SKM 19: Why Can't I Be Happy Like Everyone Else?

2.1K 226 9
                                    

Sambil memijat keningnya, Mandala menyusuri gang menuju rumah. Rencananya, setelah sampai rumah dia ingin mandi dan beristirahat. Penat di kepalanya sudah mulai tidak bisa ditoleransi.

"Mbak Manda, baru pulang toh, Mbak?" sapa pemilik warung sembako langganan Mandala. Pemiliknya sepasang lansia dan mereka mengurus warung dengan dibantu cucunya yang seumuran dengan Mandala. "Syukur, deh, Mbak Manda pulang cepat. Dari tadi Dira nangis, kasian si Ibu sampe tutup warung lebih cepat."

Mendengar hal itu, Mandala merasa khawatir. Jarang sekali putrinya menangis sampai harus membuat Ibu menutup warung. Kecuali saat pertama kali Mandira menderita penyakit diaper rash. Setelah berpamitan, Mandala mempercepat langkahnya.

Benar adanya, baru juga sampai di depan pagar, suara tangisan Mandira sudah bisa terdengar. Tangisannya seperti rengekan kelelahan dan mengantuk. Sudah tidak bertenaga.

"Bu?" Mandala kesulitan melepaskan sepatunya sambil berjalan menuju pintu. "Mandira kenapa?"

"Aduh, Man. Akhirnya kamu pulang. Daritadi Dira nangis terus. Makanan nggak dihabiskan, minum susu juga nggak mau. Sampai Ibu ajak jalan-jalan ke taman belakang, masih saja nangis," papar Ibu sambil melepaskan ikatan kain yang melilit tubuhnya.

"Sebentar, Bu. Manda mau mandi dulu. Badan Manda baru rokok."


---


Dalam dekapan Mandala, tangis Mandira mulai reda. Masih ada sisa keluhan seperti 'ah-uh', tetapi jauh tenang daripada sebelumnya. Putrinya semakin erat membenamkan kepala di dada dan dua tangan mungilnya yang mencengkeram erat kaus seolah tidak ingin dilepaskan. Sambil mengusap kepala Mandira, Mandala duduk di tempat tidur dan bersandar pada dinding.

"Anak Mama laper, ya?" bujuknya sambil memposisikan Mandira menghadap ke atas. Botol susu pelan-pelan dicoba diarahkan ke mulutnya dan dalam sekejap Mandira melahap dot susu. "Capek, ya? Abis mi cucu, kita bobo, ya? Oke?"

Sambil bersenandung, Mandala terus memperhatikan putrinya yang begitu lahap menghabiskan susu yang dibuat ulang karena susu sebelumnya sudah dingin dan lemaknya menyumbat ujung dot botol susu. Dia tersenyum tipis saat kelopak mata putrinya semakin turun dan gerak bibirnya mulai melambat.

Ketika isapan pada dot susu berhenti, Mandala perlahan melepaskannya. Dengan posisi menelungkup di dadanya, Mandala mulai menimang. Dia bergerak mondar-mandir di kamarnya sambil bersenandung.

Dari pantulan cermin di lemari, Mandala memperhatikan bagaimana wajah putrinya tampak begitu tenang. Sesekali dia terlihat seperti mengunyah lalu kepalan tangan mungil itu diemutnya.

Rasa lelahnya perlahan sirna.

Penat, stres, dan kejengkelan seharian ini pun seperti telah berlalu ketika bertemu Mandira. Ada kekhawatiran saat mendengar aduan dari si penjaga warung yang membuatnya bergegas pulang, tetapi begitu memastikan putrinya baik-baik saja—tidak dalam kondisi terluka atau sakit—ada kelegaan yang membuat seluruh beban di pundaknya meluruh.

Secangkir Kopi dari MandalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang