other World Volume 1[END]
FantasySendiri di dunia lain. Memiliki kastil besar juga megah seperti tiada artinya baginya. Terbangun dalam keadaan setelah bunuh diri, Asep tersadar dengan tubuh lain. Kesialannya bertambah ketika baru menyadari desa di sekitarnya tidak menerima keberad...