❀ Bab 10 ❀

40 13 2
                                    

Wanita itu dikurung dalam istana es ciptaan Sardee di tengah dinginnya badai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wanita itu dikurung dalam istana es ciptaan Sardee di tengah dinginnya badai. Ini pertanda suasana hatinya yang sedang dipenuhi amarah dan kejengkelan akibat tingkah wanita ini.

"Bicara atau kami sayat tubuhmu!" ancam Sardee yang telanjur geram.

"Coba saja!" tantangnya. "Itu tidak akan mengubah apa pun!"

Saat itulah, dia roboh dan menggerang. Rupanya sesuatu telah menyayat badannya hingga menetes darah ke lantai yang berlapis es.

Wanita itu meringis. Dia kemudian menatap tajam kami berlima.

"Kalian memang terkutuk!" cercanya. "Sudah pelit lagi!"

Aku menatap keempat penciptaku, mereka tidak membalas ucapan wanita itu. Aku kian penasaran dengan maksud dia.

"Siapa menyuruhmu ke sini?" Sardee ulangi pertanyaannya dengan nada lebih keras. "Katakan!"

Wanita itu menbalas tatapan mereka. "Kalian sendiri tahu kenapa. Sudah lama kami tersiksa karena kalian. Waktunya membalas!"

"Apa maksudmu?" tanya Manjari.

"Ipi miksidmi," ledek wanita itu. "Kalian tidak sadar diri. Sudah sok keras lagi!"

"Kurang ajar!" Sardee menggeram. Dia menatap ketiga temannya. "Urus dia! Aku tidak tahan lagi!"

Karif lantas maju dan masuk ke dalam. Dengan senyuman khasnya, dia menghampiri wanita tadi.

"Wah, wah, sudah lama tidak jumpa, ya," ujar Karif kepadanya. "Bagaimana kabarmu? Masih sehat?"

"Cih, sok akrab!" balas wanita itu. Dia mengusap bahunya yang tersayat tadi. Sayatan itu begitu tajam hingga lengan bajunya robek.

"Hm?" Karif menarik rambutnya dengan kasar. "Bukannya kita bicara sebelumnya? Kamu ramah sekali dulu itu."

"Aku tidak tahu siapa kamu," balasnya. "Aku hanya dengar tentang kalian melalui buku dan beberapa saksi."

"Eh, saksi?" beo Karif. "Siapa, nih? Aku kepo, lho."

Sifat Karif yang tetap ceria entah kenapa membuat suasana semakin mencekam, dilihat dari tangannya yang dengan keras mencengkeram kepala wanita itu hingga dia meringis kesakitan menambah kesan lain dari Karif yang biasa kukenal.

"Katakan yang sebenarnya!" seru Manjari.

"Jangan melantur!" bentak Sardee, dia menatap tajam wanita itu. "Kami tidak akan mengampuni siapapun yang berani masuk ke sini dan menghina kami!"

Manjari yang sedari tadi menyimak akhirnya angkat bicara. "Kalau dia tidak mau bicara, sebaiknya diamkan dulu. Biarkan dia menunduk dengan sendirinya."

Karif menghempaskan kepala wanita itu dengan kasar hingga terdengar bunyi "duk" keras disertai erangan. Dia dengan santai berjalan menghampiri kami selagi wanita malang itu mencoba memulihkan diri.

"Hari pertama, wajar saja dia bersikap keras," ujar Karif seakan setuju dengan Manjari. "Hei, Aditya, coba kau bicara dengannya sebentar sebelum kita benar-benar membiarkannya dulu!"

Aditya kemudian angkat bicara setelah sekian lama diam. "Kami tahu niatmu sesungguhnya, Penyihir. Jangan terlalu sok misterius, karena cepat atau lambat kami akan menguak semua rahasiamu. Jika kamu berani melawan, sebaiknya pikirkan seribu kali terlebih dahulu. Karena kami punya banyak hikayat tentang penyihir yang mati konyol di sini."

Hening.

Beberapa saat tidak ada yang bersuara.

Hingga terdengar tawa kecil dari bibir wanita itu.

"Sekarang aku semakin paham niat kalian menjaga hutan ini. Kalian tidak lain hanyalah pembohong lagi egois."

❀❀❀

❀❀❀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Forest's Daughter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang